Bab 952
Di dalam mobil menuju Kota Majaya.
Aurel berkata dengan penuh semangat,
"Aku tahu, aku tahu kamu pasti bisa menang!"
Sebelumnya, Aurel merasa sangat
tertekan dalam pertempuran ini. Sekarang, Adriel sudah beralih ke posisi yang
menguntungkan sehingga membuatnya merasa lega!
"Syukurlah kalau bisa
menang..." gumam Ana sambil menghela napas lega.
Ana tanpa sadar mengepalkan
tangannya. Karena terlalu kuat, tangannya jadi sedikit kebiruan.
Yasmin melihat adegan itu dengan
eskpresi muram, lalu berkata dengan nada sinis, "Hanya menang sekali saja,
kok. Masih banyak masalah yang menunggunya di belakang! Dia nggak akan bisa
keluar dari Kota Majaya!"
"Diam! Kalau bukan karena
Adriel, kamu sudah mati, tahu nggak?" seru Aurel dengan nada marah.
Plak!
Ana langsung menamparnya, kemudian
menatap Yasmin dengan tatapan dingin, "Kamu harus dewasa sedikit. Kelak,
kamu harus menghormati Adriel!"
Setelah mendapat tamparan, Yasmin
hanya tersenyum sinis dan tidak berbicara. Dia melihat pemandangan itu dengan
tatapan meremehkan.
Namun, Aurel memalingkan wajahnya,
lalu melihat adegan itu dengan penuh harap dan berkata, " Adriel, kamu
harus kembali ke Kota Silas dengan selamat..."
Bahkan, Gilbert juga kalah Master
puncak tingkat lima ke bawah, tidak ada yang berani menantang Adriel lagi.
Sekarang, Adriel harus segera kembali
ke Kota Silas dengan membawa kemenangannya ini!
Sementara itu, di medan perang
Semua orang menahan napas sambil
melihat perkembangan pertempuran dengan tegang.
Apakah pertempuran ini akan berakhir
seperti ini?
"Aku nggak rela!" seru
Gilbert dengan marah.
Amarah Gilbert telah menguasai
pikirannya. Saat ini, dia seperti orang gila dan setiap bagian tubuhnya seperti
pedang.
Ketika mengedarkan energi sejatinya,
luka-luka Gilbert makin pecah sehingga mengucurkan darah segar. Lalu, dia
menerjang ke arah Adriel!
Tatapan Adriel kosong dan kekuatan
darah dalam tubuhnya bangkit. Meskipun hanya sedikit, itu adalah kekuatan mata
ganda. Tingkat kekuatannya sangat tinggi sehingga cukup untuk menghancurkan
pihak lawan!
Dia bisa melihat dengan jelas setiap
gerakan Gilbert. Lalu, dia mengangkat tinjunya!
Syutt!
Dia mengumpulkan kekuatan terkuat
dengan tinjunya, membuat ribuan energi pedang yang terbentuk dari teratai hijau
di sekitar Gilbert hancur berkeping-keping dan melesat keluar, menghancurkan
segalanya dan menembus tanah beberapa meter!
Di tengah pecahan teratai hijau itu,
Gilbert terlempar keluar!
Tubuhnya dipenuhi dengan luka. Dia
jatuh ke tanah dan mengeluarkan banyak darah!
"Gilbert!" seru Hendi
dengan panik. Lalu, dia segera menghampiri Gilbert dan memapahnya.
"Aku masih bisa bertarung. Aku
masih bisa bertarung! Minggir!"
Gilbert berjuang untuk melepaskan
diri dari orang- orang di sekitarnya. Dia menatap Adriel dengan matanya yang
berdarah sambil berkata, "Adriel, ayo bertarung lagi! Kalau kamu ingin
menjadi yang terbaik di antara rekan sebayamu, kamu harus membunuhku dengan
tanganmu sendiri!"
Ucapan ini membuat semua orang
terkejut. Gilbert terlalu sombong dan tidak bisa mentolerir siapa pun yang
mengalahkan dirinya.
Dia menatap Gilbert dari atas ke
bawah dengan acuh tak acuh sambil berkata dengan ekspresi tenang, " Nggak
perlu. Setelah pertarungan ini, kamu nggak akan bisa mengalahkanku lagi."
Hendi pun berteriak marah,
"Diam! Anakku hanya terburu-buru untuk menang, makanya dia menunjukkan
kelemahannya! Kamu hanya beruntung menang sekali, nggak usah sombong!"
Gilbert menyelanya dan berkata,
"Nggak usah banyak bicara! Aku akan membuktikan kehebatanku dalam
pertarungan!"
Adriel balik bertanya,
"Membuktikan untuk siapa? Kenapa harus membuktikan?"
Gilbert sedikit terkejut saat
ditanya. Dia memandang Adriel dengan tatapan bingung.
Adriel berkata dengan tenang,
"Aku nggak pernah ingin menjadi yang terbaik di antara rekan sebayaku. Aku
hanya mengikuti jalanku sendiri. Jadi, kalau ada pertempuran, harus kuhadapi.
Menang atau kalah, itu pilihanku sendiri, jadi aku bisa menerimanya. Kalau
kalah, ya kalah. Aku masih bisa memulai dari awal. Sedangkan kamu?"
"Menempuh jalan itu sendirian
tanpa teman itu sangat sepi. Musuh di jalan hanyalah tamu saja, kenapa harus
membuktikannya kepada siapa pun?"
"Gilbert, kamu bukan ingin
menjadi yang pertama. Kamu juga bukan ingin mengalahkan teman sebayamu, tapi
kamu hanya nggak bisa menerima kekalahan saja. Makanya, kamu baru memaksakan
diri untuk melawanku tanpa memedulikan masa depanmu."
Setelah perkataan ini diucapkan,
semua orang langsung tercengang. Ekspresi mereka penuh dengan perhatian.
Tidak peduli seberapa sombongnya
Gilbert, dia tidak seharusnya terburu-buru memaksakan diri hanya untuk mencari
kemenangan yang menghancurkannya...
Dia selalu merasa paling hebat.
Namun, apakah dia benar-benar ingin dihormati atau tidak bisa menerima
kekalahan?
No comments: