Bab 257
Sri memang menunjukkan sifat serakah
di wajahnya. Pada saat ini, dia bahkan masih berpikir untuk menjadi wakil
ketua.
"Adriel, aku dan Paman Cheky
melihatmu tumbuh dewasa. Dulu kamu minum susuku ketika masih kecil. Apa kamu
benar-benar nggak merindukan sedikit pun hubungan lama kita dulu?" tanya
Sri.
Kata-kata Sri tersebut langsung
membuat Adriel merasa agak malu.
Adriel pun mengerutkan kening dan
berkata, "Kapan aku pernah minum susumu? Jangan bicara sembarangan."
"Kamu nggak pernah meminumnya?
Kamu sangat nakal ketika kamu masih kecil dulu. Kamu masih perlu menyusu ketika
kamu sudah berumur tiga tahun. Ibumu nggak punya cukup ASI. Jadi, kamu selalu
menyusu padaku. Kamu bahkan menggigit payudara kiriku. Bahkan, bekas lukanya
masih ada sampai sekarang. Ini buktinya," kata Sri dengan penuh percaya
diri.
"Oke, oke. Tutup mulutmu!"
bentak Adriel dengan dingin.
Yunna yang berada di samping hanya
bisa menahan tawa saat melihat betapa malunya Adriel.
Semua orang juga hanya bisa berusaha
menahan tawa. Tidak ada yang berani tertawa terbahak-bahak.
Melihat Sri mulai bicara sembarangan
karena panik, Cheky pun buru-buru menariknya kembali.
"Jangan bicara lagi," tegur
Cheky.
"Kenapa aku nggak boleh
mengatakannya? Semua itu memang kenyataan. Dia nggak mungkin nggak tahu terima
kasih. Kita memang salah sebelumnya. Tapi, manusia itu nggak sempurna. Nggak
ada yang nggak pernah salah! Kalau sejak awal kamu mengatakan kalau dirimu itu
Tuan Lavali, apa kami masih akan memperlakukanmu seperti itu? Kalau dipikir
-pikir, sebenarnya semua itu juga bukan sepenuhnya salah kami," kata Sri.
Adriel tersenyum tipis dan berkata,
"Jadi, semua ini salahku?"
"Adriel, kalau sejak awal kamu
memberi tahu siapa dirimu sebenarnya, kita nggak akan jadi seperti ini,
'kan?" ucap Cheky yang tidak bisa menahan diri.
"Kak Adriel, kenapa sejak awal
kamu nggak beri tahu semua ini padaku? Kalau sejak awal kamu beri tahu siapa
dirimu sebenarnya, aku nggak akan memperlakukanmu seperti itu atau mengucapkan
kata-kata yang nggak enak didengar. Sebenarnya, semua yang kulakukan ini hanya
untuk membuktikan diriku di hadapanmu saja."
Orang yang paling menyesal adalah
Fanny.
Awalnya dia adalah tunangan Adriel.
Seharusnya dia menjadi pusat perhatian bersama Adriel saat ini, menikmati rasa
hormat dan kekaguman dari semua orang.
Inilah status yang diimpikan oleh
Fanny.
Akan tetapi, sayangnya dia tidak
pernah
mendapatkannya. Bagaimana mungkin
Fanny tidak merasa menyesal di dalam
hati?
Pada saat ini, Fanny menitikkan air
mata penyesalan, membasuh wajahnya dengan air mata dan menyesali kesalahannya.
Adriel hanya tersenyum tipis. Dia
menggelengkan kepalanya dan berkata, " Aku sudah bilang, tapi apa kalian
percaya? Barusan di depan pintu hotel, aku sudah menjelaskan dengan
sejelas-jelasnya. Tapi, kalian nggak percaya dan sekarang malah menyalahkanku?
Benar-benar konyol!"
Mata Sri penuh dengan air mata dan
dia mencengkeram lengan Adriel kuat-kuat.
"Adriel, berikan kesempatan lagi
kepada kami. Aku berjanji, mulai sekarang aku akan menuruti kata-katamu.
Pernikahanmu dengan Fanny juga bisa segera ditetapkan. Kamu nggak bisa
melakukan semua ini kepada kami."
Sri tidak mau menyerah. Dia memohon
belas kasihan dengan panik untuk menjilat Adriel.
"Kak Adriel, maafkan aku. Aku
salah. Bisakah kamu memberikan satu kesempatan lagi kepadaku? Aku memohon
kepadamu."
Fanny juga menarik lengan Adriel yang
satunya dengan manja dan berusaha menjilat Adriel. Dia tidak ingin kehilangan
semua ini dan menjalani kehidupan sebagai orang biasa.
Yunna yang berada di samping
mengerutkan kening dan berkata, "Berisik! Penjaga keamanan, usir keluarga
ini keluar."
Sekarang, petugas keamanan juga tidak
berani lagi bertindak ragu-ragu dan langsung mengusir keluarga Lein.
Pesta perayaan ini pada dasarnya
sudah berakhir.
Acara ini seharusnya menjadi pesta
untuk merayakan kenaikan jabatan Heri menjadi wakil ketua. Akan tetapi, yang
menjadi pusat perhatian justru Adriel.
Setelah malam ini, nama Adriel akan
tersebar di kalangan atas kota Silas.
No comments: