Bab 925
"Kenapa kamu masih begitu
tenang? Kenapa kamu nggak segera kabur?" tanya Tanto.
"Kalau kamu bicara lagi, aku
akan memukulmu. Kamu diam saja," ujar Adriel dengan tenang.
Tanto hanya bisa menghela napas,
menggenggam ponselnya tanpa berani bicara lagi. Dia benar-benar merasa bingung.
Jelas-jelas ini adalah situasi yang mematikan, tetapi kenapa Adriel bisa tampak
begitu santai?
Seolah-olah dia benar-benar punya
cara untuk mengatasinya.
Namun, ke mana lagi dia bisa
melarikan diri dengan kondisi seperti ini?
Makin Tanto memikirkannya, makin dia
merasa putus asa. Dia hanya bisa memikirkan bagaimana caranya menyelamatkan
diri. Lagi pula, ayahnya tadi sudah mengatakan dengan jelas di telepon bahwa
jika dia terus bersama Adriel, bahkan ayahnya tidak akan bisa melindunginya.
Saat pikiran Tanto berkelana,
tiba-tiba mobil berhenti.
"Turun," kata Adriel.
"Apa?"
Tanto baru tersadar. Dia menyadari
bahwa mungkin inilah tempat di mana Adriel berencana melarikan diri dari
pengejaran. Namun, saat Tanto melihat keluar, dia terkejut hingga membeku.
Di luar ada sebuah bangunan kuno tapi
megah. Di sekelilingnya, penjaga bersenjata lengkap tampak sedang berjaga-jaga.
Tempat ini adalah Kantor Gubernur Nambia!
Tanto bertanya dengan ekspresi
bingung, "Bos, kenapa kita ke kantor gubernur?"
"Tentu saja untuk melapor,"
jawab Adriel dengan santai.
"Melapor?" Tanto merasa
seakan hampir menelan lidahnya.
"Tentu saja. Aku, sebagai warga
Negara Elang yang sah, dikejar-kejar secara terang-terangan di seluruh Majaya.
Bukankah reaksi pertama yang seharusnya aku lakukan adalah melapor minta
bantuan?
Pasukan keamanan kota nggak bisa menangani
masalah ini, jadi aku harus mencari gubernur,"
jawab Adriel sambil melirik ke arah
Tanto, seolah- olah yang dia lakukan adalah hal yang paling wajar di dunia.
Begitu Tanto mendengar ini, dia
hampir ingin meraba dahi Adriel untuk memastikan apakah dia sedang demam atau
tidak. Tanto berujar, "Bos, apa kamu baik-baik saja?"
"Kamu yang nggak baik-baik saja.
Sudahlah, jangan buang waktu. Tunjukkan identitasmu, lalu bawa aku menemui
gubernur!" perintah Adriel.
Setelah mengatakan ini, mobil mereka
sudah mendekati pintu utama kantor gubernur.
Para penjaga mendekat untuk
memeriksa.
Dengan wajah putus asa, Tanto
menyadari bahwa Adriel sudah memanfaatkannya. Dia ingin menggunakan statusnya
sebagai anak seorang pejabat untuk bisa menemui gubernur.
Namun, apakah otak Adriel masih
berfungsi dengan baik? Saat ini keluarga Forez sedang mengejar- ngejar dirinya!
Apakah gubernur akan peduli pada
masalah Adriel yang penuh kekacauan ini?
Hanya saja, Tanto tak punya pilihan.
Dia mengeluarkan identitasnya dengan wajah masam, lalu memberitahu penjaga
bahwa dia datang atas permintaan ayahnya untuk menemui gubernur.
Jika bukan karena status Dasri, Tanto
tidak cukup penting untuk mendapatkan izin masuk
Mobil mereka segera diizinkan lewat,
lalu mereka berhenti di depan sebuah vila kecil yang merupakan kediaman resmi
gubernur.
Di bawah pengawalan penjaga, Tanto
dan Adriel pun melangkah masuk.
"Bos..."
Di tengah perjalanan, Tanto tak bisa
menahan diri untuk berkata, "Pak Deka adalah orang sederhana yang nggak
suka terlibat dalam masalah. Dia nggak akan mau mencampuri urusan ini hanya
demi kamu. Terlebih lagi, dia hampir pensiun, hanya menunggu masa tenang. Nggak
peduli seberapa besar pun keuntungan yang kamu tawarkan, dia nggak akan mau
terlibat dalam urusan ini. Jangan buang waktumu...m
Adriel tidak mau repot-repot
menjawab. Mereka mengikuti penjaga hingga sampai di sebuah kantor. Ketika pintu
dibuka, Adriel langsung melangkah masuk
Di dalam, ada seorang pria tua
berusia sekitar enam puluhan yang terlihat sehat dan terawat, sedang duduk di
meja. Di sampingnya, seorang pria muda yang tampak tenang sedang memegang
berkas sambil menunggu tanda tangannya.
"Tanto, kamu ternyata yang
datang. Apa yang membuat ayahmu menyuruhmu buru-buru menemuiku?" tanya
Deka.
Setelah selesai menulis, Deka
mengangkat kepalanya sambil tersenyum pada Tanto. Ekspresi ramah di wajahnya
terlihat seperti seorang kakek tetangga, sama sekali tidak menunjukkan aura
seorang gubernur.
Namun, Tanto tidak berani meremehkan
pria tua ini. Siapa pun yang mengenal Deka pasti mengetahui hal ini dengan
baik.
Meski dia berasal dari kalangan
biasa, dia telah berhasil mencapai posisi tertinggi sebagai gubernur, serta
mampu mengendalikan Nambia dengan baik. Pria tua ini memiliki kecerdasan serta
ketajaman yang tak terduga.
Banyak lawan politik yang tertipu
oleh penampilan ramahnya. Namun, pada akhirnya mereka hanya akan dihancurkan
oleh tangan besinya.
"Pak Deka, aku..." Tanto
tampak tersenyum pahit, masih bingung bagaimana cara menjelaskan semua ini.
"Halo, Pak Deka. Aku Adriel
Lavali," ujar Adriel yang langsung menyela.
No comments: