Bab 289
Tobby mengerti hal ini, lalu langsung
dengan tulus mengatakan, "Terima kasih Pak Adriel karena telah mengerti
kesulitanku. “
"Akupunktur masih harus berlangsung
sekitar 40 menit, nggak boleh dihentikan selama proses berlangsung. Bawahan
Joshua seharusnya sudah dekat, 'kan? Sekarang terserah kamu, Pak Tobby,"
kata Adriel.
Adriel pun tidak merasa kesal pada
trik kecilnya Tobby. Orang-orang yang bekerja di pemerintahan terbiasa cerdas
dalam menjaga diri sendiri. Kecuali jika itu melibatkan kepentingan mereka
sendiri, mereka tidak akan dengan mudah berselisih dengan orang lain.
Tobby mengangguk, "Nggak perlu
khawatir, Pak Adriel. Bahkan jika Joshua datang sendiri nanti, aku akan mencoba
segala cara untuk menghalanginya selama 40 menit."
"Aku nggak khawatir. Jika kamu
nggak bisa menghalanginya, yang berisiko adalah nyawa ayahmu," kata
Adriel.
Tobby sudah terbiasa dengan cara
bicara Adriel yang blak-blakan. Sebagai seseorang yang biasa mendengar pujian,
cara bicara Adriel ini terasa tidak nyaman bagi Tobby, tetapi setidaknya Adriel
sangat jujur.
Tobby pun segera berkata, "Pak
Adriel, nanti aku akan mencoba menunda waktu sebanyak mungkin. Kamu bisa pergi
melalui pintu belakang."
Tobby membawa sekretarisnya pergi ke
luar halaman, siap untuk menghalangi bawahan Joshua.
Di halaman hanya tersisa Shalina dan
Adriel.
Shalina bertanya dengan hati-hati,
"Pak Adriel, bisakah kita bicara sebentar?"
Adriel membuat isyarat setuju,
"Katakan saja, Bu Shalina."
"Sebenarnya aku masih ragu-ragu
untuk mengatakan ini. Tapi karena apa yang terjadi hari ini, aku nggak punya
cara lain selain mengatakannya," kata Shalina dengan ragu.
Shalina sebenarnya ingin berbicara
dengan Adriel sejak awal, hanya saja sebelumnya dia merasa sulit untuk membuka
mulut. Karena jika Adriel bisa menyembuhkan Bambang lagi, jelas dia telah
melakukan kebaikan besar pada keluarga Buana. Selain itu, keahlian medisnya
telah membawanya ke status dokter sakti. Itu membuat Shalina harus
memperlakukannya dengan serius, tidak bisa berbicara seperti dengan orang
biasa. Dia harus memperhatikan cara dan metodenya, tidak hanya untuk berbicara
dan mencapai tujuan, tetapi juga tidak bisa menyinggungnya.
Kejadian Adriel melukai Benny justru
memberikan kesempatan dan alasan kepada Shalina untuk berbicara.
Adriel tidak menginterupsi Shalina.
Dia terus mendengarkan.
"Aku harap kamu menjauh dari
putriku, Jessy," kata Shalina.
Adriel mengangkat satu jari,
menggaruk garuk dahinya dengan pelan. Dia lalu berkata dengan antusias,
"Apa aku dekat dengan putrimu? Aku hanya bertemu dengannya dua atau tiga
kali. Hubungan kami bahkan nggak bisa dianggap sebagai teman. Kalimat Bu
Shalina membuatku bingung."
Shalina sebenarnya sudah menyiapkan
kata- kata dengan baik. Dia ingin mengambil inisiatif dan menguasai situasinya.
Namun, tidak disangka perkataan Adriel langsung mengacaukan rencananya.
"Emm... Maksudku, aku harap
kalian menjaga jarak," jelas Shalina.
Shalina segera menyadari dan
menyesuaikan kata-katanya, berharap dapat mengendalikan pembicaraannya kembali.
"Tolong jelaskan dengan lebih
jelas, Bu," kata Adriel dengan tenang.
Shalina menjelaskan, "Pak
Adriel, aku tahu kamu sangat berbakat. Kamu masih muda, tapi sudah punya keahlian
medis yang luar biasa. Masa depanmu cerah. Jessy juga masih muda. Dia baru
mulai mengenal cinta. Waktu dia melihat pria yang begitu berbakat dan tampan
sepertimu, wajar saja kalau dia jatuh hati."
"Tapi kami bukan keluarga biasa.
Kami nggak bisa bertindak semaunya. Dia adalah anak pejabat. Pernikahannya
sudah diatur sejak lama dan nggak bisa diubah. Jadi, aku harap hubungan antara
kalian nggak makin dalam," sambung Shalina
Senyum tipis muncul di sudut bibir
Adriel.
Adriel tentu saja menyadari kesombongan
yang terpancar dari kata-kata Shalina, jelas bahwa dia masih meremehkannya.
Meskipun dirinya memiliki keahlian medis yang luar biasa, di mata Shalina, dia
tetaplah orang biasa, jauh lebih rendah dari orang - orang berkuasa, sehingga
dia tidak cocok untuk putrinya.
Adriel tidak pernah menghiraukan
keangkuhan semacam ini. Dia tetap tenang dan berkata dengan santai, "Apa
maksud Bu Shalina adalah Nona Jessy menyukaiku?"
"Benar sekali! Gadis ini telah
dididik dengan ketat sejak kecil. Dia elum pernah pacaran dan mudah jatuh
cinta. Sebenarnya dia nggak mengerti tentang cinta. Pak Adriel adalah orang
yang bijaksana, pasti bisa memahami kesulitanku sebagai orang tua, ' kan?"
Kata-kata Shalina terdengar tidak ada
masalah, tidak dapat ditemukan kesalahan dalam kalimatnya. Namun, keangkuhan di
antara kata-kata dan tindakannya tidak bisa disembunyikan.
"Aku sangat mengerti,"
jawab Adriel sambil menganggukkan kepalanya sedikit.
No comments: