Bab 905
Mengenai Adriel....
Dia tidak mungkin berdamai....
"Ayo, pergi."
Kalau tetap tinggal akan menjadi
pengorbanan yang sia-sia. Dia menarik lengan Aurel dan hendak pergi.
"Nggak bisa, aku harus..."
ujar Aurel dengan panik.
"Diam!"
Nancy berkata dengan suara ketus,
"Jangan biarkan Adriel mati sia-sia!"
Adriel menjentikkan jari-jarinya,
kemudian sejumput energi sejati langsung membuat Aurel pingsan.
Lalu, Adriel melambaikan tangannya
sambil berkata, "Bawa dia pergi."
Nancy melirik Adriel dengan tatapan
dalam, lalu memapah Aurel pergi.
"Jaga di luar. Siapa pun yang
datang, nggak boleh masuk! Kalau nggak, bunuh tanpa ampun!" perintah Elin
dengan nada dingin.
Sekelompok orang berpakaian hitam
segera keluar, kemudian pergi ke lantai tujuh!
Dalam sekejap, seluruh lantai delapan
menjadi sunyi. Namun, aroma darah yang menyengat memenuhi udara. Hanya ada dua
orang yang berdiri di samping mayat di lantai, yaitu Elin dan Adriel.
Keduanya saling berhadapan. Tatapan
Elin tampak dingin dan tubuhnya dipenuhi dengan aura pembunuh.
Sementara itu, Adriel memejamkan
matanya. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
"Aku sudah memperingatkanmu,
jangan bunuh Nando, tapi kamu nggak mau dengar. Adriel, apa pantas kamu
melakukan hal ini hanya demi seorang wanita?" kata Elin dengan nada ketus.
"Kalau mau bunuh, bunuh saja.
Nggak usah banyak omong kosong. Atau kamu..."
Adriel tersenyum sambil menatap Elin
dengan penuh arti dan berkata, "Kamu mau memberiku sedikit harapan untuk
bertahan hidup, berharap aku akan berlutut memohon ampun kepadamu dan
memberikan banyak resep obat kepadamu, kemudian baru membunuhku?"
"Kalau kamu berpikir seperti
itu, mungkin harapanmu akan pupus."
"Kamu sudah mencelakai Nando. Di
mataku, kamu juga pantas mati!"
Selesai berbicara, Elin langsung
berkata dengan marah, "Dasar bodoh! Cari mati!"
Dia tiba-tiba melangkah maju,
kemudian energi sejati muncul dari tangannya dan berubah menjadi seberkas
cahaya yang menerjang ke arah Adriel!
Syut!
Cahaya itu meluncur ke langit dan
mengeluarkan suara yang menakjubkan. Momentum yang tiba- tiba ini membuat
banyak orang di bawah merasa terguncang, bahkan langit-langit pun bisa
merasakan kegaduhan di atas.
"Hmm..."
Hati Nancy terasa sangat gelisah. Waktu
itu, Adriel berhasil lolos dari tangan kuat Sugi karena bantuan keluarga Juwana
dan keluarga Forez.
Kali ini, siapa lagi yang bisa
membantu Adriel?
Pada saat ini, ponsel di tangannya
berbunyi.
Ternyata itu telepon dari Jasai.
Lalu, dia pun segera menjawab. Dari ujung telepon, Jasai bertanya, "Apa
kalian sudah meninggalkan Kota Majaya?"
"Leluhur, Pak Adriel nggak mau
pergi. Sekarang, Elin sudah datang dengan orang-orangnya dan mereka sedang
bertarung. Mungkin Pak Adriel berada dalam bahaya. Apa kamu mau datang?"
tanya Nancy.
Jasaí terdiam sejenak, lalu berkata,
"Karena Elin sudah datang, aku nggak bisa bertindak lagi. Kalau nggak,
keluarga Juwana dan keluarga Forez pasti akan benar-benar berperang. Kalau ada
kesempatan, bilang sama Pak Adriel bahwa aku sudah mencoba yang terbaik."
"Pak Adriel adalah pahlawan
muda. Sayang sekali
Jasai menghela napas panjang, lalu
menutup teleponnya. Sementara itu, Nancy memejamkan matanya dan air matanya
langsung menetes.
No comments: