Bab 251
"Anak muda, kamu memang cukup
berani. Tapi sayangnya, kamu akan menemui nasib buruk. Di kehidupan berikutnya,
cobalah untuk lebih pintar," ujar Dion.
Nadanya seolah sedang berbicara
kepada seseorang yang sudah ditakdirkan untuk mati.
Setelah mengatakan itu, Dion segera
melepaskan aura kuat seorang master tingkat sembilan, bersiap untuk mengambil
tindakan. Dia tidak lagi banyak bicara dengan Adriel.
Adriel membalas, "Meski gurumu
Jayson ada di hadapanku, dia nggak berhak mengucapkan kata-kata seperti itu.
Kamu, seorang petarung tingkat sembilan yang lebih rendah dariku, berani lebih
sombong dariku! Orang terakhir yang begitu sombong di hadapanku sudah
mati."
"Kalau aku nggak salah, orang
itu sepertinya adalah adik seperguruanmu. Namanya To Siapa, ya?" kata
Adriel dengan tenang.
Dion yang awalnya hendak bergerak,
mengernyitkan keningnya saat mendengar kata-kata ini.
"Apa yang kamu katakan? Toni
dibunuh olehmu?" tanya Dion.
"Ya, bisa dibilang begitu,"
jawab Adriel dengan nada datar.
Dion menyipitkan matanya sedikit
sambil bertanya, "Apa nama keluargamu Juwana?"
Setelah Toni mati, Yunna pernah
menghubunginya secara pribadi, mengatakan bahwa Toni telah menyinggung seorang
anggota keluarga Juwana dari Sahjaya yang sedang melakukan kunjungan ke Kota
Silas, lalu dibunuh oleh keluarga Juwana.
Meskipun Geng Langit adalah kekuatan
milik Mahaguru Jayson, mereka sama sekali tidak sebanding dengan keluarga
Juwana dari Sahjaya. Kematian Toni tidak bisa mereka usut. Jadi mereka hanya
bisa menerima kenyataan.
Adriel tertegun mendengar ini, lalu
membalas, "Namaku Adriel Lavali. Aku nggak pernah mengganti nama."
"Adriel? Apa kamu anggota
keluarga Juwana dari Sahjaya?" tanya Dion lagi.
Dion mulai merasa takut. Jika orang
ini benar -benar berasal dari keluarga Juwana di Sahjaya, dia tidak akan berani
mengusiknya.
"Pak Dion, ada apa denganmu? Dia
nggak mungkin berasal dari keluarga Juwana di Sahjaya," kata Heri.
Dion masih merasa bingung. Adriel
juga merasa heran. Kenapa orang ini tiba-tiba menyebutkan keluarga Juwana dari
Sahjaya?
Tepat saat itu, Yunna akhirnya tiba
di ruang perjamuan.
"Dirut Grup Jahaya, Nona Yunna
Millano tiba!"
Awalnya, petugas keamanan di pintu
masuk tidak mengenali Yunna dan menghentikannya.
Setelah Yunna memperkenalkan dirinya,
petugas keamanan tersebut langsung merasa sangat antusias. Suaranya yang
lantang terdengar ke seluruh ruang perjamuan.
"Bu Yunna sudah datang!"
ujar Heri.
Wajah Heri pun penuh kegembiraan.
Awalnya, dia memang mengundang Yunna untuk menghadiri perjamuan ini, tetapi
Yunna menolaknya.
Heri untuk sementara mengabaikan
Adriel. Karena bagaimanapun juga, Adriel pasti akan mati hari ini. Dia segera
pergi untuk menyambut Yunna.
"Selamat datang, Bu Yunna!"
Semua anggota Persatuan Dagang
Marlion berdiri tegak, serempak menyambut dengan suara keras.
"Yunna juga datang, ini jadi
makin menarik! "kata Desy sambil tersenyum di tengah kerumunan.
"Aku sudah bilang, pertunjukan
terbaik masih menunggu di belakang," kata Glenny.
"Dengan Yunna di sini, bocah
bernama Adriel itu pasti nggak akan selamat. Kamu pasti kalah, tapi kenapa
masih bisa tersenyum?" kata Desy dengan penuh percaya diri.
Glenny hanya tersenyum tanpa berkata
apa- apa.
Heri berlari kecil menuju ke arah
Yunna, lalu membungkuk sambil berkata, "Selamat datang, Bu Yunna. Maafkan
aku karena nggak menyambutmu lebih awal."
"Aku bukan datang untukmu.
Minggir," kata Yunna tanpa menunjukkan ekspresi ramah sedikit pun kepada
Heri.
Wajah Heri langsung dipenuhi rasa
malu. Yunna melangkah melewatinya, matanya menyapu ruangan. Setelah melihat
Adriel, dia segera berjalan cepat ke arahnya.
"Adriel, Ketua Geng Langit sudah
datang. Sekarang Bu Yunna juga sudah hadir. Kalau kamu mati di tempat seperti
ini, setidaknya kamu bisa mati dengan bangga," ejek Sri sambil tertawa.
No comments: