Bab 1386
Adriel berkata dengan acuh tak acuh,
"Ini bukan urusanmu."
"Tapi aku ini kakak
seniormu..."
Helen merasa hatinya dingin. Dengan
sedikit panik, dia buru-buru mencoba memperbaiki situasi.
"Jangan sebut-sebut senior atau
junior lagi! Mulai sekarang, kita nggak ada hubungan apa pun! Sekali lagi kamu
bilang kalau kamu kakak seniorku, aku akan menamparmu!" kata Adriel dengan
nada dingin.
Adriel terlalu malas meladeni wanita
ini lagi, jadi día langsung pergi jauh bersama Wennie.
Bagi Adriel, Helen sama sekali tidak
layak untuk diperhatikan.
"Kakak senior Wennie, kamu nggak
marah padaku, kan?" tanya Adriel sambil berjalan. Bagaimanapun juga,
hubungan Wennie dengan Helen cukup baik.
Wennie tersenyum pahit sambil
menggelengkan kepala. Dia menjawab, "Hubunganku dengannya adalah urusanku
sendiri, itu nggak berarti aku bisa memaksamu melakukan apa pun untuknya.
Tenang saja, meski aku ingin membantunya, aku nggak akan menggunakan sumber
daya yang kamu berikan padaku."
Wennie selalu tahu batasannya. Dia
tidak pernah meminta sesuatu yang berlebihan.
Adriel tersenyum sembari berkata,
"Kakak senior, aku dengar dari kepala akademi kalau pemilihan untuk
Kompetisi Bela Diri keluarga Janita akan segera dimulai."
Wennie tersenyum sambil membalas,
"Aku memang berencana untuk ikut serta."
"Ah?" tanya Adriel. Dia
merasa terkejut. Orang- orang mengikuti Kompetisi Bela Diri untuk menikahi
perempuan dari keluarga Janita, lantas mengapa dia ingin ikut?
Wennie menjelaskan, "Kakaknya
Dastan, Malio, mengatakan ingin ikut serta. Dia menduduki peringkat kedua di
antara Tujuh Pemuda Arjuna, punya peluang besar untuk menang dalam seleksi.
Kalau dia bisa meraih peringkat tertentu di Kompetisi Bela Diri, dia bisa
menikah denganku. Tapi keluarga Janita punya aturan di mana wanita keluarga
Janita juga bisa ikut bertanding. Kalau mereka bisa meraih peringkat tertentu,
mereka bisa mendapatkan kebebasan untuk nggak perlu dipilih oleh orang
lain."
"Kamu tahu kalau aku punya
tunangan. Meski dia sudah nggak ada, aku tetap ingin setia padanya,"
tambah Wennie sambil tersenyum.
Adriel terdiam. Wennie bersedia
bertempur melawan banyak orang hanya demi mempertahankan kesetiaan padanya?
Pada saat itu, Wennie menatap Adriel
sambil tersenyum simpul, lalu berkata, "Kamu juga akan ikut, 'kan? Kamu
ingin memilih perempuan keluarga Janita yang mana?"
Adriel menjawab sambil tersenyum,
"Aku ingin memilihmu!"
Wennie tampak tertegun. Dia menatap
Adriel dengan sorot mata yang cerah, terdiam cukup lama.
Adriel berdeham, lalu melanjutkan,
"Kakak senior, jangan salah paham. Aku berharap bisa memilihmu agar bisa
membebaskanmu, supaya kamu nggak dipilih oleh orang lain."
Setelah mendengar itu, kilat cerah di
mata Wennie perlahan memudar. Senyumnya juga berangsur- angsur menghilang.
"Kalau begitu, terima kasih banyak, adik junior Leo."
Setelah berkata demikian, dia
melangkah pergi.
Adriel tertegun sejenak saat menatap
sosoknya yang tampak sedikit kesepian. Di matanya, Wennie yang dipandang orang
sebagai penjahat besar Kota Silas, tampak begitu polos dan bersih seperti
selembar kertas putih.
Wanita itu mulai menyukai dirinya.
Setidaknya, wanita itu punya kesan
yang baik terhadap dirinya.
"Apa aku ini malah membuat diri
sendiri terjerat?" pikir Adriel.
Namun, saat ini dia menarik napas
panjang, lalu melangkah ke arah Mata Air Abadi.
Dia harus membawa Wennie kembali dari
Kompetisi Bela Diri. Jadi dia harus terus meningkatkan kekuatannya. Kali ini,
dia mungkin bisa menyerap habis sesuatu dari dasar Mata Air Abadi...
Kali ini, saat Adriel masuk kembali
ke Mata Air Abadi, dia hanya perlu mengayunkan kartu emasnya secara asal. Para
murid yang sedang berlatih di sana pun langsung pergi.
Namun, pada saat ini ada dua orang
yang tetap berada di tempatnya.
Salah satunya adalah Dastan. Saat
melihat Adriel, dia menunjukkan wajah canggung, lalu berkata, " Kakakku
ada urusan denganmu..."
Di sebelahnya, seorang pria muda
berdiri dengan tangan terlipat di belakang. Usianya sekitar tiga puluh tahun,
wajahnya tampak serius dan kaku, serta dia mengenakan jubah hitam. Adriel sudah
sangat familiar dengan tanda ini. Ini adalah lambang Tim Penegak Hukum.
Dia menatap Adriel dengan tatapan
tajam, lalu berkata, "Namaku Malio."
Adriel tersenyum sambil membalas,
"Ingin cari masalah denganku?"
"Kakakku sebenarnya nggak punya
niat jahat. Dia hanya ingin menanyakan sesuatu tentang Wennie... "Dastan
buru-buru menjelaskan dengan wajah canggung. Dia tahu bahwa Adriel baru saja
mendapat bantuan dari kepala akademi.
Namun, Malio mengangkat tangannya.
Dastan pun menghela napas, lalu menutup mulutnya.
Kemudian, Malio menatap Adriel
sembari berujar, " Aku berbeda denganmu. Kamu memiliki perlindungan dari
keluarga Buana, serta mendapat perhatian dari kepala akademi. Apa pun masalah
yang kamu buat, akan ada orang yang membersihkan kekacauannya untukmu. Kamu
adalah orang yang terhormat."
Dia melanjutkan, "Aku berasal
dari keluarga kecil. Orang tuaku hanyalah pedagang, nggak ada yang akan
mendukungku. Aku hanya bisa mengandalkan usahaku sendiri. Aku nggak bisa
dibandingkan dengan orang hebat sepertimu. Bagi orang sepertiku, wanita seperti
Wennie adalah harta berharga. Sedangkan bagi orang hebat sepertimu, dia hanya
mainan. Aku harap kamu sebaiknya nggak mendekatinya."
No comments: