Bab 1305
Dasar, benar-benar kakek tua tengik!
Melihat Legan kabur secepat kilat,
Adriel hampir saja mengumpat
"Huh! Memang nggak tahu
malu!" gerutunya sambil duduk di tanah, menenangkan diri.
Setelah itu, dia memandang Hubert
yang terluka parah dan tidak sadarkan diri. Tanpa ragu, dia mengambil jarum
emas dan menusukkannya, membuat Hubert tersentak bangun.
"Kamu... kamu..."
Begitu melihat Adriel, Hubert
langsung melotot dengan kemarahan. Dia mengangkat tangannya yang gemetar untuk
menunjuk Adriel, hendak mengucapkan sesuatu.
Namun, Adriel mencengkeram tangannya
dan mematahkan jari Hubert.
Hubert menjerit kesakitan.
"Berhenti, hentikan! Kamu pasti mau tanya sesuatu padaku, aku akan jawab
apa pun yang kau tanya!" teriaknya putus asa.
"Berapa nomor PIN kartu
bankku?"
"Apa?" Hubert terdiam, lalu
tersedak darah. "Kamu mempermainkanku!"
"Memang iya, nggak suka,
hah?"
Adriel tertawa dingin, lalu kembali
mematahkan jari -jari Hubert satu per satu. Ini adalah orang yang membunuh
ayahnya.
Menyiksanya sedikit adalah balas dendam
kecil untuk menebus sebagian dari dendamnya.
Hubert menjerit hingga matanya hampir
keluar dari kelopak, beberapa kali hampir pingsan.
Namun, setiap kali dia hampir
kehilangan kesadaran, Adriel akan menusukkan jarum emas untuk membangunkannya
kembali, memaksanya tetap sadar. Pada akhirnya, wajah Hubert sudah sepucat
mayat, mentalnya hampir hancur.
Cara interogasi Adriel benar-benar
kejam.
Bukannya bertanya, dia hanya menyiksa
tanpa ampun.
"Tolong tanyakan sesuatu
saja!" teriak Hubert sambil merintih kesakitan.
"Kami dari Sekte Naga
Tersembunyi berbeda dari yang lain. Kami tahu kapan harus menyerah. Kalau
disiksa, kami pasti mengaku! Aku nggak akan membohongimu!"
Akhirnya, Adriel berhenti. Dia
menatap mata Hubert dan bertanya dengan dingin, "Siapa yang membunuh
Dito?"
"Dito ... Dito? Dito dari Kota
Naraya?"
Hubert tertegun. "Kenapa kamu
tanya soal itu..."
Biasanya, informasi paling berharga
adalah tentang lokasi persembunyian orang-orang dari Enam Jalur Puncak
Kematian, tetapi kenapa Adriel malah bertanya tentang orang yang sudah lama
meninggal?
Namun, melihat ekspresi dingin
Adriel, Hubert buru -buru menjawab, "Perintah itu datang dari pemimpin
Sekte Naga Tersembunyi. Pelaksananya... adalah mantan Dewa Perang Srijaya, Juan
Dumin, meski sekarang dia sudah pensiun..."
Jadi, memang seorang Dewa Perang...
Mata Adriel menajam. Informasi ini
ternyata cocok dengan apa yang dia dengar dulu dari Dasri.
"Kamu dari keluarga Dito?"
tanya Hubert dengan hati-hati.
Adriel melirik Hubert tanpa menjawab.
Wajah Hubert langsung berubah pucat.
Cepat-cepat dia berkata, "Aku nggak punya maksud lain! Maksudku, kalau
kamu memang punya hubungan darah dengan Dito, kamu mungkin bisa mencoba merebut
kembali kekuatan darah Tubuh Elemen Matahari miliknya!"
"Sekarang, kekuatan darah itu
sudah dikumpulkan oleh Enam Jalur Puncak Kematian. Kalau kamu membebaskanku,
aku bisa bantu mencuri kembali kekuatan darah Dito untukmu..."
"Kamu harus tahu, darah itu
sangat langka, hanya tersisa di tubuh Dito dan putranya, dan sangat berharga..."
"Bayangkan, itu salah satu darah
paling hebat di dunia... "
Hubert terus saja bicara, tetapi
Adriel mulai merasa bingung.
Jadi, ayahnya punya Tubuh Elemen
Matahari?
Selama ini dia mengira ayahnya diburu
karena telah menyinggung Enam Jalur Puncak Kematian. Ternyata itu semua karena
kekuatan Tubuh Elemen Matahari?
"Bukannya Dito itu musuh
kalian?" tanya Adriel sambil mengerutkan kening, menatap Hubert dengan
penuh tanda tanya.
Hubert terkekeh. "Musuh kami
banyak sekali. Apa kami harus membunuh semuanya ? Bisa dibilang, semua negara
dan miliaran penduduknya adalah musuh kami... "
"Tapi, tubuh istimewa seperti
Elemen Matahari sangat langka... Jadi, kamu tertarik atau nggak pada Tubuh
Elemen Matahari ini? Di sekte-sekte tersembunyi pun tubuh ini termasuk yang
terhebat. Dari semua darah langka yang Enam Jalur Puncak Kematian miliki, Tubuh
Elemen Matahari adalah salah satu dari tiga teratas!"
"Jadi, menukarnya dengan satu
nyawaku nggak terlalu berlebihan, 'kan?"
No comments: