Bab 912
Elin merasa sesak napas setiap kali
memikirkan kekuasaan dan kekuatan yang diwakili oleh pria itu...
Namun sekarang, melihat ekspresi
Adriel yang tenang dan percaya diri, Elin merasa sedikit tersentuh. Sikap
percaya diri yang begitu santai ini adalah sesuatu yang tidak bisa dia lakukan
saat itu, apakah Adriel benar-benar bisa melakukannya?
Tanpa sadar, hati Elin sedikit goyah,
tiba-tiba muncul sebuah gagasan berani di dalam hatinya!
"Aku nggak butuh banmajikanmu,
apa yang kamu khawatirkan?" tanya Adriel.
Adriel tersenyum sambil memperhatikan
Elin, lalu menambahkan, "Menurutku, kamu begitu peduli padaku, mungkin
kamu sudah suka padaku ya?"
Namun, Adriel mendengar maksud Elin,
ayah Nando memiliki latar belakang yang sangat kuat. Ayah Nando bukanlah orang
kuat di tingkat ilahi, tetapi pasti ada orang kuat di tingkat ilahi dalam
keluarganya.
Di bawah tingkat ilahi, semuanya
adalah cecunguk kecil!
Sekarang setelah membunuh Nando dan
menghilangkan rintangan dalam hatinya, Adriel merasa lebih lega dan bahkan
memiliki suasana hati untuk bercanda.
"Enyah!" jawab Elin dengan
satu kata.
"Enyah, ya enyah," balas Adriel
dengan senyum santai dan tidak marah pada wanita itu. Namun, saat sedang
memikirkan bagaimana cara untuk pergi, Elin tiba-tiba berkata, "Aku akan
memberimu sesuatu. Kamu mau, nggak?"
"Nggak mau," jawab Adriel
sambil memutar bola matanya. Setidaknya dia telah membantu Elin beberapa kali,
mengapa wanita ini selalu bertingkah seperti sedang beramal?
Membuat seperti Adriel sangat
membutuhkan banmajikannya...
Adriel berbalik dan hendak pergi
dengan naik lift di ruangan menuju lantai sembilan. Tentang bagaimana
menjelaskannya nanti, itu adalah urusan Elin. Dia yakin bahwa wanita ini pasti
bisa menemukan alasan yang sempurna.
Namun, terdengar suara Elin dari
belakang yang berkata, "Jangan menolak terlalu cepat. Kalau nggak, kamu
akan menyesal."
"Aku akan menyesal?" tanya
Adriel.
Adriel tersenyum meremehkan, dia
menoleh untuk melihat Elin dan berkata, "Aku ingin melihat bagaimana aku
menyesal!"
Suara Adriel tiba-tiba tercekat di
tenggorokannya
Hanya terlihat Elin melepas
pakaiannya dan membuangnya dengan sembarangan di lantai.
Elin saat ini telanjang bulat.
Tubuhnya yang putih dan indah terpapar tanpa ada yang menutupinya, begitu
terbuka di depan Adriel!
Elin menatap ekspresi terkejut Adriel
dengan percaya diri, seolah-olah sama sekali tidak merasa malu.
Sebaliknya, langkah kaki yang ramping
dan panjang itu berjalan menuju Adriel. Tubuhnya indah di setiap bagian, tegap
di tempat yang seharusnya tegap, menggoda di tempat yang seharusnya menggoda,
payudaranya yang putih dan penuh sedikit bergetar saat dia berjalan ...
Demi mengelabui orang lain, Adriel
tidak menghapus garis-garis di bahu Elin. Pola merah yang aneh itu menambah
keanehan dan keindahan pada kulitnya yang putih!
Elin saat ini berada di hadapan
Adriel, dia mengangkat jarinya dan mengait dagu Adriel. Sudut bibirnya
melengkungkan senyum bahaya, dia menatap Adriel dengan dingin dan bertanya,
"Apa bagus?"
Ekspresi Elin terlihat angkuh dan
liar, ditambah dengan tubuh telanjangnya, dia makin menarik secara visual!
Adriel juga sudah cukup
berpengalaınan dalam dunia wanita, tetapi dia agak kesulitan menghadapi sifat
sang ratu yang agresif.
"Nggak perlu begitu segan, 'kan?
Aku adalah dokter sakti yang serius. Kamu nggak sanggup membayar biaya
konsultasi, juga nggak perlu membayarnya dengan tubuh..." ujar Adirel
sambil menelan ludahnya. Sebenarnya dia tidak begitu peduli dengan pengobatan
tadi, yang terpenting adalah dia ingin menunjukkan kehebatannya...
"Kamu sangat nggak segan,"
ucap Elin dengan merendahkan. Hanya terlihat tangan Adriel yang sudah dengan
jujur memegang payudaranya, tetapi Elin juga tidak menepis tangan Adriel.
"Memori otot, refleks
kondisional, maaf ... " sahut Adriel.
Adriel melepaskan tangannya dengan
agak malu, lalu bertanya dengan bingung, "Apa maksudmu ini? “
Wanita ini tiba-tiba melakukan hal
ini, Adriel agak bingung dengan niat wanita ini
"Apa maksudku?" tanya Elin
balik.
Mengingat gagasan berani dalam
hatinya, tiba-tiba muncul ekspresi kegilaan di mata Elin. Namun, dia berkata
dengan tenang, "Kamu membunuh putraku. Bukankah seharusnya kamu
mengembalikan seorang putra padaku?"
No comments: