Bab 1288
Orang-orang memang sudah lama tak
suka pada Adriel. Melihat Ceol bersikap begitu padanya, mereka saling pandang
sambil tersenyum tipis dan tidak ada yang mengejeknya secara terang-terangan.
Lagi pula, di mata mereka, Adriel
hanyalah alat untuk membuka jalan. Sebagai alat, asal berfungsi dengan baik,
itu sudah cukup. Mempermainkannya hanya akan merendahkan diri mereka. Yang
penting alat itu menjalankan tugasnya.
Cara mengendalikan bawahan seperti
ini sudah menjadi pelajaran wajib bagi mereka.
Saat Adriel membuka jalan di depan,
tatapan mengejek menyertainya dari belakang.
Pada saat yang sama, Wafa sudah
mendekati Wennie dan berkata dengan nada lembut, "Adik junior Wennie, kamu
tahu aku nggak punya maksud buat mendekatimu. Sekarang, aku cuma ingin
berbicara denganmu tanpa maksud lain. Aku cuma mau mengingatkanmu."
"Terlalu dekat sama si Leo itu
nggak baik buatmu."
"Bagaimanapun, kamu adalah tubuh
dingin murni dan satu-satunya orang yang punya kesempatan bisa sejajar
denganku. Jangan sia-siakan potensimu. 31
Wennie menjawab dengan tenang,
"Aku tahu kalau di usianya sekarang, dia menjadi master puncak tingkat
delapan. Dia dianggap sebagai tokoh penting di Sagheru, tapi di Kota Srijaya,
dia nggak dianggap istimewa. Dia nggak punya latar belakang atau keluarga yang
berpengaruh Jadi, mungkin kelak, pencapaiannya akan terbatas."
"Lalu, kenapa kamu masih...
" Wafa bertanya dengan bingung.
Wennie memandang Adriel, yang
berjalan sendirian di depan, dan berkata, "Dia menyelamatkanku tanpa minta
imbalan apa pun, itu tanda kebaikannya. Waktu ditantang Finn, dia berani
melawan. Itu tanda keberanian."
"Dengan orang yang baik hati dan
berani seperti dia di sisiku, mengapa aku nggak bisa lebih dekat dengannya?"
"Kakak senior Wafa, murid
Akademi Arjuna harus berjiwa berani, tapi juga harus punya hati nurani."
Setelah selesai berbicara, Wennie
melangkah mendekati Adriel. Adriel agak terkejut, tetapi hanya tersenyum dan
tidak mengatakan apa-apa.
Melihat siluetnya, Wafa mengernyitkan
keningnya.
Pada saat ini, Ceol, yang baru
selesai mengobati lukanya, berjalan mendekat dan berkata, "Dia wanita yang
sombong, tapi malah memilih bersama dengan alat. Suatu saat nanti, saat dia
terjatuh, dia akan menyadari kesalahannya."
"Saat ini memang sudah saatnya
memberi pelajaran padanya, biar Wennie tahu betapa rendahnya menjadi alat.
Lalu, kembali padaku dan mengakui kesalahannya!"
Selesai berkata, Ceol menatap
punggung Adriel dengan dingin dan berkata, "Leo, lanjutkan perjalananmu.
Ajak Wennie bersamamu dan telusuri 100 meter lagi! Kalau gagal, kamu tahu
akibatnya!"
Adriel menoleh untuk menatapnya
dengan tatapan dingin.
Orang itu tidak lagi hanya
menargetkan Adriel, tetapi juga sengaja ingin menyulitkan Wennie!
Kali ini, Adriel benar-benar marah.
Pada saat ini, Wennie menggenggam
lengan Adriel sambil tersenyum. Die berkata, "Dihina waktu lemah bukan
masalah besar, ingat saja itu. Suatu hari nanti kamu bisa membalasnya. Tiga
puluh tahun waktu bergulir, kamu pasti akan mendapat kesempatan itu,
bukan?"
Adriel menatap Wennie, balas
tersenyum. Adriel merespons, "Nggak usah menunggu tiga puluh tahun."
Ceol si tua bangka ini terjebak di
dalam permainannya sendiri, tetapi masih berani sombong. Kalau nanti Ceol tidak
menyesal sampai sakit hati, bukan Adriel namanya!
Wennie terdiam dan hendak bicara.
Tadinya dia hanya bermaksud menghibur Adriel, tetapi tidak menyangka Adriel
akan sangat percaya diri.
Elin hanya bisa melirik sinis melihat
tingkah mereka. Dia merasa bahwa Wennie sudah sepenuhnya berada di bawah
pengaruh Adriel. Bahkan hari ini juga.
Setelah terdiam sejenak, Wennie
tersenyum lembut kepada Adriel. Wennie berkata, "Aku percaya padamu."
Di saat yang sama, Ceol, yang
mengikuti di belakang, merasa marah saat melihat Adriel dan Wennie masih
bercanda tanpa ada tanda-tanda rasa penyesalan sedikit pun.
Ceol sedang di puncak kekuasaan.
Siapa yang berani menentangnya?
Wennie sama sekali tidak
menganggapnya penting!
Raut wajah Ceol menjadi makin suram
saat menatap keduanya.
Pada saat ini, Adriel menyibak kabut
darah di sekitarnya, dan tiba-tiba matanya bersinar terang. Dia melihat ada
mayat tergeletak di pinggir jalan, tampaknya seseorang yang malang telah
dihabisi oleh Herios.
Kepekaannya terhadap aura Iblis Darah
memberitahunya bahwa Herios sedang bersembunyi di dekat sana. Mayat ini
hanyalah jebakan ...
Saat Adriel hendak memeriksa, suara
dingin Ceol tiba-tiba terdengar dari belakang, "Minggir! Barang
peninggalan murid Lembah Dewa Obat bukan sesuatu yang bisa kamu sentuh!"
Adriel sedikit terkejut, lalu melihat
di pakaian mayat itu terdapat kata yang bertuliskan Dewa Obat.
Di sekitar mayat itu ada beberapa pil
dan jarum emas akupunktur berserakan. Sepertinya, orang ini ahli pengobatan,
tetapi Adriel hanya melirik obat- obat itu dengan jijik...
"Lembah Dewa Obat adalah sekte
dokter ajaib ternama di Kota Srijaya. Kamu juga mau ambil barang peninggalan
mereka? Sepertinya kamu lupa jati dirimu."
Ceol berkata dengan ekspresi sinis.
Lalu, dia memerintah, "Kino, tampar dia beberapa kali biar dia tahu
rasa!"
Kino, yang dulu pernah dikalahkan
Adriel, sekarang mendukung Ceol. Mendengar perintah itu, matanya langsung
berbinar dan berkata, "Guru Ceol memang hebat! Orang nggak tahu diri ini
memang harus diberi pelajaran dengan keras."
Sambil berkata seperti itu, Kino
berjalan sambil menggosok-gosokkan tinju tangannya.
Raut wajah Wennie langsung berubah.
Dia berdiri di depan Adriel dan tak bisa menahan diri untuk berkata, "Guru
Ceol, kamu sudah kelewatan!"
Walaupun sepanjang perjalanan dia
terus meminta Adriel untuk menahan diri, sekarang kemarahan Wennie sudah
memuncak!
"Kino, jangan ragu. Ayo
lakukan!" Ceol memberi perintah dengan nada tenang.
No comments: