Bab 258
Identitas Adriel pun terungkap secara
resmi. Semua orang sudah pasti datang untuk menyapa dan menjilat Adriel sebagai
tanda penghormatan.
Pada saat itu, Desy dan Glenny datang
secara berturut-turut.
"Permisi, Mahaguru Adriel."
Glenny membungkuk dan berkata,
"Aku nggak menyangka kalau Mahaguru Adriel dan keluarga Millano ternyata
memiliki hubungan yang begitu dekat."
"Apa urusannya denganmu?"
balas Adriel dengan acuh tak acuh.
"Maaf, aku sudah terlalu banyak
bicara. Aku permisi dulu."
Glenny pulang dengan membawa hasil
yang memuaskan. Bagaimanapun, dia berhasil memenangkan sebidang tanah dari
Desy. Perjalanan ini tidak sia-sia dan dia merasa sangat senang.
"Aku yang rendahan ini, memberi
hormat kepada Mahaguru Adriel."
Desy juga berinisiatif untuk menyapa
Adriel.
Adriel mengangguk sedikit dan tidak
mengatakan apa-apa padanya.
Yunna berbisik di sampingnya,
"Dia ini Desy Wardana. Putri bungsu Zamri Wardana."
"Oh."
Adriel tidak terlalu tertarik.
Desy berinisiatif mengeluarkan
selembar kartu nama dan memberikannya kepada Adriel.
"Hari ini, wawasanku benar-benar
bertambah. Aku nggak menyangka akan muncul seorang Mahaguru Muda di Kota Silas
ini. Benar-benar luar biasa. Aku ingin tahu apa keluarga Wardana punya
kesempatan untuk berteman dengan Mahaguru Adriel?"
Adriel tidak menerima kartu nama yang
diberikan oleh Desy. Pada saat ini, seorang mahaguru harus tetap mempertahankan
gaya yang dimilikinya.
"Di dunia sekarang ini, mudah
untuk menjadi musuh, tapi sulit untuk menjadi teman."
Mendengar kata-kata Adriel tersebut,
Desy pun tersenyum dan berkata, "Yang dikatakan Mahaguru Adriel memang
benar. Tapi, keluarga Wardana selalu senang berteman dan nggak suka punya
musuh. Terutama dengan orang yang luar biasa dan berbakat seperti Mahaguru Adriel
ini, kami benar-benar tulus ingin berteman denganmu."
"Kalau begitu, tolong sampaikan
pesan kepada ayahmu. Suatu hari nanti aku akan berkunjung dan meminta Mahaguru
Zamri untuk mengajariku beberapa jurus."
Saat ini, Adriel sudah bertarung
melawan dua dari Empat Mahaguru di Kota Silas. Osman, yang berada di peringkat
ketiga, sudah dikalahkan olehnya. Sementara, Wendy yang berada di peringkat
keempat malah tidak bisa diprediksi.
Selanjutnya adalah Jayson yang berada
di peringkat kedua. Adriel juga merasa sangat yakin jika dirinya bisa
mengalahkan Jayson. Oleh karena itu, yang tersisa hanyalah Zamri yang berada di
peringkat pertama.
"Oke. Ayahku pasti akan sangat
senang bisa bertukar ilmu dengan generasi muda yang punya bakat luar biasa
sepertimu. Jadi, tolong terima kartu nama ini, Mahaguru Adriel. Kalau kamu
ingin berkunjung, beri tahu aku melalui telepon. Keluarga Wardana pasti akan
menyambutmu dengan tangan terbuka."
Desy kembali menyerahkan kartu
namanya dan kali ini Adriel menerimanya.
"Nona Yunna, aku benar-benar iri
padamu. Kamu bisa berteman dengan Mahaguru Adriel. Itu artinya, status keluarga
Millano di Kota Silas ini makin nggak tergoyahkan."
Setelah berbasa-basi sebentar dengan
Yunna, Desy pun akhirnya pergi.
Orang-orang Persatuan Dagang Marlion
akhirnya juga pergi satu demi satu. Hanya Adriel dan Yunna yang tersisa di
ruang pesta yang sebelumnya sangat ramai tersebut.
Yunna memainkan lengan Adriel dan
bertanya, "Apa bunga ini untukku?"
"Kalau bukan untukmu, lalu untuk
siapa lagi?" Adriel balik bertanya.
"Berikan saja pada Desy. Aku
lihat dia sangat mengagumimu," kata Yunna dengan bibir merengut.
Adriel mencubit lehernya dan berkata
sambil tertawa, "Kamu cemburu, ya?"
"Aku nggak cemburu."
Yunna membantahnya dengan wajah
angkuh dan langsung merebut bunga itu dari tangan Adriel. "Aku suka buket
bunga ini."
"Kalau begitu, apa kita masih
akan pergi ke lantai atas untuk makan?" tanya Adriel.
"Tentu saja. Aku masih
lapar."
Yunna menarik Adriel untuk
meninggalkan ruang perjamuan tersebut. Meskipun pesta itu sudah berubah menjadi
lelucon, Heri tetap harus membayar tagihan dan segera mengurus asetnya, lalu
meninggalkan Kota Silas.
Ketika mereka tiba di restoran, Yunna
terlebih dahulu menelepon dan menyuruh seseorang untuk menangani masalah Heri.
"Ambil alih semua aset yang
dimiliki oleh Heri. Aku nggak ingin lagi melihat Heri di Kota Silas ini besok.
Selain itu, sebelum Heri pergi, tetap ikuti aturan lama dan beri dia pelajaran,
agar dia nggak pernah berani menginjakkan kaki di Kota Silas ini lagi."
Mata Yunna memancarkan aura mematikan.
No comments: