Bab 1283
"Sebenarnya, pamer itu nggak
terlalu bagus..." kata Adriel dengan sabar.
Dia berusaha menanamkan pandangan
hidup yang benar pada Lila. Namun, Lila hanya mencibir.
Tiba-tiba, terdengar suara keributan
dari lantai atas dan gelombang energi datang. Itu petanda bahwa situasi di atas
sedang kacau.
Ekspresi wajah Adriel seketika
berubah. "Ayo pergi!"
Lila juga sadar ada yang tidak beres
dan langsung ikut keluar.
Ketika mereka tiba di depan vila,
ekspresi wajah mereka langsung berubah, terlihat Wennie dan sekelompok orang
lainnya yang berdiri di pintu vila sedang menatap ke kejauhan.
Terlihat Gunung Lodra yang
dikelilingi lautan hutan bergelombang seperti ombak, kabut darah yang tebal
mengalir dari kejauhan, menciptakan pemandangan merah yang menyatu dengan
langit dan bumi.
Seketika, sosok-sosok dengan aura
kuat bergegas memasuki kabut merah itu dari berbagai arah.
Sementara itu, beberapa aura yang
lebih kuat telah terkunci di sekitar kabut darah dan memblokir semua arah
pelarian Herios.
"Aura iblis darah meledak!
Herios berniat menghabisi semua makhluk hidup di pegunungan ini!" kata
Wennie dengan ekspresi serius memandang ke arah Adriel.
Adriel menyipitkan matanya dan
mengamati jauh ke sana, kemudian melemparkan serbuk obat ke udara. Seketika,
kabut tebal aura iblis darah yang akan menyelimuti pun lenyap.
Semua orang yang menyaksikan itu pun
tampak terkejut.
Beberapa bahkan terlihat bersemangat
dan langsung berkata, "Adriel, ternyata kamu bisa melakukan itu! Gimana
kalau kita kerja sama...
Namun saat itu, sebuah suara mendesak
terdengar.
"Anak muda, posisi Herios sudah
ditentukan. Akademi Arjuna sudah bekerja sama dengan keluarga Buana untuk
membagi harta karun iblis darah. Ikut aku buat buka jalan dan menghancurkan
aura iblis darah supaya Herios benar-benar nggak punya tempat
bersembunyi!"
Tampak Ceol dan Ozzi bergegas datang.
Ceol menunjuk ke depan, meminta Adriel untuk menjelajahi jalan.
Melihat Ceol yang maju, semua orang
langsung mengerutkan dahi, tidak berani lagi bersaing dengan Ceol.
Di Gunung Lodra ini, kerja sama
antara Akademi Arjuna dan keluarga Buana sudah yang terkuat. Siapa yang berani
menantangnya?
"Baiklah."
Adriel mengangguk sambil tersenyum,
lalu tiba- tiba berpaling ke arah Wennie. "Kamu ikut juga, ada poin yang
bisa kamu dapat."
"Terima kasih, Pak Leo,"
jawab Wennie setelah ragu sejenak.
Leo sudah membuktikan kemampuannya
jadi dia tidak akan kekurangan orang untuk diajak bekerja sama. Ini adalah
bentuk perhatian terhadapnya.
Elin tanpa ragu langsung mengikuti
Adriel dengan tekad untuk selalu bersamanya dalam suka dan duka.
Detik berikutnya, di tengah tatapan
penuh rasa iri dari semua orang, Adriel dan yang lainnya melesat menuju
kedalaman aura iblis darah.
Tak lama setelah mereka masuk, Wafa
dan beberapa ahli keluarga Buana juga mengikuti, menggunakan jalan yang telah
dibuka oleh orang-orang di depan mereka.
Adriel menatap dengan tajam ke
sekelilingnya dan melihat sosok-sosok yang berlari menuju kabut darah.
Di antara sosok-sosok yang bergegas
menuju aura darah itu, kemungkinan besar ada orang dari Enam Jalan Kematian
yang bersembunyi di sana. Ini adalah kesempatan terbaik untuk mendapatkan harta
iblis darah
Saat beberapa orang mendekati aura
iblis darah, terdengar suara desingan dari depan, seolah ada binatang buas yang
mengintai di dalamnya. Semua pepohonan layu, sementara bangkai binatang buas
berserakan di mana-mana, seolah Herios bisa melompat keluar dari suatu tempat
kapan saja.
"Kamu di depan buka jalan,"
kata Ceol sambil mundur ke belakang dan menunjuk pada Adriel.
"Aku?" Adriel tampak ragu,
"Aku takut kalau nanti aku justru membawa kalian ke dalam masalah ...
"
"Takut?"
Ceol mundur ke belakang dengan senyum
mengejek dan berkata, "Saat di ruang rapat, kamu kan cukup tangguh, bukan?
Orang yang kuat harus berada di depan, 'kan? Di antara kita semua, kamu yang
paling bisa diandalkan, 'kan?"
"Herios bisa membuat suasana
sebesar ini, pasti dia sudah makin menguasai ilmu iblis darahnya. Itu berbahaya
sekali! Guru Ceol, bagaimana kalau kamu ikut bersamanya? Dengan begitu, Leo
akan jauh lebih aman!" kata Wennie.
Ekspresi wajah Wennie berubah, Ceol
benar-benar menggunakan Adriel sebagai alat untuk menjelajahi jalan!
"Kalau berani datang, harus
berani mati! Kalau nggak berani ambil risiko, lebih baik pulang saja!"
ujar Ceol dengan dingin.
Adriel memandang Ceol sejenak lalu
mengisyaratkan pada Wennie agar tidak perlu berkata lebih jauh.
Dia tersenyum dan berkata, "Apa
yang dikatakan Guru Ceol ada benarnya, ingatlah semua nasihat itu. 11
Sambil berkata demikian, dia
mengabaikan tatapan khawatir dari Wennie, maju dengan gagah berani. Sepanjang
perjalanan, dia menaburkan serbuk obat, dan perlahan-lahan kabut iblis darah di
sekitarnya mulai menghilang.
Ketika rombongan itu maju beberapa
ratus meter dan tiba di tepi sebuah danau yang tenang, mata Ceol tiba-tiba
bersinar. Dia menunjuk ke depan dan berkata, "Herios pernah berada di
sini!"
No comments: