Bab 301
Adriel tiba-tiba merasa senang ketika
mendengar ucapan Andrian.
"Dokter Andrian, kamu ingin aku
terkena masalah, ya? Kamu pikir aku itu dokter jaga di rumah sakitmu?"
ucap Adriel dengan nada sinis.
"Ah... aku... Pak Adriel, aku
nggak akan berani meminta bantuanmu kalau bukan karena terpaksa. Joshua itu
sangat kejam. Tolong selamatkan kami."
Andrian hampir menangis saking
gelisahnya. Begitu terpikir akan ditangkap dan dipenjarakan di penjara
garnisun, dia langsung bergidik ngeri.
Lalu, Adriel bertanya sambil
tersenyum, " Apa kamu tahu kenapa Pak Benny bisa terluka?"
"Katanya dia dipukul
orang," jawab Andrian.
Adriel terus bertanya dengan ekspresi
tersenyum, "Lalu, apa kamu tahu siapa yang memukulnya?"
"Aku nggak tahu bajingan mana
yang berani mencelakainya sampai dokter-dokter yang nggak bersalah seperti kami
juga ikut terlibat. Memang bajingan!" umpat Adrian dengan nada keras.
Adriel langsung mengernyit sembari
berkata, "Bajingan yang barusan kamu sebut itu aku!"
Andrian langsung tertegun sejenak,
kemudian mengangkat tangannya dan menampar dirinya sendiri.
"Pak Adriel, maaf, aku nggak
bermaksud begitu. Aku juga nggak tahu orang yang berani menantang orang-orang
berkuasa ternyata adalah Pak Adriel. Seperti yang kukatakan, di Kota Silas ini
nggak ada orang seberani Pak Adriel yang rela berjuang demi keadilan dan
melawan orang-orang berkuasa!"
Andrian berpikir keras, kemudian
segera memberikan pujian palsu.
Namun saat ini, ekspresi Andrian
terlihat sangat getir. Adriel adalah orang yang mencelakai Benny, jadi Adriel
pasti tidak akan membantu mengobatinya.
Adriel langsung mematikan telepon
karena malas mendengar bualan Andrian.
Andrian memegang ponselnya dengan
ekspresi sedih. Dia ingin menangis, tetapi tidak bisa. Bahkan, dia tidak berani
kembali ke kantor.
"Ayah, apa yang terjadi? Kenapa
kamu terlihat sedih begitu?"
Ketika keluar dari lift dan melihat
Andrian sedang duduk terkulai di kursi seperti orang yang kehilangan semangat,
Aurel Purnama merasa sangat khawatir.
Aurel, yang mengenakan blus lengan
panjang berwarna putih dan dipadu dengan rok berenda, berjalan menghampiri
Andrian dengan sepatu hak tingginya. Dia berusia sekitar dua puluh tujuh atau
dua puluh delapan tahun. Bentuk tubuh dan auranya terlihat sangat menarik.
"Ayah baik-baik saja. Kenapa
kamu kembali? "tanya Andrian.
Ketika melihat putrinya, Andrian
langsung menyimpan emosinya. Dia berusaha untuk tetap tersenyum.
Aurel pun menjawab, "Aku líbur
tiga hari, jadi aku pulang untuk melihat kalian."
"Kamu pulang ke rumah dulu saja,
Ayah masih ada urusan," ucap Andrian sebelum masuk ke kantor.
Aurel yang tampak bingung pun
bergumam, "Hari ini Ayah kenapa? Biasanya waktu aku pulang, dia sangat
senang."
Aurel berjalan ke depan pintu kantor,
lalu menguping pembicaraan di dalam.
Di dalam kantor, Joshua menerima
laporan dari bawahannya yang mengonfirmasi bahwa Adriel sudah melarikan diri,
sementara Pak Pratikno aman.
Ketika melihat Andrian kembali,
Joshua langsung bertanya dengan ekspresi tidak senang, "Kapan dokter yang
kamu bicarakan itu datang?"
Andrian dengan berani berkata,
"Dia menolak untuk mengobati Pak Benny."
"Apa?"
Joshua menatapnya sembari berkata
dengan marah, "Dia pikir dia siapa? Beraninya menolak perintahku. Apa dia
sudah bosan hidup?"
Andrian menelan ludahnya, kemudian
berkata, "Dia ... adalah orang yang melukai Pak Benny."
Ketika Andrian melontarkan kalimat ini,
semua orang langsung bingung.
"Andrian, jangan main-main
denganku, ya. Percaya, nggak, aku akan menjebloskanmu ke penjara?"
No comments: