Membakar Langit ~ Bab 892

 

Bab 892

 

Meri adalah seorang mahasiswi dari keluarga miskin. Orang tuanya adalah petani dan keduanya sedang sakit. Dia berhasil lulus ujian dengan susah payah untuk masuk ke program pascasarjana, lalu menjadi teman sekelas Aurel.

 

Hari ini, Aurel membawa Meri dan beberapa mahasiswi miskin lainnya untuk berbelanja, berharap bisa membuat mereka senang selama sehari.

 

Namun, sekelompok bajingan itu!

 

Mereka berani menculik orang di siang hari bolong, bahkan setelah Aurel menyebutkan nama Adriel, Nando yang memimpin mereka hanya tertegun sebentar, tidak peduli sama sekali!

 

Beberapa pria kaya yang hanya mengenakan sedikit pakaian duduk di sofa, minum-minum sambil beristirahat.

 

Salah satu dari mereka tertawa mengejek, lalu berkata, "Kalian benar-benar bodoh dan naif. Siapa bilang kalau kalian nggak menyinggung kami, kalian akan baik-baik saja? Apa kalian tahu siapa kami?"

 

"Kami adalah tuan kalian! Tuan yang sedang menikmati peliharaannya. Kenapa perlu menunggu kalian menyinggung kami dulu? Siapa suruh kalian cantik?" lanjutnya.

 

"Sejujurnya, mahasiswi seperti kalian jauh lebih murni. Setelah diberi sedikit obat, kalian lebih liar daripada para pelacur itu," tambahnya lagi.

 

Di bawah tempat tidur, ada tiga mayat wanita tanpa busana dengan tubuh penuh memar serta bekas jarum di lengan mereka. Di lantai, ada beberapa jarum suntik. Mereka disuntik dengan dosis besar obat perangsang sebelum meninggal.

 

"Sialan, makin kamu berteriak, makin aku bersemangat!"

 

Mendengar teriakan Aurel, Nando tampak mempercepat gerakannya. Akhirnya, dengan sebuah erangan rendah, tubuh Meri bergetar hebat, lalu darah berbusa keluar dari mulutnya.

 

Dalam momen terakhir hidupnya, kilauan samar kembali ke mata Meri. Dia memandang Aurel, lalu bergumam pelan, "Ke... kenapa, Kak Aurel... Sepanjang hidupku... aku nggak pernah berbuat jahat. Kenapa

 

Dia berbicara dengan suara terputus-putus, sementara cahaya di matanya perlahan menghilang. Matanya yang setengah terbuka tetap menunjukkan keputusasaan serta kebingungan sampai kematiannya.

 

"Meri..."

 

Aurel memandangi wajahnya, hatinya bergetar hebat, tubuhnya gemetaran, sementara dia memegangi kepalanya. Aurela seakan tidak mampu menerima kenyataan ini.

 

Meri hanyalah seorang mahasiswi miskin, yang tidak berarti apa-apa dalam masyarakat ini. Mungkin kematiannya tidak akan diperhatikan oleh siapa pun.

 

Meri tidak pernah mengeluh, tidak pernah melawan, juga dengan patuh menjalani hidup sederhananya. Dia bekerja paruh waktu untuk menghasilkan sedikit uang yang bisa membuatnya bahagia selama beberapa hari, karena itu berarti orang tuanya bisa bekerja lebih sedikit di ladang.

 

Orang tuanya benar-benar kelelahan.

 

Hari ini adalah hari yang menyenangkan. Aurel yang menjaganya membawanya keluar untuk berbelanja. Meri merasa sangat senang bisa makan hidangan mewah yang biasanya tidak berani dia beli.

 

Dia mendambakan kehidupan di kota besar, berharap dengan kerja keras serta kemampuannya, dia bisa bertahan di kota ini.

 

Dia bermimpi suatu hari bisa membawa orang tuanya, yang selalu bekerja keras di ladang, untuk melihat kehidupan di kota besar. Itu adalah tujuan hidupnya.

 

Namun, di balik kemewahan kota ini, tersembunyi kegelapan yang dapat dengan mudah menelannya.

 

Orang-orang besar bisa menghancurkan semua kebanggaan dan mimpi kecilnya dengan mudah.

 

Tidak ada alasan, hanya karena Nando memiliki kemampuan untuk melakukannya.

 

"Hebat, Pak Carlo!"

 

Seruan penuh kegembiraan dari para pria kaya menggema di ruangan itu. Nando menendang mayat Meri dari tempat tidur, lalu mengenakan ikat pinggangnya dengan wajah yang terlihat sangat puas.

 

"Itu belum seberapa! Wanita yang sudah aku bunuh cukup untuk memenuhi setiap kamar di Klub Platinum!" kata Nando dengan bangga.

 

Aurel tidak lagi mendengar kata-kata itu. Dia hanya menatap kosong pada mayat Meri dan yang lainnya. Tanpa sadar, air mata darah mengalir dari matanya.

 

"Meri, maafkan aku, maafkan aku..."

 

Tangan Aurel terkepal erat, kuku tajamnya menancap ke telapak tangannya, tetapi dia tidak merasakan apa-apa. Dalam pikirannya yang kacau, hanya ada satu pikiran yang tersisa.

 

"Aku nggak akan melepaskan kalian meski aku mati!

 

" ujar Aurel

 

Aurel tiba-tiba mengangkat kepalanya. Matanya yang penuh darah menatap semua orang dengan penuh amarah. Suaranya yang keras seperti teriakan arwah dari neraka, menuntut nyawa mereka!

 

"Kalau kamu nggak berteriak seperti itu, aku hampir lupa denganmu. Sekarang giliranmu, ya," ujar Nando.

 

Nando tersenyum sambil berjalan menuruni tubuh Meri, lalu mendekati Aurel. Dia menjilat bibirnya, menatap Aurel dengan penuh kegembiraan, lalu berkata, "Benar, tadi kamu bilang kalau kamu wanitanya Adriel, ya?"

 

"Pak Nando, aku dengar Adriel pernah menyinggungmu. Wanita ini harus kita nikmati dengan baik. Bagaimana kalau kita berikan dosis lebih banyak?"

 

Salah seorang anak buahnya dengan penuh semangat mengeluarkan jarum suntik besar, lalu menekannya pelan hingga sedikit cairan keluar dari jarum itu!

 

"Apa kamu bodoh? Si bajingan Adriel masih harus merawat tubuhku. Membunuh wanita ini akan sia- sia!" maki Nando sambil memelototi anak buahnya.

 

Kemudian, dia menatap Aurel dengan senyum licik, lalu berkata, "Tapi meski dia nggak harus mati, dia nggak akan lolos dari hukuman!"

 

"Seperti biasa, kita mainkan kereta api!"

 

"Pak Nando sangat kreatif!" kata para anak buahnya sambil tertawa kegirangan.

 

Permainan kereta api berarti mereka akan bergantian memperkosa seorang wanita, lalu akhirnya melihat siapa yang berhasil menghamilinya. Orang yang menang akan bertanggung jawab mengatur permainan berikutnya.

 

Di antara semua wanita yang pernah mereka permainkan, Aurel adalah yang paling luar biasa!

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 892 Membakar Langit ~ Bab 892 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 25, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.