Bab 1345
"Nggak ada maksud," tungkas
Adriel. Adriel menatapnya dengan senyum samar, lalu berkata, " Aku mau
beli korma petir ini."
Wennie terkejut, buru-buru berkata,
"Adik junior Leo, kita nggak mampu membelinya... "
Namun, Adriel hanya tersenyum dan
menggeleng. Dia menjawab, "Kakak senior, tenang saja. Berapapun harganya,
kalau bisa dibeli, pasti untung sepuluh kali lipat!"
Orang-orang yang mendengarnya tampak
kaget dan memandang Adriel dengan tatapan heran bercampur merendahkan.
"Gila, ya?"
"Benar-benar nggak tahu malu...
"
Sudah jelas dia merendahkan Wennie,
tetapi malah maksa Wennie buat membelikan sesuatu buatmu!
Memang tidak tahu malu!
Banyak orang merasa marah dan
bersimpati pada Wennie.
Wennie, melihat keteguhan Adriel,
ragu sejenak sebelum berkata, "Kak Ivan, guruku memang dari keluarga
Ledora, apa bisa... "
"Apa adik junior Wennie mencoba
pakai Guru Leony sebagai ancaman?"
Mendengar itu, raut wajah Ivan
berubah dingin. Dia berkata, "Baik, aku akan beri hormat pada Guru
Leony!"
"Aku nggak akan mempersulitmu.
Keluarkan 500 kredit, maka akan kujual!"
500 kredit...
Semua orang terdiam.
Wennie tersenyum getir dan
menggeleng. Dia menatap Adriel dengan ragu-ragu.
500 kredit? Dia tidak mungkin bisa
keluarkan sebanyak itu.
Adriel pun dengan santai menggeleng
dan berkata, "
Aku juga nggak punya."
Mendengar itu, Ivan mencemooh,
"Apa? Masih merasa mahal? Satu-satunya kekurangan barang mahal adalah
mahal. Jadi, kalau terasa mahal, itu urusanmu. Bukan masalah korma petir
ini!"
"Sekarang, berikan... "
Namun, saat itu, tiba-tiba ada suara
plak.
Meja bergetar.
Empat pedang terbang, dijatuhkan ke
atas meja.
Adriel menatap Ivan sambil tersenyum.
Dia berkata, "Empat Pedang Pengusir Iblis: Semi, Panas, Gugur, dan Dingin.
Kalau digabung, kekuatannya setara dengan senjata tingkat bumi tingkat tinggi!
Jadi, apa bisa ini ditukar dengan sebutir korma petir?"
Tiba-tiba, suasana menjadi hening.
Semua orang menatap Adriel dengan tak
percaya.
Senjata tingkat bumi saja sudah
istimewa, tetapi ini ada empat!
Satu set!
Kilauannya seperti membutakan semua
orang di sana.
Tatapan mereka pada Adriel penuh
keterkejutan. Ternyata dia sekaya itu?
"Kamu kaya raya, tapi masih
bergantung pada orang lain?" tanya Dastan menatap tak percaya.
"Omong kosong, kamu kira empat
pedang terbang ini datang dari mana kalau bukan dari usahaku sendiri?"
Adriel mencibir.
Dastan terdiam.
Sementara itu, Ivan tak bisa
mengalihkan pandangan dari empat pedang itu. Matanya berbinar penuh semangat.
Sebagai keturunan keluarga Dumin, dia hanya punya satu senjata tingkat bumi.
Empat pedang ini jelas menarik sekali
baginya
Dia memandang Adriel sekilas, dalam
hati mencemooh.
Orang miskin yang mendadak kaya, cuma
karena dipermalukan langsung mengorbankan semua asetnya. Uang yang susah payah
dikumpulkan oleh orang miskin itu, begitu mudahnya dihamburkan.
Dia bahkan tak tahu apa yang
sebenarnya sedang dibelinya...
"Ya sudah, anggap kamu yang
untung," kata Ivan sambil menyeringai, mengulurkan tangan untuk mengambil
pedang itu.
Namun tiba-tiba, Adriel menahan
tangannya.
"Di Akademi Arjuna, kalau
transaksi sudah selesai, nggak bisa dibatalkan!" gumam Ivan sambil
memandang Adriel dengan dingin.
No comments: