Bab 305
Aurel kembali berkata, "Lagi
pula, aku hanya bercanda. Seorang mahaguru seharusnya tidak akan
mempermasalahkan hal kecil seperti ini, 'kan?"
Aurel sama sekali tidak merasa
bersalah atau menunjukkan penyesalannya karena teguran dari Andrian barusan.
Dia malah menyindir Adriel dengan perkataannya.
Adriel juga menyadari kalau Aurel
seperti setangkai bunga yang dijaga dengan sangat baik, hingga membuatnya tidak
tahu batas.
"Kamu benar, aku ini orangnya
sangat suka mempermasalahkan hal-hal kecil. Lagi pula, seberapa tinggi
derajatmu? Apakah kamu pantas bercanda denganku?" ujar Adriel dengan terus
terang. Dia tidak akan membiarkan gadis manja seperti Aurel bertindak
sesukanya.
Aurel juga tidak menyangka kalau
Adriel akan berkata seperti ini dan suasana tiba - tiba menjadi canggung.
Aurel kembali berkata dengan nada
tidak puas, "Kamu benar-benar tidak sopan!"
"Kamu sengaja menyiramku dengan
air panas, terus kamu bilang aku yang tidak sopan?" tanya Adriel dengan
nada dingin.
"Aku hanya ingin membuktikan
identitasmu saja. Kalau kamu benar-benar seorang mahaguru, ini juga tidak akan
melukaimu," jawab Aurel dengan tegas.
Adriel kembali bertanya, "Jadi,
kalau aku bukan seorang mahaguru, aku pantas disiram air panas?"
"Kalau kamu bukan mahaguru,
berarti kamu sama saja berbohong dan menipu semua orang. Kamu pantas diberi
hukuman seperti ini," jawab Aurel dengan ekspresi yang tegas dan sama
sekali tidak merasa bersalah.
"Apakah kamu merasa dirimu
sangat pintar? " tanya Adriel dengan nada dingin.
"Dari aku kecil, semua orang
selalu memuji kepintaranku. Kamu tidak perlu mengingatkan hal ini lagi,"
jawab Aurel dengan bangga.
"Aurel, diamlah, cepat minta
maaf kepada Pak Adriel," ujar Andrian dengan penuh amarah.
Adriel kemudian memberikan isyarat
kepada Andrian untuk tidak mengganggu.
Dia ingin memberikan pelajaran kepada
Aurel yang sombong ini.
Adriel bangkit berdiri, lalu berkata
dengan sikap meremehkan, "Hanya kamu sendiri yang menganggap dirimu
pintar. Masih dengan perkataan yang sama, seberapa tinggi derajatmu? Atas dasar
apa kamu memamerkan kecerdasanmu di depanku?"
Setelah mengatakan itu, Adriel
langsung menarik lengan Aurel ke balkon.
"Apa yang kamu lakukan? Sakit
sekali, cepat lepaskan aku!" teriak Aurel kesakitan.
"Kita berada di lantai enam
belas, kalau aku melemparmu dari sini, apakah kamu akan mati?" tanya
Adriel.
"Kamu berani?" teriak Aurel
dengan tegas.
"Aku bahkan berani memukul anak
Jenderal Garnisun sampai terluka parah. Kenapa aku tidak berani melemparmu dari
sini?" ujar Adriel sambil mengarahkan tubuh Aurel ke arah luar balkon.
Situasi saat ini akhirnya membuat Aurel ketakutan hingga wajahnya menjadi pucat.
"Dengan alasan apa kamu
melemparku ke bawah? Kamu melakukan pembunuhan dengan sengaja! Itu melanggar
hukum!" ujar Aurel.
Meski Aurel merasa takut, dia tetap
bersikap keras kepala. Hanya saja, Aurel dikhianati oleh ekspresi wajahnya
sendiri.
"Aku mendengar kalau kamu bisa
terbang, tapi aku tidak percaya. Jadi aku ingin mencobanya. Kalau kamu
benar-benar bisa terbang, kamu tidak akan mati," ujar Adriel.
"Aku tidak bisa terbang,"
jawab Aurel dengan panik.
"Kalau begitu, ini adalah
hukumanmu karena sudah berbohong dan menipu orang lain. Kamu pantas mendapat
hukuman ini," ujar Adriel.
Adriel mengembalikan argumen Aurel
tadi dengan cara yang sama sekali tidak berubah, membuat Aurel merasa malu dan
bersalah.
No comments: