Bab 303
"Aku nggak mau! Aku nggak takut
padanya! Apa hebatnya Jenderal Garnisun itu?"
Espresi Aurel tampak sombong dan
keras kepala. Dia sama sekali tidak menganggap serius perkataan Andrian.
Bahkan, Aurel menjulurkan lidahnya pada Andrian dan berkata bahwa dia tidak
takut pada apa pun. Hal ini membuat Andrian sangat marah dan merasa tidak
dihargai.
"Dokter Andrian, apa yang harus
kita lakukan?"
Ekspresi para dokter di kantor satu
per satu tampak menjadi makin muram.
"Cepat! Kalian siap-siap untuk operasi
dulu. Lakukanlah yang terbaik. Kalau nggak, kalian semua akan mati."
Andrian merasa sangat tertekan.
Sekarang, dia tidak hanya mengkhawatirkan dirinya sendiri, tetapi juga
mengkhawatirkan putri kesayangannya.
Beberapa dokter pergi dari kantor
dengan ekspresi muram, sementara Aurel berinisiatif untuk memijat punggung
Andrian.
Dia bertanya, "Ayah, sebenarnya
apa yang terjadi? Ceritakanlah padaku
Sebagai pembawa acara stasiun TV,
Aurel memiliki kemampuan yang tajam dalam menangkap berita. Sejujurnya, dia
sangat suka bergosip. Aurel menduga jika dirinya bisa melaporkan masalah ini
secara eksklusif, pasti akan mendapatkan banyak perhatian dan mendapat pujian
dari pimpinannya.
Andrian menghela napas dengan berat.
Lalu, dia pun menceritakan kepada Aurel tentang kejadian Adriel yang memukul
Benny.
"Aku benar, 'kan? Jenderal
Garnisun itu nggak ada hebatnya. Lihat, bahkan ada yang berani memukul
putranya."
Aurel tiba-tiba menjadi tertarik pada
orang yang belum pernah dia temui sebelumnya
Andrian juga tidak mengerti.
Bagaimana bisa Adriel yang begitu baik ini memukul Benny sampai separah itu?
Tindakannya benar- benar kejam, nyalinya juga sangat besar. Apakah dia tidak
tahu Benny itu anak dari Jenderal Garnisun?
Namun, dari nada bicaranya di telepon
tadi, Adriel jelas tahu.
"Itu beda. Memangnya kita bisa
dibandingkan dengannya?"
Andrian sangat marah. Dengan pola
pikir Aurel yang seperti ini, cepat atau lambat pasti akan mendapat masalah.
"Apa bedanya? Memangnya Pak
Adriel ini monster yang punya tiga kepala dan enam lengan?" ucap Aurel
dengan tegas.
"Kamu ini, besar sekali cakapmu.
Apa kamu mau membuat Ayah marah?" tegur Andrian sambil menatapnya dengan
mata terbelalak.
"Memang begitu, kok. Memangnya
dia punya tangan, mata, dan telinga yang lebih banyak dariku?"
"Dia itu seorang mahaguru bela
diri," kata Andrian.
"Mahaguru bela diri apa, sih?
Aku ... Tunggu sebentar... Ayah bilang dia mahaguru bela diri? Sekarang dia
umur berapa?"
Aurel baru menyadarinya.
"Sekitar dua puluh tahun. Pokoknya
dia lebih muda darimu," jawab Andrian.
"Nggak mungkin! Ayah, jangan
bohong, ya. Meskipun aku bukan ahli bela diri, aku tahu betapa sulitnya menjadi
mahaguru bela diri. Di provinsi Nambia, paling hanya ada beberapa orang
mahaguru bela diri yang berusia dua puluh tahunan," ujar Aurel.
"Ngapain aku berbohong padamu?
Dia bukan hanya seorang mahaguru bela diri, tapi juga seorang dokter sakti yang
ahli dalam pengobatan. Di seluruh provinsi Nambia, nggak ada yang bisa
menandingi keahliannya dalam bidang kedokteran."
Andrian merasa dia harus membuat
putrinya yang sombong ini tahu bahwa setiap orang berbeda.
"Ayah, omonganmu makin nggak
masuk akal. Mungkin memang benar ada mahaguru bela diri yang berusia dua
puluhan. Tapi, bagaimana mungkin dia juga punya keahlian medis yang luar biasa?
Kalau bicara tentang dokter sakti sejati di Nambia, aku hanya mengakui Tuan
Cedric."
Dulu, Aurel pernah mewawancarai
Cedric secara khusus. Jadi, Aurel sangat yakin dengan keahlian medisnya.
Apalagi keahlian medis Cedric juga diakui di Nambia.
Andrian pun berkata dengan sinis,
"Cedric? Kebetulan sekali. Beberapa hari yang lalu, dia datang ke rumah
sakit kita dan melihat langsung keahlian medis Pak Adriel. Dia sangat kagum dan
ingin sekali menjadi murid Pak Adriel."
"Ayah, kamu kira aku akan
percaya? Aku bukan anak kecil berusia tiga tahun lagi!"
"Mana ada tokoh seperti itu di
Kota Silas? Kalau memang ada, dia pasti sudah terkenal di Nambia. Bagaimana
mungkin aku nggak tahu?"
Aurel merasa Andrian telah berbohong
padanya tanpa memedulikan logika dan akal sehat.
Andrian tidak bisa berkata-kata.
Namun, dia dengan cepat merasa tenang. Tidak apa-apa jika Aurel tidak percaya.
Kalau Andrian tidak mengalaminya sendiri dan melihat dengan mata kepalanya
sendiri, dia juga tidak akan percaya.
No comments: