Bab 1384
Agus mengerutkan alis dan berkata,
"Ini permintaan Tuan Muda."
"Pergi!"
Wajah Daniel hitam pekat seperti
dasar panci, dia tak bisa berkomunikasi dengan Agus. Tak lama kemudian, dia
kembali mendekati Adriel lalu tersenyum ramah, "Hanya karena Ron
mencurigaimu, kamu langsung ingin membunuhnya? Bukankah itu kurang bagus?"
"Lagipula, yang melaporkanmu
adalah Aska yang sudah meninggal, dia hanya tertipu dan nggak tahu yang
sebenarnya ... Orang yang tak tahu nggak bisa disalahkan."
Ron telah bekerja keras untuknya
selama bertahun- tahun. Kali ini dia hanya diberi hukuman ringan sebagai Wakil
Kepala Akademi sementara, dengan harapan dia akan memperbaiki diri dan mendapat
jabatan kembali nanti.
Mana mungkin dia benar-benar ingin
menyingkirkannya?
Daniel selalu membalas budi pada
mereka yang berjasa padanya.
Namun, Adriel menjawab serius,
"Aska sudah mati dan orang mati nggak bisa bicara. Ron hanya mencoba
mengelak dari tanggung jawab."
Daniel merasa tak berdaya, tetapi
kata-kata Adriel berikutnya membuatnya tertegun.
"Ozzi adalah orang dari Kelompok
Enam Jalur Puncak Kematian dan konon dia dibawa masuk oleh Ron, 'kan?"
"Jadi kau menduga bahwa Ron juga
bagian dari Kelompok Enam Jalur Puncak Kematian?" tanya Daniel. Dia
mengerutkan alis dan menggeleng, kemudian melanjutkan, "Tetapi itu masih
terlalu lemah sebagai bukti, dia menangani terlalu banyak urusan
akademi..."
Adriel hanya bisa menghela napas.
Memang, ini sedikit terpaksa.
Namun, Ron menyembunyikan fakta bahwa
Wafa yang membocorkan rahasia itu. Adriel tak bisa membuktikannya karena dia
hanya tahu hal itu melalui teknik membaca pikiran tanpa bukti nyata.
Namun, Adriel yakin bahwa ada masalah
dengan Ron.
Bagaimana cara menyampaikan pada
Daniel agar lebih berhati-hati?
Adriel merenung, lalu tiba-tiba
menghela napas panjang, tampak begitu sedih.
"Ada apa?" tanya Agus dengan
cemas.
"Pak Daniel... " Adriel
tersenyum pahit dan melanjutkan, "Mungkin kamu nggak tahu bahwa orang
tuaku meninggal beberapa tahun lalu."
"Aku tahu, ah, maksudku... aku
nggak tahu... Mendengar hal ini, Daniel dan Agus pun tampak sedikit berduka.
Adriel melanjutkan dengan suara
getir, "Sejak kehilangan perlindungan orang tua, aku dijahati oleh
orang-orang. Hidupku lebih hina daripada seekor anjing, diinjak-injak, hidup
dari sisa makanan orang lain dan tersiksa setiap hari."
"Meski akhirnya aku bisa
berlatih, perjalanan itu penuh air mata dan duri."
"Berkali-kali aku dihadang oleh
orang jahat dan hampir mati... "
Adriel memperlihatkan ekspresi pedih,
seolah tak sanggup mengingat masa lalunya.
Mendengar cerita ini, mata Agus mulai
berkaca- kaca, hatinya diliputi rasa bersalah dan menyesal karena tidak
menemukan Adriel lebih cepat.
Daniel pun terus menghela napas,
merasa telah mengecewakan sahabat lamanya karena gagal menjaga anaknya.
"Bahkan sekarang, di akademi ini
pun, aku terus diasingkan, terutama oleh wakil kepala akademi yang begitu
membenciku!"
Adriel menatap sendu, hampir
menitikkan air mata, dia melanjutkan, "Sepertinya, hidupku ini memang
ditakdirkan menderita, tanpa ada yang peduli... Tetapi, hari ini Pak Daniel
sudah membantu menegakkan keadilan untukku, aku sudah sangat senang dan
bersyukur. Mungkin permintaanku terlalu berlebihan, bagaimanapun, aku hanya
anak kampung dari Sagheru, mana mungkin bisa sebanding dengan Pak Ron?"
Adriel menampilkan akting belas
kasihan yang luar biasa!
Mendengar kisah pilu Tuan Muda, Agus
hampir menangis.
Dia bahkan ingin segera memenggal Ron
yang berani menindas Tuan Muda!
Daniel pun diliputi rasa bersalah dan
iba, ingin melindungi putra sahabat lamanya ini.
Akhirnya, melihat wajah sedih Adriel,
Daniel menggertakkan giginya dan berkata, "Baik, aku akan memerintahkan
orang untuk mengawasi Ron! Jika terbukti dia bersalah, aku nggak akan
memaafkannya!"
Adriel menghapus air mata yang
sengaja dia keluarkan. Betapa sulitnya dia berpura-pura menderita, karena
faktanya masa lalunya memang penuh kesengsaraan.
Namun, setelah mulai berlatih,
hidupnya jadi sangat menyenangkan!
Kini, melihat Daniel setuju, dia merasa
lega.
Bagaimanapun, dia khawatir Daniel
akan ceroboh dan terkena jebakan Ron...
Kehebatan aktingnya memang luar
biasa, tak seorang pun bisa menolaknya!
Namun, yang paling penting sekarang
adalah terus meningkatkan kemampuannya.
Dengan semangat, Adriel menatap
Daniel dan berkata, "Pak Daniel, aku punya satu permintaan lagi... aku
kekurangan nilai akademi... "
Mendengar permintaan ini, Daniel
akhirnya tersenyum lega. Dia mengira Adriel akan meminta hal berat lagi.
Namun, nilai akademi?
Anak ini bicara apa?
Bukankah itu miliknya sendiri?
No comments: