Bab 1383
"Baik, aku mengerti," ucap
Ron cepat cepat.
"Mulai sekarang, kamu sebagai
Wakil Kepala Akademi sementara. Silakan keluar," ujar Daniel dengan nada
datar.
Mendengar ini, Ron pun merasa lega
dan langsung berbalik untuk pergi.
Namun saat dia hendak melangkah
keluar, tiba-tiba terdengar suara Adriel dengan nada ringan, "Pak Ron,
kamu tadi bilang ada yang melaporkanku. Boleh tahu siapa pelapornya?"
Daniel melirik Ron dan berkata,
"Cepat katakan."
Ron menarik napas panjang sebelum
menjawab, " Itu adalah Aska yang sudah kamu bunuh. Mungkin karena dia ada
dendam padamu, jadi dia asal melaporkan."
Adriel tak berekspresi, tetapi dalam
hati sudah tahu siapa dalang sebenarnya melalui kemampuannya membaca pikiran.
Ternyata itu semua ulah Wafa.
Aska hanya dijadikan kambing hitam
karena sudah mati, jadi tidak bisa membela diri.
Ron segera memberi hormat pada
Daniel, lalu keluar dari ruangan, meninggalkan Adriel
Sekarang, hanya ada Daniel, Agus dan
Adriel bertiga saja di dalam
Daniel menatap Adriel dengan ekspresi
rumit. Anak ini adalah keturunan dari seorang sahabat lama, tetapi kini malah
dipersulit di depan matanya sendiri.
Dengan desahan pelan, dia berkata,
"Tahukah kamu siapa kami sebenarnya?"
Adriel menatapnya dengan sedikit
jengkel. Dari kemampuan membaca pikiran, dia sudah mengetahui rencana dua orang
ini.
Setelah mengungkapkan identitas
mereka, Agus akan mencoba menurunkan kekuatannya kepada Adriel, meskipun cara
itu berisiko besar.
Masalahnya, Adriel tidak terlalu
membutuhkan kekuatan tersebut.
Lagipula, kemampuan Agus akan menurun
drastis jika benar-benar melakukannya, dan Adriel pun belum cukup kuat untuk
menyelamatkannya kembali setelah itu.
Memutuskan untuk mengulur waktu,
Adriel memasang ekspresi bingung dan berkata, " Bukankah kalian Kepala
Akademi? Atau mungkin hanya penyamar?"
Ekspresi Agus langsung muram
mendengarnya.
Tampaknya Dennis tidak pernah memberi
tahu Adriel tentang hal ini.
Daniel tiba-tiba batuk kecil dan
bertanya, " Misalnya, kalau kamu dalam bahaya dan seseorang yang pernah
kamu tolong nggak mau menolongmu, apa yang akan kamu pikirkan?"
Adriel berpikir sejenak sebelum
menjawab, "Orang itu nggak bisa diandalkan, sia-sia menolongnya. Lebih
baik menjauhkan diri darinya."
Danjel dan Agus saling memandang,
menyiratkan senyum getir.
Saat itu, Agus menarik napas panjang
dan berkata, " Akademi telah salah menuduhmu dan gurumu. Akademi akan
memberimu kompensasi. Katakan, apa yang kamu inginkan?"
Dia ingin menebus kesalahannya pada
Adriel dan pada saat yang sama berharap bisa mengungkap identitasnya agar bisa
memberikan seluruh kemampuannya pada Adriel.
Adriel berpikir sejenak, lalu
berkata, "Apakah benar aku boleh meminta apapun?"
"Tentu saja! Aku ini Kepala
Akademi, semua urusan di dalam akademi aku yang tentukan! Silakan ajukan
syaratmu!" balas Daniel.
Dia tersenyum dan menatap Adriel
dengan penuh semangat.
Keduanya merasa memiliki utang budi
yang besar pada Adriel dan siap jika Adriel meminta sesuatu yang besar.
Namun, yang terjadi malah sebaliknya.
Adriel berkata, "Bisakah kalian
menghabisi Ron?"
Keheningan sejenak memenuhi ruangan.
"Ah, kamu memang pandai
bercanda. Seriuslah, kita sedang bicara hal penting," balas Daniel dengan
tawaan kecil.
"Aku nggak bercanda," jawab
Adriel dengan serius." Aku benar-benar ingin dia mati. Orang itu...
pembawa sial"
Daniel kembali terdiam
"Nanti dulu ... " Daniel
menarik Agus ke samping dan dengan wajah muram berkata, "Anak Dito ini
benar-benar pendendam, ya!"
"Maklum saja. Dia sudah menempuh
perjalanan penuh darah dan air mata, jadi wajar kalau setiap dendamnya dia
balas," balas Agus sambil menghela napas.
"Lalu apa yang harus kita
lakukan ... " ujar Daniel.
"Memang rumit," gumam Agus.
Kemudian, dia berpikir sejenak lalu berkata, "Kalau harus membunuhnya, sebaiknya
dilakukan diam-diam. Kamu bisa bantu aku?"
Daniel melotot tak percaya.
"Kamu gila atau apa?"
No comments: