Bab 291
Shalina sangat marah, tetapi hanya
sebatas marah saja karena dia tidak bisa berbuat apa -apa terhadap Adriel.
Sebagai istri dari seorang direktur
divisi, Shalina terbiasa berada di posisi yang lebih tinggi. Dia awalnya
berpikir bahwa dia bisa dengan mudah mengendalikan Adriel dalam percakapan kali
ini dan memegang kendali penuh. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, Adriel
justru menegurnya dan membuatnya sangat malu.
Adriel menutup matanya, tidak
menghiraukan Shalina yang ekspresi wajahnya sudah berubah tidak baik karena
marah.
"Huh! Mau mengendalikanku ? Apa
kamu nggak tahu kalau aku sangat kuat? Kamu nggak akan bisa mengatasinya meski
kamu mau mengendalikan!"
Adriel sama sekali tidak
memperhatikan ucapan Shalina.
Pada saat itu, di luar gedung
peristirahatan, mobil-mobil militer dari garnisun melaju dengan cepat.
Dalan Susanto, wakil di bawah Joshua,
langsung memimpin pasukannya begitu tiba.
"Kepung gedung peristirahatan
ini, jangan biarkan seekor lalat pun keluar!" perintah Dalan.
Dalan duduk di mobil sambil memberi
perintah melalui protofon.
Dari truk militer, sekelompok tentara
garnisun bersenjata lengkap segera turun, lalu mulai mengepung gedung
peristirahatan. Pemandangan ini tampak sangat menakutkan.
Di Kota Silas, hanya ada dua orang
yang bisa menggerakkan pasukan sebesar ini.
Yang pertama adalah Wali Kota
Yudhistira, sementara yang kedua adalah Jenderal Garnisun Joshua.
Namun, Yudhistira hanya bisa
menggerakkan pasukan dari Departeman Keamanan Kota, yang kekuatan tempurnya
jauh lebih lemah dibandingkan dengan pasukan garnisun.
"Masuk!" ujar Dalan.
Dalan memberi isyarat dengan jarinya,
sementara jip militer yang ditumpanginya langsung memasuki gedung
peristirahatan. Penjaga gerbang segera mengangkat palang pintu untuk memberikan
akses tanpa berani bertanya sedikit pun.
Berita bahwa putra Jenderal Garnisun
Joshua dipukuli hingga terluka parah di gedung peristirahatan ini sudah
menyebar luas. Terutama di kalangan staf gedung peristirahatan, hampir semua
orang sudah mendengarnya.
Melihat para tentara garnisun yang
datang dengan penuh amarah, mereka langsung tahu tujuan kedatangan mereka.
Di mana pun tentara garnisun lewat,
semua orang harus mundur tiga langkah.
Dalan langsung menuju ke halaman
tempat tinggal Bambang. Pada saat itu, Tobby dan sekretarisnya sedang berdiri
di depan pintu.
"Pak Tobby, apa pelaku yang
melukai Pak Benny ada di dalam?" tanya Dalan.
Tobby tidak menyembunyikannya. Dia
mengangguk sambil menjawab, "Ya."
Dalan berkata, "Kalau begitu,
mohon izin Pak Tobby untuk membiarkan kami masuk menangkap pelakunya."
"Bisa, tapi harus menunggu dua
puluh menit," balas Tobby.
"Dua puluh menit? Pelaku itu
pasti sudah kabur! Aku harus menangkapnya sekarang," ujar Dalan.
Perintah yang diterima Dalan adalah
menangkap pelaku segera tanpa penundaan.
"Dengan gaya kerja kalian di
garnisun, pasti kalian sudah mengerahkan pasukan untuk mengepung gedung ini.
Dia nggak akan bisa lari, 'kan? Apa yang kamu khawatirkan ?" balas Tobby.
Karena ini menyangkut kesehatan
ayahnya, Tobby tentu tidak akan mudah menyerah.
"Pelaku ini sangat berbahaya.
Dia juga memiliki kemampuan bertarung yang baik. Para tentara di luar mungkin
nggak akan bisa menahannya. Kita nggak boleh melewatkan kesempatan terbaik
untuk menangkapnya," jelas Dalan.
Dalan hanya mendengarkan perintah
dari Joshua. Bahkan Wali Kota Yudhistira pun tidak akan dia hiraukan!
"Ayo, masuk dan tangkap
pelakunya!" perintah Dalan.
Dengan perintah Dalan, para tentara
di sampingnya bersiap untuk menerobos masuk, lalu menangkap pelaku.
Tobby menarik pistol dari pinggang
sekretaris sekaligus pengawalnya, lalu dengan dingin berkata, "Ini adalah
tempat ayahku beristirahat. Siapa pun yang berani maju satu langkah saja, akan
aku tembak mati!"
Tobby mengarahkan pistolnya ke salah
satu tentara di depan, membuat mereka tidak berani maju lebih jauh.
"Pak Tobby, kamu benar-benar mau
melawan kami di wilayah garnisun?"
No comments: