Bab 901
"Kamu mau ganti rugi?"
tanya Adriel yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Iya, iya! Aku yang akan ganti
rugi!" jawab Nando.
Saat melihat Adriel berhenti, matanya
langsung berbinar, kembali mendapatkan sedikit harapan. Dia melanjutkan dengan
semangat, "Pikirkan baik- baik, membunuhku demi beberapa wanita ini nggak
ada untungnya bagimu!"
"Kita sebenarnya bisa berteman,
'kan? Lagi pula, kalau kamu membunuhku bagaimana kamu akan menghadapi keluarga
Forez dan keluarga Juwana nantinya..."
Di saat-saat hidup dan mati, dia
akhirnya sedikit bisa berpikir lebih jernih. Kalimatnya terdengar seperti
gabungan permohonan dan ancaman samar.
Adriel menatapnya, lalu tiba-tiba
tersenyum, " Kamu pernah dengar tentang berapa banyak orang yang sudah
kumusuhi?"
"Berapa banyak orang yang sudah
kamu musuhi... "
Nando langsung terdiam, tidak bisa
langsung merespons.
"Keluarga Gunawan, keluarga Surya,
Eric, Sekte Harimau Hitam, keluarga Millano, oh, dan juga Junet di bawah
komando Pak Gary, lalu Zaskia .... “
Setiap nama yang disebutkan oleh
Adriel membuat hati Nando makin tenggelam. Pada saat nama terakhir keluar,
jiwanya sudah terasa jatuh ke dalam jurang yang tidak berdasar.
Adriel ternyata punya begitu banyak
musuh, jadi kalau begitu...
"Aku sudah memusuhi begitu
banyak orang, apa bedanya kalau kutambah keluargamu?" lanjut Adriel.
Tatapannya tajam menembus ekspresi
kaku Nando. Dia tersenyum dan berkata, "Nando, latar belakang keluargamu
itu, nggak ada apa-apanya di mataku...
Sambil berbicara, Adriel mengangkat
tangannya, ujung jarinya memancarkan energi pedang yang tajam.
Saat itu juga, telepon yang
sebelumnya dihubungi oleh Nando akhirnya tersambung.
"Ibu, cepat selamatkan aku!
Tolong, cepat datang, ada orang yang mau membunuhku!" pintanya dengan
suara panik, lalu bersembunyi dengan ketakutan.
"Siapa yang mau membunuhmu? Apa
mereka nggak tahu siapa dirimu?" tanya suara di ujung telepon.
Di sebuah ruang kerja di vila
keluarga Forez, Elin sedang berbaring santai, memegang buku Kumpulan Puisi
Burung Terbang. Wajahnya tetap tenang dan tidak sedikit pun terganggu ketika
mendengar panggilan panik dari Nando, seakan ini bukan hal yang baru baginya.
"Adriel! Itu si berengsek
Adriel! Dia sudah membunuh Fendi dan sekarang dia mau membunuhku! Ibu, cepat
selamatkan aku!" balas Nando.
Dia benar-benar ketakutan setengah
mati.
Mendengar bahwa Fendi, seorang master
puncak tingkat empat, dibunuh oleh Adriel, Elin agak terkejut. Dia sontak duduk
lebih tegak dan menunjukkan ekspresi heran.
"Kenapa dia ingin
membunuhmu?" tanya Elin dengan alis yang sedikit berkerut.
"Mana aku tahu? Dia gila!
Seperti anjing gila! Dia nggak bisa diajak bicara dengan akal sehat!"
teriak Nando.
Elin terdiam sejenak, kemudian
berkata, "Berikan teleponnya kepada Adriel, aku mau bicara
dengannya."
Nando, yang masih bersembunyi di
balik sofa, mengulurkan tangannya yang gemetar dan berkata, "Ibuku ingin
bicara denganmu."
Adriel berjalan mendekat, menarik
Nando keluar dari balik sofa dengan kasar.
Srekk!
Satu kaki Nando dipotong bersih
sampai pangkalnya!
Melihat darah menyembur keluar deras,
Nando berteriak histeris seperti sapi disembelih, jatuh terguling ke genangan
darah.
"Adriel, kamu benar-benar gila!
Kamu... Kamu benar-benar berani menyakitiku! Ibuku memintamu untuk bicara
dengannya!" teriaknya
Memandang kakinya yang terputus dan
darah yang mengalir deras, wajah Nando berubah beringas.
Mendengar teriakan penuh kesakitan
itu di ujung telepon, sudut mata Elin sedikit bergetar.
"Adriel, aku tahu kamu bisa
mendengar apa yang kukatakan. Sebaiknya kamu hentikan ini sekarang juga. Kalau
kamu berhenti sekarang, semuanya masih bisa diperbaiki. Atau nggak ada yang
bisa menyelamatkanmu," ancam Elin dengan nada dingin.
No comments: