Bab 904
Adriel yang biasanya tidak merokok
mengambil sebungkus rokok dari tanah, lalu menyalakannya Setelah itu, dia duduk
di tengah mayat sambil merokok dengan santai.
Tindakan yang dilakukan hari ini
mungkin sangat gegabah, jadi dia harus membayar mahal, bahkan mungkin harus
melarikan diri ke tempat yang jauh. Namun, Adriel tidak merasa menyesal sedikit
pun.
Menyuruhnya memilih sekali, sepuluh
kali, bahkan 100 kali pun, dia akan tetap melakukan hal yang sama.
Nancy melirik Adriel, lalu menelepon
Jasai untuk melaporkan situasinya. Masalah ini terlalu besar, dia bingung dan
hanya bisa mendengarkan perintah leluhurnya.
Saat panggilannya terhubung, Jasai
terdiam sejenak sebelum berkata, "Cepat bawa Pak Adriel keluar dari Kota
Majaya dan pergi ke Sahjaya, kemudian baru mengaturnya untuk meninggalkan
Sagheru. Jangan buang waktu sedetik pun."
"Baik!"
Nancy pun menutup teleponnya. Dia
menahan gejolak di perutnya sambil berkata kepada Adriel, " Pak Adriel,
cepat ikut aku. Kita pergi ke Sahjaya, kemudian tinggalkan Sagheru."
Adriel mengisap rokoknya dengan kuat,
lalu mengembuskan asapnya dengan eskpresi tenang.
"Kalau aku pergi, mungkin
orang-orang yang berhubungan denganku nggak akan bisa lolos dan mereka semua
akan mati, 'kan?"
"Sekarang bukan saatnya
memikirkan hal-hal ini. Yang penting itu menjaga keselamatan kita dulu."
Nancy tidak peduli dengan nasib Aurel
dan wanita Adriel yang lain.
"Adriel, cepat pergi, jangan
pedulikan aku. Nona Nancy benar, keselamatanmu yang paling penting."
Aurel yang wajahnya pucat pasi juga
angkat bicara.
Adriel mematikan puntung rokoknya,
lalu berdiri. Dia ingin memeluk Aurel, tetapi tubuhnya penuh dengan noda darah.
Jadi, dia pun mengurungkan niatnya.
"Aku nggak akan pergi. Kalian
berdua pergi saja dulu. Sepertinya Elin akan segera datang, aku ingin bertemu
dengannya sebentar," ujar Adriel.
"Adriel, tolong pergilah. Nggak
masalah kalau aku mati. Lagi pula, hari ini aku hampir mati. Setidaknya kalau
aku mati sekarang, aku mati dengan layak," ucap Aurel sambil menangis,
lalu berlari ke arah Adriel dan memeluknya.
Adriel mendorongnya, lalu berkata
kepada Nancy, " Bawa dia pergi. Kalau keluarga Juwana masih mengingat
hubungan lama ini, tolong bantu aku antarkan Ana dan Bu Camelia kembali ke Kota
Silas, kemudian serahkan mereka kepada pemilik Kembang Setaman Resto,
Wendy."
"Katakan kepadanya bahwa aku
sudah mengecewakannya, tapi aku nggak menyesal melakukannya. Kalau dia
bersedia, tolong lindungi orang-orang yang berhubungan denganku."
Sebenarnya Adriel ingin menelepon
Wendy, tetapi tidak jadi.
Lagi pula, Wendy tidak berutang apa
pun padanya.
"Pak Adriel, apa kamu
benar-benar nggak mau pergi?"
Nancy benar-benar tidak mengerti
mengapa Adriel tidak mau melarikan diri.
Adriel menggelengkan kepalanya dan
tidak mengatakan apa pun lagi. Sementara Aurel memeluknya dengan erat.
"Kalau kamu nggak pergi, aku
juga nggak akan pergi. Kalau harus mati, aku akan mati bersamamu."
Melihat tekad Adriel sudah bulat,
Nancy tidak punya pilihan selain menarik Aurel, lalu berkata dengan
sungguh-sungguh, "Jangan khawatir, aku pasti akan mengantarkan mereka
kembali ke Kota Silas dengan selamat."
Namun pada saat ini, suara langkah
kaki tiba-tiba terdengar dari luar.
Sebuah teriakan dingin tiba-tiba
terdengar, "Adriel, kamu berani sekali!"
Di tengah kerumunan orang berpakaian
hitam, Elin menghampiri mereka dengan cepat. Ekspresinya sangat masam,
seolah-olah ada amarah yang akan meledak.
"Elin! Gawat!"
Melihat situasi ini, wajah Nancy
langsung berubah pucat. Sekarang, dia tidak bisa pergi lagi!
Nancy melangkah maju. Ekspresinya
tampak muram saat berhadapan dengan Elin. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu
berkata, "Nona Elin, tenang dulu. Keluarga Juwana akan memberikan
kompensasi
Syut!
Sebuah kekuatan yang kuat tiba-tiba
meledak. Elin mengayunkan tangannya, sehingga langsung membuat Nancy terhempas
oleh kekuatannya.
"Jangankan kamu, meskipun Kalvin
datang hari ini, dia nggak akan bisa melindungi Adriel! Kalau kalian nggak
ingin mati, cepat pergi dari sini!"
Elin bahkan tidak menatap Nancy. Dia
langsung berjalan ke arah Adriel sambil menatapnya dengan lekat.
Saking putus asanya, wajah Nancy
sampai pucat pasi. Dia tidak terkejut dengan hasil ini. Sebenarnya, Elin bisa
melepaskannya sekarang karena menghormati keluarga Juwana...
No comments: