Bab 245
"Sepertinya keluarga Santoso
masih berutang dua pohon ginseng berusia 100 tahun padaku, aku harus mencari
waktu untuk menagih utang tersebut," gumam Adriel.
Thomas pernah berjanji untuk
memberikan dua pohon ginseng berusia 100 tahun sebagai permohonan maaf, tetapi
hingga kini belum terealisasi.
Adriel tentu saja tahu bahwa Thomas
pasti tidak akan berinisiatif memenuhi janjinya.
"Adriel, kenapa kamu ada di
sini? Untuk apa kamu datang kemari? Ini pesta perayaan keluarga Santoso, kamu
pikir kamu diundang?"
Pada saat ini, Cheky tiba di hotel
bersama Sri dan Fanny, kebetulan bertemu dengan Adriel.
"Sial sekali, kenapa aku bisa
bertemu denganmu di mana-mana? Kamu anjing, ya? " ucap Fanny dengan sinis.
"Kamu yang anjing. Memangnya
kita saling kenal? Kenapa kamu langsung menggigit orang?" balas Adriel.
Karena sudah tidak berhutang apa-apa
dengan keluarga Lein, Adriel pun tidak lagi segan pada mereka.
"Kamu!"
Fanny menggertakkan giginya dengan
marah. Dia sangat frustasi sekali karena tidak bisa menang dalam pertengkaran
maupun perkelahian dengan Adriel.
"Kamu pasti takut setelah
mendengar bahwa Pak Heri telah dipromosikan menjadi wakil ketua Persatuan
Dagang Marlion, jadi kamu datang untuk meminta maaf, 'kan?" ucap Sri
mencemooh.
"Nggak ada gunanya! Setelah kamu
melukai Thomas, keluarga Santoso nggak akan melepaskanmu begitu saja.
Pendukungmu juga nggak akan bisa melindungimu lagi. Apa kamu ingin aku membantu
membujuk mereka?" ucap Sri.
Hatinya juga penuh kebencian karena
dia sama sekali tidak pernah mendapatkan keuntungan apa pun dari tangan Adriel,
tetapi malah disiksa oleh triknya.
Sekarang Cheky adalah pengurus, Sri
tidak bisa menahan diri untuk mulai menyombongkan diri lagi.
"Dasar orang gila!" kata
Adriel dengan tenang.
"Nggak tahu diri! Kamu pikir dengan
membawa sebuket bunga, kamu sudah meminta maaf? Biar kuberi tahu, sekarang
hanya kami yang bisa membantumu. Berlutut untuk meminta maaf padaku dan memohon
bantuan dariku, mungkin aku akan berbelas kasihan dan membantumu untuk
menghormati orang tuamu yang telah meninggal," ucap Sri.
Sri sepenuhnya terbenam dalam
khayalannya sendiri dan terus menyombongkan diri. Jika ingin membalas dendam,
maka dia harus menghina Adriel terlebih dahulu.
"Adriel, aku sudah bilang kamu
nggak seharusnya agresif dan melukai Thomas. Tapi jangan khawatir, aku akan
mencoba untuk memperbaiki hubungan kalian," kata Cheky.
"Apa urusannya denganmu? Kenapa
kamu ikut campur? Kamu hanya pengurus kecil di Persatuan Dagang Marlion.
Meskipun keluarga Santoso akan memberi kita wajah, kamu nggak boleh sembarang
menggunakannya," tegur Sri sambil memelototi Cheky..
Bibir Adriel terangkat dengan senyum
sinis, diam-diam menyaksikan pertunjukan Sri.
"Aku sedang membantumu,
pertimbangkanlah dengan baik dan datang meminta bantuan kami kalau sudah yakin.
Tapi kamu harus cepat, aku dengar bahwa malam ini ketua Geng Langit akan hadir
dalam pesta perayaan. Mungkin besok para master dari Geng Langit akan datang
menemuimu! Kalau kamu berani masuk sendiri, mungkin kamu akan mati terbunuh di
tempat," ucap Sri.
"Aku melihatmu tumbuh besar
sejak kecil, kamu juga hampir menjadi menantuku. Meskipun aku memandangmu
remeh, aku masih ingat hubungan kita. Aku nggak mau melihat nasibmu
tragis," lanjutnya.
Sri bukan benar-benar ingin membantu
Adriel, dia hanya ingin memamerkan betapa baiknya kondisi keluarga Lein
sekarang dan mengambil kesempatan untuk menghina Adriel.
Adriel tahu betul maksudnya.
"Apa kamu sudah selesai
berbicara?" tanya Adriel.
"Sudah," jawab Sri dengan
bangga.
Adriel mengejek, "Tante Sri, aku
ada beberapa kata untukmu. Dengarkanlah dengan baik. Nggak tahu diri, nggak
masuk akal, bodoh, dan biadab!"
Adriel benar-benar kehabisan
kata-kata, dia tidak ingin berbicara lagi dengan Sri dan tidak ingin melihat
wajah jeleknya lagi.
Hinaan Adriel itu adalah balasan
terbaik untuknya, sekaligus sindiran terbaik terhadap perilaku Sri yang sombong
ini.
No comments: