Bab 907
Adriel hanya bisa berkata dengan
tidak berdaya, " Jangan berpura-pura lagi. Sudah cukup! Sekarang, mereka
pasti mengira aku akan mati. Sial, lukaku cukup parah..."
Elin mengernyit, lalu mengulurkan
tangannya untuk menarik Adriel berdiri.
Adriel ingin mencari tempat yang
bersih untuk beristirahat sejenak, tetapi melihat reruntuhan ini, dia merasa
agak jijik.
Elin membersihkan tempat untuknya,
lalu mendorong sofa ke arahnya.
Adriel pun duduk di sofa itu. Dengan
tubuh yang berlumuran darah, dia mengeluarkan botol obat dari Ruang Penyimpanan
Surgawi. Dia menelan satu butir Pil Ramune, kemudian mengoleskan beberapa
serbuk obat ke lukanya.
Elin berdiri dengan tangan di
belakangnya sambil melihatnya dengan tenang, lalu bertanya, "Kapan kamu
menyadarinya?"
"Menyadari apa?" kata
Adriel sambil mengobati lukanya. Dia melihat Elin menatap dirinya dengan
tatapan dingin.
Lalu, Adriel meletakkan botol obat
itu sambil tersenyum dan berkata, "Menyadari kalau kamu ingin anakmu mati?
Atau kamu sebenarnya nggak ingin membunuhku dan malah ingin membiarkanku tetap
hidup?"
"Apa kamu takut orang lain juga
mengetahui rahasiamu, makanya kamu menanyakan hal ini?"
Kalau orang-orang di bawah mendengar
perkataan ini, mungkin mereka akan terkejut.
Ternyata, Elin, yang selalu
digambarkan sebagai sosok ibu yang penyayang, malah ingin mencelakai anaknya
sendiri?
Tidak ada yang tidak mengetahui
seberapa besarnya cinta Elin kepada Nando!
Harimau tidak memakan anaknya
sendiri...
Namun, Elin tidak berniat membantah.
Dia hanya mendengkus dingin, "Menurutku, aku nggak menunjukkan kelemahan
apa pun!"
"Memang, sebelumnya aku juga
nggak menyadarinya. Sampai pada saat ..."
Adriel menggelengkan kepalanya. Tentu
saja dia tidak mungkin memberi tahu Elin bahwa mata gandanya memiliki teknik
membaca pikiran. Dia hanya berkata dengan penuh arti, "Waktu kamu melihat
mayat Nando saat masuk, reaksimu sangat nggak wajar..."
"Kamu sudah membunuh anakku,
jadi aku juga akan membunuhmu. Memangnya ada yang salah?" tanya Elin
dengan ekspresi bingung.
"Salah..." kata Adriel
sambil menggelengkan kepala dan melanjutkan, "Apa kamu pernah kehilangan
orang yang dekat denganmu?"
"Saat kehilangan orang yang kita
sayangi, reaksi pertamamu seharusnya bukan balas dendam, tapi...
Adriel tertegun sejenak, seolah-olah
sedang mengingat beberapa kenangan. Lalu, dia berkata dengan ekspresi sedih,
"Nggak bisa menerima dan hanya ingin memeluk jasad orang itu, berharap ini
semua hanya mimpi."
"Tapi kamu?"
"Nando sudah kubunuh, tapi
reaksi pertamamu malah mau balas dendam kepada Nancy yang nggak lebih penting
itu."
"Kamu salah
Ketika mendengar hal ini, Elin
mengangguk dan berkata, "Apa yang kamu bilang itu masuk akal, tapi hanya
berdasarkan ini, kamu bisa menebak semuanya?"
Adriel memandangnya dengan tatapan
tajam sambil tersenyum dan berkata, "Tentu saja bukan hanya itu. Masih ada
banyak hal, misalnya kamu itu adalah putri ketiga keluarga Forez, kurasa kamu
adalah wanita yang sangat cerdas. Kamu pasti memahami prinsip memanjakan anak
sama saja dengan membunuhnya."
"Kalau kamu mengerti, kenapa
kamu begitu memanjakan Nando? Kecuali ... kamu ingin Nando membuat masalah
dengan orang yang sulit dihadapi.
"Kamu membunuhnya dengan bantuan
orang lain!"
Elin terkejut sejenak, lalu tersadar
dan berkata, "
Apa yang kulakukan terlalu
jelas."
Adriel tersenyum sambil berkata,
"Nggak juga... Seorang ibu memanjakan putranya adalah hal yang wajar.
Terutama saat pertempuran tadi, kamu terlihat nggak beres. Kamu mengusir anak
buahmu dan nggak membunuhku, malah selalu menahan diri."
"Dan sepertinya kamu sengaja
membuat suara pertempuran yang besar. Kurasa kamu ingin membuat orang di bawah
mengira kamu sedang bertarung dengan serius?"
"Bukankah kamu ingin
menyelamatkan nyawaku?"
"Tentu saja, makin sedikit orang
yang tahu tentang rahasia ini, makin baik. Kamu nggak ingin aku mengetahui
hal-hal ini, jadi kamu bersandiwara denganku dan aku juga bekerja sama denganmu
agar nggak dicurigai orang luar. Setelah itu, kamu pasti akan mencari alasan untuk
mengampuniku."
"Tapi, aku nggak suka menjadi
orang bodoh, jadi aku hanya akan berspekulasi denganmu..."
Berbicara sampai sini, dia mendongak
menatap Elin sambil tersenyum dan berkata, "Nona Elin, apakah dugaanku
benar?"
Karena telah terpergok merencanakan
sesuatu, Elin seketika terdiam sangat lama.
No comments: