Bab 1393
Saat itu, Wennie berkata dengan
tenang, "Kakak senior nggak perlu melindungiku. Aku bisa melindungi diriku
sendiri."
"Adik junior, kamu... "
Malio yang melihat Wennie menolak
bantuannya, mengerutkan kening. Kemudian, dia tersenyum sambil berkata,
"Baiklah, setelah adik junior Wennie merasakan kekuatanku, kamu akan tahu
apakah aku layak melindungimu atau nggak."
Malio memberi hormat kepada Daniel,
lalu berkata dengan suara lantang, "Adik junior Wennie telah memenangkan
empat pertandingan berturut-turut. Aku meminta izin untuk bertarung
dengannya!"
Keinginannya untuk memenangkan hati
sang gadis dengan kekuatan dan bakat bisa terlihat jelas.
Daniel yang tidak punya alasan untuk
melarang, hanya bisa melambaikan tangan sambil mengangguk setuju.
Malio pun melangkah ke atas panggung,
tersenyum pada Wennie, lalu berkata, "Tenang saja, adik junior Wennie. Aku
akan menahan kekuatanku sedikit."
Wennie mengerutkan kening. Dia tahu
bahwa kemungkinannya menang hampir tidak ada jika harus melawan Malio. Ini
berarti dia akan tersingkir, tidak memenuhi kualifikasi untuk mengikuti
Kompetisi Bela Diri.
Malio jelas ingin menyingkirkannya
lebih awal, membuatnya kehilangan kesempatan untuk menentukan nasibnya sendiri,
lalu memaksanya untuk menerima pernikahan.
Di sisi lain, Dilan mulai merasa
cemas. Dia bahkan tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Malio
terus menargetkan Wennie. Ketika Adriel tiba nanti, bisa jadi dia akan sangat
marah.
Dilan berkata dengan panik,
"Malio, biar aku yang bertarung denganmu dulu!"
Bum!
Malio langsung melancarkan pukulan
dari kejauhan!
Pukulan itu begitu kuat dan cepat,
menggores tanah dengan suara menggelegar seperti auman harimau di sepanjang
jalan.
Wajah Dilan berubah pucat. Dia segera
mengangkat tangan untuk menangkis serangannya.
Namun, sayangnya, akibat luka parah
dari pertarungan sebelumnya dengan Adriel, serta racun yang melemahkan energi
intinya, kondisinya sangat buruk sekarang.
Dia terus mundur hingga puluhan
langkah, mengeluarkan darah dari mulutnya, lalu wajahnya pun tampak pucat pasi.
"Kamu bahkan nggak bisa menahan
satu pukulanku, tapi masih ingin bertarung denganku? Lucu sekali!"
Malio berdiri dengan angkuh,
menggelengkan kepala dengan ekspresi meremehkan.
Adegan itu membuat semua orang
tercengang. Mata mereka tampak membelalak.
Dilan adalah orang di peringkat
ketiga dari Tujuh Pemuda Arjuna. Namun, dia bahkan tidak mampu menahan satu
pukulan dari Malio?
"Sialan! Leo, jangan bilang
kalau aku nggak berusaha membantumu. Aku benar-benar sudah berusaha..."
Wajah Dilan tampak memerah karena
malu dan kesal, tetapi tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Sebenarnya, dia
masih bisa bertarung dengan Malio jika saja Adriel tidak bertarung terlalu
keras dengannya sebelumnya. Lukanya masih belum pulih saat ini.
Di tengah tatapan penuh hormat dari
penonton, Malio menyapukan pandangannya ke sekeliling, lalu berkata,
"Siapa lagi yang nggak setuju? Majulah!"
Tatapannya tertuju pada Wafa,
satu-satunya orang yang dia anggap setara.
Namun, Wafa hanya duduk diam di sana.
Dia melirik Malio dengan senyum mengejek yang sekilas muncul di matanya, lalu
tersenyum ringan sembari berujar, "Silakan, kakak senior Malio."
Melihat Wafa tidak berniat maju,
semua orang makin terdiam, terkesima oleh kekuatan Malio. Tidak ada lagi yang
berani menantangnya!
Mereka hanya bisa menyaksikan Malio
berdiri dengan tangan di belakang, tampak penuh kebanggaan.
Aura mendominasi yang terpancar
darinya seakan tak tertandingi!
Agus tidak bisa lagi menahan
amarahnya. Dia menoleh sambil berkata, "Kalau Tuan Muda nggak segera
datang, aku mungkin akan turun tangan untuk memberi pelajaran pada bocah
sombong ini!"
Bagaimana mungkin dia akan membiarkan
tunangan Adriel direbut oleh seorang seperti Malio?
"Dia sudah tujuh hari nggak
muncul, entah di mana dia berlatih," ujar Daniel dengan nada yang sedikit
frustasi. Dia melanjutkan, "Tenanglah dulu. Dia sudah berjanji pada saat
itu, seharusnya... dia akan datang, 'kan?"
"Begitu Tuan Muda datang, mengalahkan
Malio itu hal yang mudah. Ini sama seperti menghancurkan semut!" ujar Agus
dengan nada dingin.
Daniel memutar matanya. Dirinya dan
Agus belum pernah melihat Adriel bertarung dengan sungguh - sungguh, jadi
kata-kata Agus itu sepenuhnya tampak seperti dukungan tanpa dasar.
"Kita lihat saja. Semoga Wennie
bisa bertahan," kata Daniel dengan nada pasrah.
Sebenarnya, dia tahu dengan baik
bahwa Wennie punya bakat yang luar biasa. Di masa depan, dia pasti bisa
melebihi Malio, tetapi sekarang
Masih belum waktunya.
Malio kembali berujar, "Adik
junior Wennie, sebaiknya kamu menyerah saja. Kamu nggak akan mampu melawanku,
hanya akan menderita luka - luka."
Malio menatap Wennie dengan senyum
sopan sambil menahan auranya. Dia berusaha menasihatinya dengan baik.
Wennie menatapnya sejenak, lalu
menggelengkan kepala perlahan.
Menyerah?
Tidak mungkin.
Wennie tahu dirinya tidak bisa akan
menghindari pertarungan ini.
Jika ingin bertahan, dia hanya bisa
berjuang. Lagi pula, dia sudah terbiasa meniti jalan berduri ini sendirian.
Meski harus terluka parah, dia tidak akan menyerah.
Pandangan matanya menyapu ke arah
bawah arena, merasa sedikit menyesal karena dia tidak menemukan sosok yang
dikenalnya itu …
No comments: