Bab 949
"Semua menjauh dariku!"
Saat itu, Gilbert berteriak dengan
suara lantang. Wajahnya penuh dengan amarah dan seketika dia mengangkat
tangannya, melepaskan serangan energi pedang yang tajam!
Srak!
Salah satu ahli dari keluarga Gunawan
yang hendak maju untuk ikut campur tiba-tiba tertembus bahunya oleh energi
pedang tersebut dan terlempar jauh ke belakang!
"Siapa pun yang berani ikut
campur dalam pertarungan ini hari ini, akan kubunuh!"
Gilbert, dengan rambut hitamnya yang
berkibar liar, bertarung dengan penuh kegilaan!
Kakinya menjejak bunga teratai hijau
dan di sekelilingnya muncul kelopak-kelopak bunga teratai biru yang berkilauan,
indah sekaligus dingin. Itulah bentuk nyata dari kekuatan pedangnya!
Satu kelopak teratai saja cukup untuk
membunuh seorang master puncak tingkat rendah!
"Kamu benar-benar gila! Kamu
nggak bisa mengalahkan Adriel, aku ke sini untuk membantumu, kenapa kamu masih
keras kepala di saat seperti ini!" teriak Riko dengan penuh kemarahan.
"Aku, Gilbert Surya, adalah yang
terkuat di antara semua sebaya, nggak terkalahkan! Di jalan Keagungan Tunggal
ini, aku nggak butuh bantuan siapa pun! Aku akan membunuhnya sendiri!"
ujar Gilbert.
Tatapan mata Gilbert makin
berkilauan, energi pedang yang terpancar dari tubuhnya mengalir deras,
membuatnya terlihat seperti seorang pendekar pedang muda yang tidak
tertandingi!
Jalan Keagungan Tunggal tidak bisa
ditempuh oleh dua orang, apalagi dibantu oleh orang lain. Ini adalah jalan yang
sepi dan dia ingin membunuh Adriel seorang diri!
Dia tidak mengizinkan sedikit pun
noda dalam pertarungan ini!
"Sialan!" umpat Riko, penuh
dengan kemarahan. Dia nyaris ingin membunuh Gilbert sekaligus!
Semua orang yang melihatnya hanya
bisa terdiam penuh rasa kagum, Gilbert memang pantas disebut tak terkalahkan di
antara sebayanya. Keyakinan dan keangkuhannya benar-benar membuat semua orang
terkejut!
Di sisi lain, di tempat yang jauh
dari medan pertempuran...
Di sepanjang jalan tol, sebuah konvoi
mobil melaju dengan kecepatan tinggi menuju Majaya!
Di dalam salah satu mobil, wajah Gary
tampak dingin. "Bagaimana situasinya?" tanyanya.
Raffa yang memegang ponsel tampak
cemas. Dari ponselnya terdengar nada sibuk. Wajahnya makin pucat saat berkata,
"Masih nggak bisa dihubungi. Bukan hanya pihak Kak Adriel, tapi semua
orang di sanatorium nggak bisa dihubungi. Aku sudah meminta bantuan pejabat
Majaya untuk mengirim pesan ke sana, tapi belum ada kabar sama sekali
Raffa terus berbicara, tetapi
suaranya makin kecil dan gugup.
Sebab, wajah Gary terlihat makin
dingin, lebih dari sebelumnya.
Raffa tidak berani bicara lagi,
karena dia tahu betapa seriusnya masalah ini....
Siapa yang punya kekuatan dan
keberanian untuk memutuskan kontak Gary dengan sanatorium itu?
Hanya ada satu orang yang mampu
melakukannya.
Junet Parker!
"Ayah Angkat, aku... aku akan
mencoba mencari cara lain... " kata Raffa dengan suara gemetar, keringat
dingin membasahi dahinya.
Gary hanya menatapnya dingin dan
membalas, "Ini adalah pengkhianatan."
"Aku nggak akan berurusan dengan
para pengkhianat."
Raffa langsung merasa jantungnya
menciut. Dalam militer, tuduhan pengkhianatan adalah dosa yang paling berat.
Jika sudah dijuluki sebagai pengkhianat, tidak ada lagi kesempatan untuk
bertobat!
"Lalu, bagaimana dengan Adriel
di sana?" tanya Raffa dengan nada cemas.
Adriel sedang berada dalam situasi
berbahaya!
Meskipun mereka bergegas, melalui
layar iklan raksasa di sepanjang jalan, mereka melihat sekilas pertarungan
Adriel!
Adriel benar-benar dalam posisi yang
genting!
Jika tidak ada yang turun tangan,
Adriel mungkin benar-benar akan mati.
"Aku sudah punya rencana,"
jawab Gary dengan dingin, matanya penuh dengan tekad.
Eh?
Raffa terkejut mendengar itu,
tiba-tiba teringat bahwa Gary sempat menelepon seseorang setelah berkali-kali
gagal menghubungi Adriel. Namun, bahkan Raffa tidak tahu siapa yang ada di
ujung telepon.
Jelas, itu adalah kartu as terakhir
Gary!
Siapa yang cukup pantas untuk menjadi
kartu as Gary?
Raffa penasaran dan ingin bertanya
lebih lanjut, tetapi saat itu juga, dia merasakan mobil yang mereka tumpangi
tiba-tiba berhenti.
No comments: