Bab 260
"Seorang mahaguru yang baru
berusia sekitar dua puluh tahun? Kamu yakin?"
Jayson tahu betul betapa berharganya
seorang mahaguru yang baru berusia sekitar dua puluh tahun.
"Aku sangat yakin," jawab
Dion dengan sungguh-sungguh.
Jayson terdiam.
Setelah beberapa lama, barulah Jayson
bertanya kepada Dion, "Kenapa dia membunuh Toni dan melukaimu ? Apa dia
nggak tahu kalau kalian itu muridku?"
Dion pun menceritakan kronologi
kejadiannya.
"Pak, bocah nakal ini sama
sekali nggak menganggapmu. Dia bahkan berani mengancam di depan umum kalau dia
akan datang sendiri untuk menantangmu."
"Apa? Dia mengancam akan datang
sendiri untuk menantangku?"
Jayson menjadi marah besar setelah
mendengarnya. Di dunia persilatan, memilih untuk menantang seseorang di tempat
tinggalnya, sama saja dengan merusak kehormatannya. Hal ini bukan hanya tidak
menghormati Jayson, tetapi juga benar- benar tidak menganggap Jayson.
"Benar sekali. Aku nggak berani
melebih lebihkan sedikit pun."
Dion memang tidak membesar -besarkan
cerita karena hal tersebut sudah cukup untuk membuat Jayson marah.
Jayson kembali tertawa karena begitu
marah, "Bagus, bagus sekali! Sudah bertahun-tahun nggak ada orang sombong
seperti itu di Kota Silas. Seorang mahaguru tingkat dasar yang berusia sekitar dua
puluh tahun berani mengancam untuk menantangku. Sepertinya aku juga sudah lama
nggak bertindak, sehingga membuat semua orang melupakan Jayson, si Raja Cakar
Elang."
Jayson menjadi terkenal karena Jurus
Cakar Elang miliknya. Sepasang cakar elang miliknya begitu tajam tak
tertandingi, sehingga jarang terkalahkan.
Selama beberapa tahun terakhir,
Jayson jarang mengambil tindakan. Dia mengasingkan diri dan berlatih di tempat
ini untuk mencapai tingkat kekuatan yang lebih tinggi.
Hal tersebut utamanya juga karena
tidak ada orang yang layak untuk dihadapinya di Kota Silas ini.
Akan tetapi, tantangan Adriel ini
membuat Jayson marah.
"Pak, jadi kita hanya akan
menunggu dia datang sendiri ke sini?" tanya Dion.
"Mungkin saja dia hanya membual
dan nggak benar-benar berani datang langsung. Aku sendiri juga sudah lama
berdiam diri dan membutuhkan pertarungan yang hebat. Mungkin saja dengan ini,
aku bisa menemukan kesempatan untuk menembus tingkat ketujuh. Pergilah dan
tulislah surat tantangan untuk diberikan kepadanya. Tiga hari lagi kita akan
bertarung di Danau Singkarak, untuk menentukan siapa yang lebih unggul,
sekaligus hidup dan mati di antara kami berdua."
Jayson sudah duduk mengasingkan diri
di tempat ini selama dua tahun. Alamnya tidak mengalami peningkatan. Akan
tetapi, samar- samar Jayson merasa jika dia membutuhkan kesempatan untuk bisa
melangkah ke mahaguru tingkat ketujuh.
"Aku hanya berharap anak ini
nggak terlalu lemah. Lantaran dia sudah berani koar-koar, dia harus punya
kemampuan. Kalau nggak, semua itu sama sekali nggak ada artinya."
Setelah berkata seperti itu, Jayson
melambaikan tangannya dan meminta Dion untuk pergi.
Di Hotel Jahaya.
Adriel dan Yunna sedang memulai makan
malam yang romantis.
"Selamat, Pak Adriel. Setelah
malam ini, kamu akan menjadi terkenal di Kota Silas."
Yunna mengangkat gelas anggurnya
untuk memberi selamat.
Adriel tersenyum dan berkata,
"Kota Silas hanya tempat kecil. Menjadi terkenal di Kota Silas bukanlah
sesuatu yang istimewa. Contohnya Empat Mahaguru di Kota Silas ini. Mereka
memang punya status yang luar biasa di Kota Silas. Tapi, kalau dilihat dari
seluruh Nambia dan bahkan di seluruh wilayah selatan, mereka sama sekali nggak
ada apa-apanya."
"Itu memang benar. Dengan
kemampuan yang kamu miliki, kamu pasti akan meninggalkan Kota Silas dan menjadi
terkenal di seluruh negeri. Aku yakin hari itu sebentar lagi akan datang."
Yunna mengangguk sedikit.
"Terima kasih untuk doamu."
Adriel mendentingkan gelasnya dengan
gelas Yunna. Keduanya mengobrol dengan gembira
Keduanya meminum dua botol sampanye.
Meskipun Adriel jarang minum alkohol dan bukan orang yang suka minum,
bagaimanapun dia adalah seorang mahaguru alam bawaan. Tubuhnya jauh lebih kuat
dibanding orang biasa. Efek memabukkan pada alkohol tidak akan banyak berpengaruh
pada dirinya.
Selain itu, Adriel juga bisa
menggunakan teknik yang dimilikinya untük mengeluarkan alkohol dari tubuhnya.
Selama dia mau, dia bisa terus minum tanpa mabuk.
Di sisi lain, Yunna justru
menunjukkan tanda -tanda mabuk. Pipinya memerah dan pandangan matanya sedikit
kabur.
"Anggurnya juga sudah habis. Aku
antar kamu pulang, ya?" kata Adriel sambil meletakkan gelas anggurnya.
Yunna mengerucutkan bibirnya dan
tersenyum. Kemudian, dia mengeluarkan kartu kamar dari tasnya dan memberikannya
kepada Adriel. Dengan tatapan yang menggoda, Yunna pun berkata, "Aku sudah
memesan satu kamar. Ini kartu kamarnya."
Adriel mengambil kartu kamar itu. Dia
tahu maksud Yunna.
No comments: