Bab 1344
Orang sudah kasih barang, masih harus
jaga harga diri?
Memangnya kamu siapa?
Lagi pula, nanti setelah Legan
telepon kepala akademi untuk memuji Wennie atas perannya dalam pertarungan
melawan Herios, kreditnya pasti akan mengalir terus.
Adriel ingin mengatakan sesuatu,
tetapi tiba-tiba matanya tertuju pada korma petir itu. Alisnya sedikit
berkerut. Dengan mata gandanya, dia melihat ada benang hitam yang aneh di dalam
korma petir tersebut.
Kemudian, dia sedikit meragukan dan
melirik ke arah Ivan.
Ini memang disengaja atau tidak?
Namun, pada saat ini, Ivan tiba-tiba
bertanya, " Wennie, apa korma petir ini untuk Leo?"
"Ya."
Wennie mengangguk.
Mendengar itu, sorot mata Ivan
sedikit berkilat lalu berkata dengan nada dingin, "Korma petir ini nggak
jadi kujual!"
"Apa?"
Wennie langsung cemas. Dia berucap,
"Kak Ivan, apa ini soal harga? Kita bisa negosiasi lagi!"
"Harga?"
Mendengar ini, Ivan malah tersenyum
aneh dan berkata, "Adik junior Wennie, kamu adalah murid dari Guru Leony.
Kakakku adalah anggota keluarga Dumin, banyak anggota keluarga Dumin
membantunya mendapatkan kredit, tapi kamu mau negosiasi harga denganku?"
"Kalau kredit kalian semua
dikumpulkan, bisa dapat berapa?"
"Jujur aja, kredit yang kamu
tawarkan itu nggak ada apa-apanya buat keluarga Dumin. Satu-satunya alasan aku
mau jual adalah karena sepupuku menghargaimu."
"Tapi, lihat dirimu, malah
berani kasih barang yang dikasih sepupuku buat orang lain. Aku dengar Leo ini,
cuma berandal dari Sagheru!"
"Kamu pikir kebaikan sepupuku
semurah itu sampai kamu memberikannya ke bocah kampung Sagheru?"
Dia menatap Wennie dengan sinis,
tanpa sedikit pun memberi muka di depan orang banyak. Dia sama sekali tidak
memberikan belas kasihan pada Wennie.
Ini membuat Wennie juga merasa malu.
Dibandingkan faksi lain, memang
mereka tidak punya banyak kredit.
Kali ini, Helen tak mau keluar kredit
untuk Leo.
Yunna yang baru masuk juga tak tega
diminta keluar kredit. Jadi, Wennie mengeluarkan semua kreditnya sendiri,
sampai-sampai kehabisan.
Seperti anak yang tidak punya banyak
materi, tiba- tiba bertemu orang baik dan mengeluarkan semua yang mereka bisa
untuk hadiah kecil.
Hanya untuk membalas budi Adriel yang
pernah menyelamatkannya.
Siapa sangka, kredit yang dikeluarkan
dengan susah payah ternyata tidak ada artinya bagi orang lain.
Wennie memaksakan senyumannya, lalu
menoleh ke Adriel. Dia berkata, "Adik junior Leo, maaf. Aku malah
membuatmu malu. Ayo kita pergi dan cari tempat lain... "
Dia menarik Adriel untuk pergi.
Ivan melihat sikapnya, lalu mendengus
mengejek dengan tatapan dingin.
Orang-orang yang melihat wajah sedih
Wennie tidak bisa menahan rasa iba.
Wennie memang berbakat, hanya saja
kekurangan sumber daya seperti kredit. Baru saja dapat sedikit keuntungan,
sudah harus diberikan ke orang lain
Semua ini karena si Leo yang cuma
bisa hidup dari bantuan orang lain!
Leo benar-benar menyebalkan. Kalau
memang nggak punya kemampuan, ya, sudah, tetapi malah membuat kakak seniornya
keluar semua kredit untuk beli barang, hanya untuk dipermalukan!
Tidak tahu diri!
"Memang nggak tahu malu...
"
Dastan menatap Adriel dengan senyum
mengejek. Tadi, dia iri melihat Adriel mendapat bantuan, tetapi sekarang malah
senang.
Kalau memiliki harga diri, sudah
seharusnya menutup muka dan pergi.
Namun, saat itu, Adriel tiba-tiba
maju selangkah dan menekan kotak batu alam itu dengan tangan.
Ivan sedikit terkejut. Dia bertanya,
"Apa maksudmu?"
No comments: