Bab 254
Meskipun Heri telah meminta maaf
dengan tulus, Yunna tetap tidak akan melunak.
"Mulai hari ini, kamu juga bukan
lagi anggota Persatuan Dagang Marlion. Selain itu, nggak akan ada tempat bagimu
lagi untuk berdiri di Kota Silas," kata Yunna dengan dingin.
Heri dan Cheky pasti adalah anggota
dengan masa jabatan terpendek sejak Persatuan Dagang Marlion didirikan.
Setelah mendengar ini, Heri terjatuh
lemas ke tanah seperti lumpur. Dia tahu bahwa dia benar-benar hancur kali ini.
"Semuanya, aku pikir pesta
perayaan ini nggak perlu dilanjutkan lagi. Lebih baik kita semua bubar,"
kata Yunna dengan suara dingin.
Pada saat itu, Dion tiba-tiba
berkata, " Tunggu dulu!"
"Pak Dion, ada apa lagi?"
tanya Yunna.
"Aku nggak peduli siapa dia. Aku
hanya ingin mengetahui satu hal secara terbuka Bagaimana sebenarnya adik
seperguruanku, Toni, meninggal? Di tangan siapa dia mati?" tanya Dion.
"Bukankah aku sudah menjelaskan
hal ini kepadamu?" ujar Yunna.
Yunna jelas tidak ingin mengungkit
kembali kematian Toni, karena hal itu tidak menguntungkan Adriel.
"Tapi tadi anak ini bilang kalau
dialah yang membunuh Toni! Aku juga sudah mengerti dengan cukup jelas kalau dia
sama sekali bukan dari keluarga Juwana di Sahjaya. Jadi, aku harus memastikan
kebenaran ini," kata Dion.
"Aku nggak peduli siapa dia.
Entah dia adalah Pak Adriel atau pahlawan keluarga Millano, kalau dia membunuh
adik seperguruanku, masalah ini harus diselesaikan," lanjut Dion dengan
sikap tegas.
Mendengar hal ini, Yunna untuk
sejenak tidak tahu harus berbuat apa.
Adriel tersenyum dingin, lalu
berkata, " Kalau kamu ingin tahu, aku bisa memberitahumu sekarang. Toni
dibunuh olehku. Dia dikirim oleh Alan untuk membunuhku, tapi dia bukan
tandinganku, jadi dia mati di tanganku. Ada masalah?"
Begitu Adriel mengatakan ini, semua
orang kembali terkejut dan gempar.
Di Kota Silas, Toni adalah ahli
tingkat delapan yang terkenal. Tak disangka dia dibunuh oleh Adriel.
Semua orang hanya tahu bahwa Pak
Adriel memiliki kemampuan medis yang luar biasa. Namun, mereka tidak tahu bahwa
kemampuan bela dirinya juga sehebat ini.
"Dia bisa membunuh Toni? Toni
adalah ahli tingkat delapan! Apa dia seorang master tingkat sembilan? Dia
bahkan masih sangat muda!" kata Desy dengan dahi berkerut.
"Dia bukan master tingkat
sembilan," kata Glenny.
Desy sedikit mengangguk, lalu
berkata, " Memang seharusnya bukan. Melihat dari usianya yang lebih muda
dariku, kalau dia sudah di tingkat delapan, itu sudah luar biasa."
"Apa nggak mungkin kalau dia
bukanlah seorang ahli biasa, melainkan seorang mahaguru alam bawaan?" kata
Glenny tersenyum sambil menutup mulutnya.
Desy membuka matanya lebar-lebar,
lalu menggelengkan kepala sambil berkata, "Bu Glenny, jangan bercanda. Di
Kota Silas hanya ada empat mahaguru. Dia nggak mungkin seorang mahaguru alam
bawaan."
"Kenapa? Apa kamu ingin bertaruh
lagi? Bagaimanapun juga, aku sudah menang tadi. Aku akan bertaruh lagi
denganmu. Aku bertaruh kalau dia adalah seorang mahaguru!" kata Glenny.
Glenny mengejar kemenangan, berniat
memanfaatkan ketidaktahuan Desy tentang informasi Adriel.
"Aku nggak mau bertaruh! Kalau
kalah lagi, aku nggak akan bisa menjelaskan ketika pulang nanti," kata
Desy langsung menolak dengan tegas.
Namun, meskipun begitu dia tetap
tidak memercayai perkataan Glenny.
Setelah Dion mendengar kata-kata
Adriel, Dion menatapnya sekali lagi.
"Anak muda, kamu benar-benar
punya kemampuan kalau kami bisa membunuh adik seperguruanku. Itu berarti kamu
sudah menjadi musuh dari Geng Langit, musuh dari mahaguru. Meskipun kamu
didukung oleh keluarga Millano, itu nggak akan ada gunanya!" kata Dion.
Dion merasa takut pada keluarga
Millano, tetapi dia tidak takut pada Adriel.
"Masalah ini nggak ada
hubungannya dengan keluarga Millano. Kalau ingin membalaskan dendam orang yang
aku bunuh, datanglah padaku. Tapi aku akan berbaik hati memberitahumu,
sebaiknya kamu menelepon gurumu, Jayson, untuk datang sendiri. Kalau hanya
mengandalkan dirimu, jangan harap bisa membalas dendam. Kamu mungkin malah akan
mati di sini," kata Adriel dengan sikap arogan.
No comments: