Bab 243
Karena berhadapan dengan Diana,
Adriel tentu saja tidak perlu berbelas kasih padanya.
"Apa kamu ingin aku mati?"
tanya Diana dengan lemah.
"Bukankah kamu ingin mati? Takut
sekarang?" tanya Adriel sambil menampar
Diana dengan keras.
"Aku nggak takut apa-apa. Kalau
mati, ya mati," jawab Diana.
Dia benar-benar kehilangan akal saat
gila.
Namun, pada akhirnya, Diana tetap
kalah.
Setelah beristirahat cukup lama,
energi dalam tubuh Adriel berputar secara otomatis. Energi hangat yang sangat
kuat itu akhirnya sepenuhnya mereda dan mencapai keadaan keseimbangan sempurna
antara energi hangat dan dingin.
Adriel bangun dan melirik Diana yang
sedang tidur.
"Kalau bukan karena latihan yang
menyebabkan energi hangat yang berlebihan, aku mungkin bukan lawanmu,"
gumam Adriel.
Dia mengambil selimut untuk menutupi
tubuh Diana, lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Sambil mandi, Adriel juga memikirkan
bagaimana cara menghadapi Diana.
Wanita ini sangat berbahaya,
membiarkannya berada di sekitar adalah bom waktu.
Akan tetapi, dia juga tidak bisa
membunuhnya begitu saja.
Setelah mandi, Adriel mengganti
pakaian bersih dan merasa segar. Dia langsung turun ke taman untuk berlatih.
Teknik tinju membelah masih perlu
dilatih dengan giat. Seiring meningkatnya tingkat, kekuatan teknik tinju
membelah juga meningkat dengan signifikan.
Di tengah latihan, Yunna menelepon
Adriel untuk mengajaknya makan malam.
Adriel dengan senang hati
menyetujuinya
Diana mengenakan kemeja putih milik
Adriel, menunjukkan tulang selangkanya yang indah dan kulitnya yang seputih
salju.
Rambut panjang Diana tergerai,
sepertinya dia baru saja mandi, kemudian dia turun tangga tanpa mengenakan alas
kaki.
"Kupikir kamu akan mematahkan
leherku saat aku tidur," ucap Diana.
Dia berjalan ke kursi berbaring dan
duduk, mengacak rambut panjangnya, lalu tersenyum manis.
"Kalau aku mau membunuhmu,
perlukah aku melakukannya saat kamu tidur?" kata Adriel dengan dingin.
"Apa kamu sekarang ingin
membunuhku?" tanya Diana.
"Cepat pergi sebelum aku berubah
pikiran," jawab Adriel.
Meskipun Adriel telah berhubungan
badan dua kali dengan Diana, tetapi dia tetap tidak menyukai wanita ini.
"Apa kamu gila? Nggak mengenal
orang lagi setelah mengangkat celanamu," kata Diana dengan cemberut.
Dia bisa menjadi anggun, juga bisa
manja.
Adriel tidak peduli dengannya, Diana
berjalan ke arahnya dengan kaki kosong, lalu berkata dengan kasihan,
"Sekarang aku sendirian dan nggak punya tempat untuk pergi, apa kamu nggak
ingin menampungku?
"Nggak," tolak Adriel
dengan dingin.
Namun, Diana tidak memperdulikan
penolakan Adriel. Ekspresi berubah seketika, dia dengan wajah penuh impian
berkata, " Kita bisa melakukarı seks setiap hari di sini, aku akan
melahirkan banyak anak untukrnu. Bukankah itu menyenangkan?"
Adriel mengerutkan keningnya dan
bertanya, "Kamu sakit, ya?"
Diana terkekeh sambil menutup
mulutnya, " Tadi kamu nggak menggunakan pengaman, ' kan? Terakhir kali
kamu juga nggak menggunakannya, mungkin aku akan membuatmu naik pangkat menjadi
ayah. Kamu senang, nggak? Aku nggak sabar menunggu bagaimana rasanya menjadi
ibu."
Adriel mengerutkan bibirnya, lalu
berkata, " Kamu nggak akan pernah memiliki kesempatan menjadi ibu seumur
hidupmu. Jangan bermimpi."
Adriel sudah memikirkan hal ini sejak
awal, jadi saat Diana tidur, dia memeriksa tubuhnya.
Diana tidak memiliki kemampuan untuk
melahirkan. Jika tidak, Adriel pasti akan menggunakan jarum untuk mencegah
kehamilan.
Diana tiba-tiba menjadi diam setelah
mendengar ucapannya. Senyum di wajahnya perlahan-lahan menjadi kaku,
seolah-olah terluka oleh kata-kata Adriel.
Adriel juga menyadari bahwa Diana
tiba-tiba menjadi sangat murung dan sedih.
"Ada apa dengan ekspresimu ini?
Nggak perlu berlebihan, 'kan? Bukankah kamu masih bangga saat aku memukulmu dan
menghinamu jalang? Kenapa kamu sedih kalau aku berkata bahwa kamu nggak bisa
menjadi seorang ibu?" tanya Adriel.
Dia tidak menyangka bahwa Diana, yang
selalu bangga meskipun telah direndahkan dan dihina olehnya, akan menjadi sedih
setelah mendengar kata-kata itu.
Diana tidak bersuara, matanya penuh
dengan kesedihan.
"Aku pikir kamu kebal terhadap
segala hal, ternyata kamu begitu mudah terluka oleh ucapan seperti itu?"
kata Adriel.
"Kamu nggak mengerti ! Menjadi
seorang ibu adalah hak terbesar setiap wanita. Kehilangan hak ini adalah hal
yang sangat kejam. Kamu pikir aku terlahir kejam dan lacur seperti ini?"
kata Diana.
Macur seperti
kazamana.
Mata Diana terlihat sedikit berkaca
-kaca. Dia yang biasanya menggoda, sekarang terlihat agak asing bagi Adriel.
Adriel batuk dua kali, lalu menyentuh
hidungnya dan berkata, "A... aku tadi hanya bicara sembarangan, jangan
ambil hati."
"Apa kamu meminta maaf
padaku?" tanya Diana sambil menggigit bibir.
"Apa yang kamu pikirkan? Mana
mungkin aku minta maaf padamu?" bantah Adriel.
Tiba-tiba Diana tersenyum lebar
dengan bangga.
"Jangan menyangkal, tadi kamu
meminta maaf padaku. Kupikir kamu benar-benar nggak berperasaan dan kejam,
ternyata kamu juga punya sisi lembut, ya. Ketahuan, deh."
Melihat senyum bangga Diana, Adriel
hanya bisa memutar matanya dan mengutuk dalam hati. Dia tertipu oleh wanita ini
lagi.
"Cepatlah pergi dari sini, aku
nggak mau melihatmu," tegur Adriel.
Diana berhenti tertawa, lalu berkata,
"Oke, aku pergi."
Dia berjalan ke pintu depan dengan
kaki kosong.
"Kamu pergi begitu saja?"
tanya Adriel.
"Ya, ada masalah apa? Apa kamu
cemburu?" tanya Diana balik sambil tersenyum.
"Siapa yang cemburu? Terserah
apa yang ingin kamu lakukan, nggak ada urusan denganku," kata Adriel
dengan dingin.
Diana memberikan ciuman dan tatapan
menggoda kepada Adriel, kemudian berkata, "Hari ini aku sangat puas. Aku
akan datang lagi kalau aku lapar. Oh, ya, jangan lupa mencuci bajuku."
Setelah mengatakan itu, Diana
langsung melompat keluar dari taman, naik sepeda motor yang keren, dan pergi
dengan anggun.
Dengan pakaiannya yang seperti itu
dan kecepatan motornya yang luar biasa, sepertinya dia akan menarik perhatian
yang besar di jalan.
Adriel mengusap dahinya, dia agak
kesulitan menghadapi wanita seperti ini.
Dia tidak tega untuk membunuhnya
langsung.
Namun, juga terlalu berbahaya untuk
dibiarkan begitu saja.
Apa lagi, wanita ini terlalu pintar
dan pandai mengendalikan pria. Hanya dengan beberapa kata saja, dia sudah bisa
mengendalikan Adriel barusan.
No comments: