Bab 262
Setelah kembali ke dalam ruangan, Ana
pun duduk kembali.
"Pak Liam, maaf sudah membuatmu
menunggu lama."
Liam Dirga tersenyum sembari berkata,
" Nggak apa-apa, ayo minum."
Melihat Liam mengangkat gelasnya, Ana
dengan santai berkata, "Pak Liam, tolong bantu aku soal masalah
pinjaman."
"Nggak masalah, besok begitu aku
sampai di kantor, aku akan tanda tangan dan pinjamanmu akan segera disetujui.
Ayo kita minum dulu," ujar Liam dengan tidak sabar.
Ana melirik gelas minuman di
depannya. Setelah ragu sejenak, akhirnya dia mengangkat gelas itu.
Liam meminum habis dalam satu teguk.
"Jangan minum."
Melalui tembok, Adriel bisa melihat
dengan jelas. Meskipun dia tidak melihat Liam menaruh sesuatu ke dalam
minumannya, dia bisa tahu ada yang tidak beres dengan minuman itu dari ekspresi
gelisah Liam.
Adriel sudah memberi peringatan,
tetapi Ana tidak bisa mendengarnya.
Melihat Ana langsung meminum habis
minuman di dalam gelasnya, Liam langsung tertawa puas.
"Dasar wanita bodoh! Cari
masalah sendiri hanya untuk pinjaman? Di mana kecerdasan dan kecerdikanmu
selama ini?" guman Liam dalam hati.
Adriel tidak bisa menahan diri untuk
berkomentar.
Dia selalu menganggap Ana sebagai
wanita yang cerdik dan pintar, tetapi sekarang setelah dia meminum segelas
minuman ini, dia terlihat sangat bodoh.
"Entah memang karena terpaksa
atau karena kekurangan uang, makanya dia berani mengambil risiko?" pikir
Liam.
Tampaknya kehidupan Ana beberapa
waktu ini sangat sulit.
Ana dan Liam masih makan dan minum,
sementara di ruangan lain, Yunna sudah lama menunggu Adriel. Dia pun langsung
keluar dan melihat Adriel sedang berdiri di koridor seolah-olah sedang
memikirkan sesuatu.
"Ngapain kamu di sini? Aku pikir
kamu sudah pergi."
Yunna menepuk pundak Adriel.
"Nggak apa-apa, ayo pergi."
Yunna merangkul lengan Adriel, lalu
berjalan keluar dari restoran.
Namun, Adriel agak tidak fokus. Dia
terus mengkhawatirkan Ana.
Bagaimanapun juga, sekarang Ana sudah
menjadi miliknya. Bagaimana dia bisa disentuh pria lain?
Adriel menemani Yunna naik ke lantai
atas hotel dengan lift. Malam ini seharusnya menjadi malam yang melelahkan
sekaligus menyenangkan, tetapi kehadiran Ana sedikit mengacaukan ritme.
Yunna mengeluarkan kartu kamarnya,
lalu membuka pintu. Namun, Adriel berdiri di depan pintu dan tidak masuk.
"Kenapa berdiri di depan pintu?
Nggak masuk?" tanya Yunna.
Yunna melemparkan tas yang
dipegangnya ke sofa, lalu menghampiri Adriel dan merangkul lehernya. Aroma
sampanye dan aroma parfum samar-samar tercium olehnya.
Dalam situasi normal, Adriel pasti
akan mengangkat Yunna dan langsung mulai " olahraga".
"Aku masih ada urusan, kamu juga
sudah minum banyak alkohol, jadi istirahatlah
lebih awal."
Adriel mengucapkan kalimat ini dengan
sangat tidak tulus. Dia diam-diam mengumpat Ana karena tidak sarapan dan makan
malam. Namun, pada saat ini, Ana malah makan bersama orang lain yang bahkan
punya niat jahat terhadapnya.
Sial! Kalau nanti tidak membuatnya
memohon ampun, akan sungguh mengecewakan diri sendiri!
Bagaimanapun juga, dia sudah menolak
permintaan Yunna. Hal ini membutuhkan kekuatan dan keberanian yang besar!
Setelah mendengar ucapan Adriel,
ekspresi Yunna langsung berubah, seolah-olah sulit memercayainya.
"Kamu yakin mau pergi?"
tanya Yunna sambil menengadahkan kepalanya.
No comments: