Bab 887
"Bermimpi saja!"
Saat berbicara sampai sini.
Mata Dennis memerah. Pria tua ini
seolah dipenuhi dengan kebencian, seolah dia ingin memusnahkan seluruh keluarga
Lavali.
Bahkan Junet yang telah lama berada
di medan perang, saat ini merasa ketakutan. Pria tua ini pasti sudah membunuh
banyak orang saat mengikuti Dito di masa lalu.
Sekarang, Junet memahami sikap pria
tua itu terhadap Gary Tak Terkalahkan.
Karena Dito saat itu memberi perintah
untuk memutuskan hubungan dengan keluarga Lavali. Kemudian, sejak saat itu
mereka tidak ada hubungannya satu sama lain lagi. Dennis setia pada perintah
tersebut dan tidak dapat membalas secara terang-terangan.
Dennis tidak punya pilihan selain
menggunakan Junet sebagai alat untuk membalas dendam.
"Pak Dennis, tenanglah... "
Junet berusaha berbicara dengan
hati-hati.
Dennis menarik napas dalam-dalam,
menenangkan diri, lalu berkata dengan dingin, "Karena Tuan bersumpah untuk
memutuskan semua hubungan dengan keluarga Lavali, kalau begitu ya sudah!"
"Aku pikir Gary Tak Terkalahkan
masih memiliki hati nurani. Dia kembali untuk mengatur anggota keluarga Lavali.
Sepertinya aku melakukan kesalahan dengan membiarkan kamu merancang rencana
untuk mencelakai Gary Tak Terkalahkan dengan racun dingin. Nggak perlu
menargetkan dia lagi ke depannya."
"Gary Tak Terkalahkan bisa
dibebaskan dari hukuman mati, tapi dia nggak bisa menghindari hukuman berat
lainnya. Ke depannya kamu masih harus merebut posisinya!"
"Mengerti
Ketika Junet mendengar ini, hatinya
terasa dingin. Menurutnya, jika tidak membunuh Gary Tak Terkalahkan maka hanya
akan menjadi bencana.
Namun, perkataannya tetap harus
dihormati.
Sambil berpikir, Junet dengan
hati-hati mengingatkan, "Tapi aku nggak tahu di mana tuanmu? Kenapa kamu
nggak membiarkan dia bersembunyi ? Kalau kita terus terlihat seperti ini, ayah
angkatku pada akhirnya akan menemukannya.
Dennis menatapnya dengan tenang,
"Kamu mencari tahu padaku di mana tuanku?"
"Aku nggak berani!"
Junet menyahut dengan cepat.
"Aku nggak peduli apa kamu
berani atau nggak."
Dennis mencibir dan berkata,
"Hanya beberapa bawahannya yang tahu di mana tuanku. Tapi dalam beberapa
tahun terakhir, setelah mereka pergi mengunjungi Tuan, mereka kehilangan kontak
dengan kami. Tampaknya mereka bersembunyi bersama Tuan."
"Apa ada banyak rekan?"
tanya Junet dengan rasa ingin tahu.
"Saat itu, tuanku memerintahkan
300 ribu pasukan terlatih. Tentu saja, ada banyak ahli di bawah komandonya.
Sekarang mereka tersebar di mana mana. Tapi setelah Tuan pensiun, semua orang
nggak bisa berbuat apa-apa dan hanya melakukan kontak sesekali."
Berbicara tentang ini, Dennis
menghela napas dan kembali berkata, "Tuan cuma merasa kecewa. Kalau dia
mengangkat tangannya lagi, dia masih bisa segera membentuk kekuatan yang lebih
kuat daripada keluarga Lavali yang sekarang. Sayang sekali dia... "
Kemudian, Dennis mengumpat dengan
ekspresi marah di wajahnya, "Bagaimanapun, itu semua adalah kesalahan para
penjahat dari keluarga Lavali ini!"
"Ternyata begitu..." jawab
Junet. Dia merasa iri setelah mendengar ini. Dia ingin memberi tahu Dito,
jangan menyia-nyiakan sumber daya yang bagus ini. Kenapa tidak membahasnya dulu
dengan yang lebih muda?
Contohnya aku?
Setelah membicarakan kejadian masa
lalu dalam satu tarikan napas, Dennis tampak terbawa emosi dan berkata dengan
kesal, "Masalah Adriel itu cuma masalah kecil. kamu harus menanganinya
secepat mungkin!"
"Nggak usah membunuhnya kalau
nggak bisa. Lagi pula, tuanku belum pernah menyakiti orang yang nggak bersalah
sebelumnya. Adriel itu cuma seorang dokter yang membantu masyarakat dengan hati
yang tulis. Dia hanya nggak bermaksud menghalangi jalan, cukup usir dia pergi
saja."
"Dimengerti! Aku bisa segera
menyelesaikannya!"
Junet menyahut dengan cepat.
"Pergilah."
Dennis memerintah dengan lembut.
Setelah dia pergi, Dennis melihat ke
arah danau seraya menghela napas pelan dan bergumam, "
Tuan, aku nggak tahu bagaimana
keadaanmu sekarang. Aku tahu kalau kamu sudah memutuskan hubungan dengan
keluarga Lavali. Kamu bilang kalau kita nggak akan pernah berutang satu sama
lain. Kamu sudah nggak ingin membalas dendam pada keluarga Lavali, tapi aku
benar-benar nggak bisa menahannya..."
"Aku bersedia kalau kamu memang
ingin membunuh atau memotongku sekalipun. Asalkan aku bisa melihatmu sekali
lagi dalam hidupku
"Selain itu, Tuan Muda ... dia
seharusnya sudah berumur dua puluhan sekarang. Kami para orang tua sangat ingin
bertemu dengannya sekali lagi..."
No comments: