Bab 1385
"Nilai akademi apa segala ...
"
Daniel tertawa kecil, mengeluarkan
sebuah kartu emas dari sakunya, "Ambil ini, mulai sekarang anggap akademi
sebagai rumahmu, pergi ke mana pun sesukamu."
Kartu anggota emas ini adalah
milikmu, kan?
"Terima kasih, Pak Daniel,"
balas Adriel. Dia tampak terharu dan membuat Daniel semakin senang.
Namun, Daniel berdeham dan berkata,
"Kartu ini bukan untukmu bersenang-senang, kamu harus tetap berusaha
keras."
"Baru-baru ini, akademi akan
mengadakan seleksi untuk memilih tiga murid terbaik yang akan ikut serta dalam
Kompetisi Bela Diri di keluarga Janita."
"Pemenangnya bisa memilih untuk
menikahi seorang wanita dari keluarga Janita. Keluarga Janita punya banyak
wanita hebat, apakah ada yang menarik minatmu?"
Daniel menatap Adriel dengan tatapan
penuh arti.
Adriel tertegun, lalu bertanya,
"Apakah Wennie juga termasuk?"
"Wennie memang dari cabang
keluarga, tetapi dia tetap keturunan keluarga Janita, jadi dia juga termasuk
dalam daftar peserta," jawab Daniel sambil tersenyum.
Adriel tersenyum ramah dan berkata,
"Aku akan ikut dalam seleksi itu."
Daniel mengangguk puas, lalu
memandangi Adriel yang pergi dengan penuh kepuasan, seraya memuji, "Anak
Dito ini benar-benar punya tanggung jawab."
Namun, Agus mengerutkan alis,
"Tuan Muda nggak perlu ikut kompetisi itu. Kita bisa langsung ke keluarga
Janita untuk melamar, kan?"
Dia merasa enggan melihat Adriel
berada dalam bahaya lagi. Setelah berhasil menemukannya, Agus hanya ingin
Adriel hidup damai tanpa gangguan.
"Apakah Dito menginginkan
putranya menjadi pria nggak berguna yang nggak bisa melindungi istrinya
sendiri?" balas Daniel.
Daniel mengerutkan alis.
Sedangkan Agus hanya bisa menghela
napas.
Di luar akademi.
Tak lama setelah Adriel keluar, dia
melihat Leony bersama Wennie dan Helen menunggunya di luar. Sementara itu,
Yunna sibuk bermeditasi demi mengejar Adriel.
Dengan bantuan obat dari Adriel dan
sumber daya Akademi Arjuna. Kini dia sedang berusaha mencapai tingkat alam
bawaan.
Wennie dengan wajah cemas mendekati
Adriel dan menanyakan keadaan. Sementara itu Helen hanya menatap Adriel dengan
perasaan campur aduk tanpa banyak bicara,
Adriel tersenyum menenangkan Wennie,
lalu menyapa Leony, "Guru."
"Kenapa Legan begitu baik
padamu?"
Leony memandang Adriel penuh
kecurigaan, berpikir kali ini pasti Legan yang melindungi Adriel.
Adriel menjawab dengan tenang,
"Dunia persilatan nggak hanya tentang kekerasan, tapi juga soal hubungan
antar-manusia."
"Namun, mengandalkan hubungan
semata bukanlah jalan yang abadi ... " jawab Leony sambil menghela napas.
Bagi Leony, Adriel terlalu sering
mengandalkan orang lain.
Dia berharap Adriel bisa lebih
mandiri.
Tak bisa dipungkiri, dalam hal ini
Leony tak sepenuhnya salah, Adriel memang senang mencari jalan pintas. Bahkan
Ana, Jessy dan Alliya tahu hal ini dengan sangat baik.
Tiba-tiba, mata Leony terbelalak saat
melihat Adriel mengeluarkan kartu emas dan mengayunkannya di depannya, hampir
menyilaukan matanya.
"Murid yang baik, bolehkah guru
juga ikut jalan pintas sekali saja?" tanya Leony. Ekspresinya berubah
cepat dan langsung tersenyum lebar.
"Jalan pintas bukan jalan yang
abadi... " jawab Adriel sambil menghela napas.
Leony langsung cemberut dan berkata,
"Murid durhaka!"
Adriel tersenyun lebar dan berkata,
"Mulai sekarang semua pengeluaran Guru di akademi, bisa ditaruh di akun
murid!"
"Murid yang baik!" ujar
Leony. Dia langsung menepuk bahu Adriel dengan keras, wajahnya penuh semangat
dan kegembiraan. Tanpa banyak bicara lagi, dia segera berbalik dan berjalan
menuju ruang harta karun.
"Begitu juga dengan Kak Wennie,
jangan ragu untuk meminta apa pun mulai sekarang," lanjut Adriel sambil
menatap Wennie.
Mendengar kata-kata itu, Helen
tiba-tiba terlihat lebih cerah, matanya berkilat, tetapi tampak ragu untuk
berbicara. Dia menatap Adriel dengan ekspresi penuh pertanyaan. "Aku juga
murid Guru.. "
No comments: