Bab 869
Sekarang, dia harus fokus berlatih.
Kekuatan adalah segalanya!
Namun, saat ini....
Adriel berkata dengan ekspresi rumit,
"Aku harus pamit dulu. Aku mau pergi menemui seseorang..."
"Nggak apa-apa, Pak Adriel.
Pergilah."
Sepertinya Jasai tahu apa yang akan
dilakukan oleh Adriel. Dia pun menghela napas. Adriel sudah menanggung banyak
beban ...
Adriel keluar, lalu pergi ke
kamarnya. Sesuai dengan instruksinya sebelum pingsan, mamanya Handi ditempatkan
di sini agar bisa mendapatkan perlindungan...
Setelah sampai di depan pintu
kamarnya, Adriel mengangkat tangan untuk meminta penjaga agar memberinya jalan.
Dia memegang pegangan pintu, tetapi merasa ragu. Dia merasa sulit untuk
menghadapi Camelia.
Bagaimanapun juga, dialah yang paling
bertanggung jawab atas kematian Handi!
Namun pada akhirnya, dia membuka
pintu kamar dengan ekspresi putus asa, lalu masuk ke dalam.
Di dalam kamar, tirai ditutup rapat.
Benar-benar sangat gelap.
"Pergi! Keluar dari sini! Jangan
mengganggu Handi. Handi nggak bisa melihat cahaya!"
Mata Camelia yang dulunya indah kini
tampak memerah. Rambutnya juga berantakan.
Sepertinya, beberapa hari ini dia
tidak tidur. Dia memeluk erat jenazah Handi di tempat tidur.
"Jangan takut, ada Ibu di sini.
Ibu akan melindungimu | Nggak ada yang bisa melukaimu!"
Dulu, dia sangat lemah lembut dan
cantik. Sekarang, dia seperti seekor singa betina yang melindungi anaknya
dengan sekuat tenaga.
Adriel berdiri di sana dan tidak
mendekat lagi. Dengan ekspresi rumit, dia berkata, "Bu Camelia, aku minta
maaf padamu. Handi meninggal karena aku."
Camelia memeluk Handi erat erat.
Sepertinya dia tidak mendengar perkataan Adriel. Tatapannya kosong.
Adegan ini membuat Adriel makin
tertekan. Dia mengepalkan tangannya dengan erat sambil berkata, "Bu
Carmelia, masalah ini terjadi karena aku! Aku akan membawa Sugi ke hadapanmu
agar kamu bisa membalas dendam!"
Pada saat itu, Camelia baru sedikit
bereaksi. Dia menatap Adriel, lalu berkata dengan nada lirih, " Kenapa?
Kenapa aku bisa bertemu denganmu, Adriel..."
Kamu pergi saja, aku tidak ingin
bertemu denganmu lagi.
Camelia tampak sangat sakit hati.
Sekarang, perasaannya terhadap Adriel sangat rumit. Pada awalnya, Adriel
menyelamatkan mereka berdua, tetapi kemudian, Handi terlibat oleh Adriel dan
meninggal.
Dia tidak tahu apakah dirinya harus
berterima kasih kepada Adriel atau harus membenci Adriel. Perasaannya campur
aduk, membuatnya tidak bisa menghadapi Adriel.
Pada saat ini, dia tidak bisa
mendengarkan apa pun. Dia bergumam, "Mungkin semua ini salahku. Sejak
awal, aku nggak seharusnya meminta bantuanmu untuk menghadapi Elion. Iya, semua
ini salahku..."
Dia berbicara sambil menangis. Dia
terlalu baik untuk membenci Adriel yang telah membantunya. Pada akhirnya, dia
menyalahkan dirinya sendiri atas segala yang terjadi.
"Mungkin aku juga harus mati
untuk menemani Handi. Dia pasti merasa sangat kesepian dan ketakutan di bawah
sana. Mungkinkah ada anak- anak lain yang mengganggunya..."
Melihat situasi ini, ekspresi Adriel
seketika berubah. Dia segera mendekat, lalu menarik lengan wanita itu sambil
berkata, "Bu Camelia, tenanglah. Aku punya cara untuk membuat Handi hidup
kembali."
"Hidup kembali?"
Mendengar hal ini, mata Camlia
langsung berbinar, seperti orang tenggelam yang menemukan jerami penyelamat.
Dia meraih lengan Adriel, lalu berkata dengan suara gemetar, "Kamu, kamu
benar-benar punya cara? Nggak, kamu nggak mungkin punya cara. Walaupun kamu
adalah dokter sakti, kamu nggak bisa menghidupkan orang yang sudah mati. Tapi,
tapi bagaimana kalau ...."
Dia agak kebingungan, tetapi tidak
mengherankan juga. Meskipun dia tahu identitas Adriel, dokter sakti pun tidak
bisa menghidupkan orang yang sudah mati.
Namun, ketika seseorang yang putus
asa dan terjebak dalam kegelapan melihat seberkas cahaya, tidak peduli apakah
itu nyata atau hanya ilusi, dia berharap itu nyata dan akan berusaha keras
untuk mendapatkannya.
"Aku nggak akan menipumu! Tapi,
Handi yang bangkit kembali akan menjadi bentuk kehidupan yang berbeda...
No comments: