Bab 1350
"Sudah, aku paham, kamu nggak
bisa melawan siapa -siapa," potong Adriel sambil mendengus.
Dia kembali menatap Dilan dan
berkata, "Apa kamu tidak ingin tahu kesalahan yang dilakukan
sepupumu?"
"Dia melanggar aturan Gudang
Harta dan berusaha mencelakai sesama murid. Sesuai aturan akademi, hukuman
untuknya seharusnya cukup berat, 'kan?"
"Benar, ini memang agak
serius," jawab Dilan dengan nada datar.
"Tapi di akademi ini, selama
pihak yang dirugikan nggak menuntut, hukuman bisa dikurangi."
"Sebagai imbalannya, aku akan
mengadakan jamuan untuk menghormatimu atas nama keluarga Dumin. Kamu bisa
mengatakan pada orang-orang kalau kamu temanku."
"Di jamuan itu, aku akan meminta
Ivan untuk meminum tiga cawan anggur sebagai permintaan maaf pada kalian.
Masalah selesai di sini."
Dilan mengatakannya seolah-olah
pernyataannya adalah sebuah perintah.
Setelah berbicara, tanpa menunggu
jawaban dari Adriel atau Wennie, Dilan mencabut pedang dari tubuh Ivan dan
memberinya sebuah pil obat.
"Terima kasih, Kak Dilan,"
ujar Ivan.
Lalu, dia memandang Adriel dengan
tatapan meremehkan, merasa aman setelah Dilan datang.
"Kamu ini nggak menghargai
aturan akademi?"
tanya Adriel dengan nada tajam.
Dilan tertawa kecil dan membalas,
"Memangnya kenapa?"
Baginya, aturan hanyalah sesuatu yang
bisa diabaikan oleh mereka yang punya kekuasaan.
Sama seperti Leony yang bisa
melanggar beberapa aturan, Dilan pun merasa mampu melakukan hal yang sama
selama dia bersedia membayar harga tertentu.
"Oh," kata Adriel dengan
tenang, lalu mengangkat tangannya.
Empat Pedang melesat!
Ivan terdiam sejenak, merasa tidak
ada yang terjadi.
Dia tersenyum meremehkan, hendak
mengejek Adriel, tetapi tiba-tiba menyadari bahwa kedua pergelangan tangannya
tidak bisa bergerak.
Dia menatap dengan bingung dan
melihat bahwa pergelangan tangannya berdarah deras.
Pembuluh darah di kedua tangannya
terputus!
Di bawah tatapan terkejut semua
orang, Adriel berkata santai, "Lupa bilang, aku juga nggak terlalu peduli
dengan aturan."
Suasana seketika menjadi hening.
Dastan menahan napas, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Adriel langsung memutuskan pembuluh
darah di kedua tangan Ivan, menghancurkan harapannya untuk kembali berlatih
bela diri.
Masalah ini pasti akan besar...
"Kak Dilan!" jerit Ivan,
suaranya penuh dengan kemarahan dan kesakitan.
"Balaskan dendamku! Dia berani
..."
"Diam!" bentak Dilan,
menatap Adriel dengan mata penuh amarah.
"Kamu cari mati!"
Dengan satu gerakan, dia melesat
maju, menyerang Adriel.
Menghancurkan Ivan di depannya
seperti ini adalah penghinaan langsung terhadap harga dirinya!
Jika tidak membalas, di mana Dilan
mau meletakkan wibawanya?
Adriel mempersiapkan diri untuk
bertarung, tetapi tiba-tiba sebuah sosok muncul di depannya dan menangkis
serangan Dilan.
Dengan satu telapak tangan yang
tampak ringan namun penuh kekuatan, sosok itu membuat Dilan mundur beberapa
langkah.
Saat orang-orang melihatnya, mereka
terkejut mendapati bahwa itu adalah Leony.
Berbeda dari sikapnya yang biasa
santai, Leony sekarang memancarkan tatapan tajam yang penuh ancaman.
"Dilan, Leo ini di bawah perlindunganku. Apa kamu nggak mengerti?"
Dilan yang tadi tampak percaya diri,
kini wajahnya berubah kaku. "Guru Leony, muridmu yang mulai duluan.
Aku..."
"Guru, jangan dengarkan
omongannya!" Wennie buru-buru berusaha menjelaskan.
Leony hanya mengangkat tangannya
dengan santai.
"Sudahlah, aku sudah tahu
semuanya tentang insiden di Gudang Harta ini."
Wajah Dilan makin muram. "Guru
Leony, sudah jelas kalau akademi nggak mengambil tindakan. Anda pasti paham
sikap akademi, jadi sebaiknya Anda nggak ikut campur ... " jelas Dilan.
Leony menatapnya dengan dingin.
"Jadi maksudmu aku tidak boleh melindungi muridku yang mencoba menjaga aturan?"
balasnya.
Suaranya yang tegas membuat jantung
Dilan bergetar. Meski Leony kelihatan seperti orang biasa, kenyataannya dia
memiliki kedudukan yang sangat tinggi.
Dilan mengernyitkan dahi dan berkata,
"Guru Leony, keluarga kita punya hubungan baik. Kedudukan kita nggak jauh
beda. Leo ini cuma alat bagimu untuk mencari uang. Aku bisa memberimu
kompensasi... "
"Kamu mau menyuapku?" tanya
Leony dengan nada tajam.
"Aku..." jawab Dilan yang
tertegun.
"Aku tanya, apa kamu mau
menyuapku ?" bentak Leony sambil menamparnya keras-keras.
Suara tamparan itu bergema di
sekitar.
Dilan terkejut, wajahnya penuh bekas
tamparan. Dia memandang Leony dengan tatapan tak percaya. Keluarga Ledora dan
Dumin di wilayah utara Srijaya punya ikatan erat, tetapi Leony tetap tidak
menunjukkan belas kasih sedikit pun.
Bagaimanapun, status mereka hampir
sama.
"Baiklah ... " jawab Dilan
sambil menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. Lalu, dia melanjutkan,
"Kalau begitu, aku akan menelepon Wakil Kepala Akademi dan meminta
keputusan langsung..."
Dia yakin Wakil Kepala Akademi akan
mendukungnya, karena dia secara pribadi diundang oleh beliau ketika pertama
kali masuk akademi.
Mendengar ini, Leony hanya tertawa
sinis, menyilangkan tangan di dada dan berkata, "Nggak perlu. Dia sedang
sibuk."
"Sekarang, semua guru sedang
dipanggil ke kantor Kepala Akademi."
"Oh, Kepala Akademi juga khusus
meminta bertemu Leo," tambah Leony dengan senyum tipis.
"Kamu bisa ikut, biar mendapat
kehormatan mendengarkan keputusan Kepala Akademi secara langsung."
No comments: