Membakar Langit ~ Bab 1387

  

Bab 1387

 

"Kalau nggak mau, bagaimana?" tanya Adriel.

 

"Pukulan orang yang naik dari bawah seperti kami pasti akan sangat sakit. Mungkin akan membuat kalian, para orang terhormat, ketakutan," balas Malio dengan nada acuh tak acuh.

 

Ada aura sombong dalam dirinya. Matanya yang tampak tenang saat menatap Adriel sebenarnya menyiratkan penghinaan terhadap seorang anak kaya yang manja.

 

Dia memang berasal dari kalangan biasa. Itulah yang membuatnya merasa tidak rela, marah, serta meremehkan saat berhadapan dengan Adriel.

 

Dalam pandangannya, dirinya sudah menelan banyak kepahitan untuk bisa mencapai posisinya saat ini. Sementara Adriel, tanpa dukungan kepala akademi, dia tidak layak dibandingkan dengan dirinya.

 

Adriel hanya tersenyum. Malio merasa dirinya sudah banyak menderita. Oleh karena itu, dia merendahkan Adriel.

 

Namun, apa artinya sedikit penderitaan dalam jalan bela diri?

 

Adriel sendiri pernah kehilangan kornea matanya, orang tuanya meninggal, dia dipenjara dan disiksa di ruang bawah tanah selama dua tahun, bahkan dikhianati oleh tunangannya sendiri. Jika semua ini dialami oleh orang biasa, mereka pasti sudah hancur

 

Jika saja dia benar benar hancur pada saat itu, tidak akan ada kisah selanjutnya.

 

Adriel hanya akan menjadi seorang buta sepanjang hidup, bertahan dengan sisa sisa hidupnya.

 

Kini, melihat Malio yang menatapnya dengan tatapan dingin, seolah menunggunya tidak bisa menahan diri lagi dan menggunakan kekuasaan untuk menekannya, Adriel merasa sedikit bosan. Dia melambaikan tangan sembari berkata, "Kalian pergilah."

 

"Kalau begitu, keluarkan saja," kata Malio.

 

"Keluarkan apa?" tanya Adriel.

 

"Kartu emas yang diberikan kepala akademi padamu," kata Malio sambil tersenyum sinis.

 

Malio berkata, "Bukankah orang kaya sepertimu dan Dilan punya kebiasaan seperti ini? Keluarkan kartu emasnya, lalu perintahkan orang seperti kami yang nggak punya kuasa untuk pergi. Tapi bagiku, kalian hanya pengecut. Kalau ingin membuktikan diri, bertarunglah denganku. Kalau kalah, menjauhlah dari Wennie!"

 

Adriel tidak merasa marah, malah merasa semua ini lucu. Ucapan Malio jelas dimaksudkan untuk memprovokasinya agar tidak menggunakan kekuasaan, lalu bertarung dengannya secara terbuka.

 

Mungkin, pria ini mengira Adriel sama seperti Dilan, seorang anak manja yang hanya tahu hidup enak dan bisa dia kalahkan dengan mudah.

 

Namun, apakah Malio sanggup menahan kekuatan Adriel yang sebenarnya?

 

Adriel tidak tertarik berdebat dengannya, bahkan merasa Malio sedikit menggelikan.

 

Dia mengeluarkan kartu emasnya secara asal, mengangkatnya di depan Malio, lalu berkata, " Pergilah yang jauh."

 

"Kamu!"

 

Melihat Adriel masih tidak ingin bertarung, Malio langsung meledak. Dia menatap Adriel dengan penuh amarah, lalu berkata dengan nada menghina, "Dasar pengecut!"

 

Adriel melangkah mendekat, sementara Malio menatapnya dengan tatapan penuh hinaan. Adriel hanya menatapnya sambil tersenyum.

 

Plak!

 

Adriel langsung menampar wajahnya, lalu berkata dengan nada dingin, "Hari ini aku memang akan menggunakan kekuasaan untuk menekanmu. Apa yang bisa kamu lakukan?"

 

Malio menatap Adriel dengan penuh amarah untuk beberapa saat. Dia mengepalkan tinjunya, lalu melangkah pergi dengan murka.

 

Dastan menghela napas, lalu ikut pergi.

 

Namun, saat Malio mencapai pintu, dia berkata dengan dingin tanpa menoleh, "Pada hari seleksi nanti, kamu nggak akan bisa menghindar!"

 

Setelah berkata demikian, dia pun pergi.

 

Adriel malas memikirkan tentang apa yang dikatakan Malio. Jelas sekali bahwa orang itu belum pernah merasakan kerasnya dunia.

 

Jika saja dia disiksa dua tahun di ruang bawah tanah oleh Yasmin yang sadis itu, pasti dia akan jauh lebih jinak.

 

Pada saat ini, Adriel menutup titik-titik akupunkturnya, lalu menuju ke Mata Air Abadi.

 

Saat dia masuk ke Mata Air Abadi, dia segera merasakan dirinya diselimuti oleh hawa dingin. Bagi orang lain, ini mungkin adalah sebuah siksaan, tetapi bagi Adriel, dia justru merasa sangat nyaman.

 

Energi hangat yang terus bergolak di dalam tubuhnya juga tertekan. Dia terus menyelam ke dasar Mata Air Abadi.

 

Sementara itu, pedang setengah jadi tiba-tiba berteriak kegirangan. Ia keluar dari Ruang Penyimpanan Surgawi, lalu menyerap energi emas di sekitarnya dengan rakus.

 

Permukaan pedang yang sebelumnya berlubang lubang, kini mulai halus kembali.

 

Ketika Adriel akhirnya sampai ke dasar Mata Air Abadi, tubuhnya bergetar kedinginan. Namun, aliran energi sejatinya justru menjadi sangat aktif karena terpicu oleh hawa dingin ini.

 

Di dasar mata air itu terdapat butiran pasir logam yang langsung diserap oleh pedang setengah jadi, membuat permukaannya mulai retak. Karat yang menempel terlepas dengan cepat, memperlihatkan permukaan pedang berwarna perak di bawahnya.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 1387 Membakar Langit ~ Bab 1387 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on January 05, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.