Bab 231
Sebaliknya, beberapa anak buah Janda
Hitam malah terkena peluru nyasar. Mereka langsung jatuh dan tewas di tempat,
sementara yang masih hidup juga menjerit kesakitan.
"Aku akan membunuhmu untuk
membalaskan dendam Kak Arcie!"
Melihat tembakannya tidak berhasil
mengenai Adriel, Janda Hitam pun akhirnya menjadi marah dan wajahnya terlihat
mengerikan.
"Kamu ingin balas dendam, tapi
kamu sudah salah orang. Bukan aku yang membunuhnya, tapi kalian yang sudah
membunuhnya. Aku sudah bilang sebelumnya. Kalau aku mengambil tindakan, kalian
semua akan mati. Berhubung kalian nggak percaya, aku hanya bisa membuktikan
kata-kataku dengan tindakan," kata Adriel dengan dingin.
"Tembak dia, bunuh dia!"
Mendengar perintah Janda Hitam, anak
buahnya langsung mengeluarkan senjata dan menembak Adriel.
Ketika sepuluh sampai dua puluh orang
menembak secara bersamaan dalam lingkup ruangan yang seperti ini, seorang
mahaguru sekalipun akan sulit untuk bisa bertahan. Meskipun Teknik Peringan
Tubuhnya sangat bagus, tetap saja sulit bagi mereka untuk bisa menghindarinya.
Adriel sudah siap sejak tadi. Dia
segera mengambil dua mayat anak buah Janda Hitam untuk dijadikannya sebagai
tarneng. Pada saat yang bersamaan, Adriel juga mundur ke dinding agar tidak
diserang dari arah belakang.
Sementara itu, di sisi dinding, ada
dua anak buah Janda Hitam. Yang satu sudah tewas dan yang lainnya terluka.
Adriel mengangkat kakinya dan menendang mereka. Kedua orang itu langsung
terlempar keluar. Tumbukan tersebut menyebabkan lebih dari belasan anak buah
Janda Hitam lainnya juga terluka.
Masih ada kurang dari sepuluh orang
yang tersisa. Mereka bukanlah ancaman bagi Adriel. Adriel melemparkan dua anak
buah Janda Hitam yang dijadikannya sebagai tameng barusan dan menabrak
orang-orang yang tersisa tersebut, hingga membuat mereka jatuh dan terluka.
Dalam sekejap mata, anak buah Janda
Hitam yang tersisa tadi ada yang tewas dan ada yang terluka.
Masih ada empat orang yang tersisa.
Masing -masing dari mereka memegangi keluarga Lisa. Adriel mengangkat tangannya
dan melambaikannya. Empat jarum perak terbang keluar dan menyingkirkan keempat
orang tersebut.
Seluruh kejadian tersebut berlangsung
dengan begitu cepat. Hanya memakan waktu sekitar satu sampai dua menit saja.
Lantai atas Klub Malam Bintang penuh
dengan aroma darah. Darah segar berceceran di lantai dan terus terdengar suara
jeritan.
Lisa belum pernah melihat adegan
seperti itu sebelumnya. Dia sudah sangat ketakutan hingga wajahnya menjadi
pucat dan muntah -muntah tanpa henti.
Anggota keluarganya juga ketakutan
dan terus saja muntah.
Adriel melompat dan menekan dua titik
di tubuh Lisa untuk menghentikan muntahnya dan membantunya berdiri.
"Nggak apa-apa. Aku di sini.
Nggak usah takut."
Sambil berkata seperti itu, Adriel
membuka pintu di sebelahnya.
Adriel baru saja memastikan jika
ruangan tersebut adalah ruang tunggu dan tidak ada orang di dalamnya.
"Bawa keluargamu dan sembunyi
dulu di dalam. Urusan di luar, biar aku yang bereskan."
Lisa buru-buru membantu ibunya masuk
ke ruang rapat. Sementara itu, Calvin dan Rogan juga ikut masuk dengan tergopoh
gopoh dan sambil muntah-muntah.
Adriel segera menutup pintunya.
Setelah memastikan keamanan keluarga Lisa, dia pun merasa sedikit lega.
Melihat adegan tragis yang terjadi di
depan matanya, wajah Janda Hitam yang awalnya cantik berubah menjadi ganas dan
agak menyeramkan.
Dia sama sekali tidak menyangka jika
situasinya akan menjadi seperti ini. Sekalipun berhasil membunuh Adriel, dia
tetap akan mengalami kerugian yang begitu besar.
"Mahaguru Osman, apa kamu masih
bisa duduk diam saja sekarang? Ayo keluar dan bertarung!" teriak Adriel
dengan suara yang dalam.
Arcie sudah meninggal. Aric bukan
tandingan Adriel. Anak buah Janda Hitam ada yang mati atau terluka. Mereka
sudah tidak berguna lagi.
Saat ini, satu-satunya kartu As yang
mereka miliki hanyalah Mahaguru Osman.
Setelah Adriel berkata seperti itu,
Osman membuka pintu dan keluar.
"Ayah, Kak Arcie sudah
meninggal," kata
Janda Hitam.
Osman melihat mayat Arcie dan sudut
matanya sedikit berkedut.
No comments: