Bab 1394
"Kamu sedang mencari siapa?
Mencari Leo itu?"
Melihat tatapan Wennie, Malio
mendengus dingin, lalu melanjutkan dengan nada meremehkan, "
Nggak perlu dicari. Tujuh hari yang
lalu, dia sudah kalah saat dia nggak berani melawanku secara langsung! Dia
hanya seorang pemuda manja yang ingin main-main denganmu saja, tapi kamu masih
memercayainya? Hanya aku yang cocok menjadi pasanganmu!"
Pada titik ini, Agus tidak bisa
menahannya lagi. Dia hampir saja bangkit, siap melampiaskan amarahnya untuk
membela sang Tuan Muda, lalu menghancurkan Malio!
"Tunggu, tunggu sebentar
lagi!"
Daniel buru-buru menariknya. Sebagai
seorang ahli tingkat langit, membunuh seorang murid jelas bukan hal yang bisa
dibenarkan.
Pada saat itu, Agus hanya bisa
menunggu dengan gelisah, sambil terus mencari-cari bayangan Adriel di sekitar
arena.
Namun, Adriel tetap belum muncul.
"Anak Dito nggak mungkin
sepenakut itu, 'kan?" ujar Daniel sambil tersenyum getir.
"Aku sudah tahu, pengecut itu
nggak akan muncul..." gumam Dilan di bawah panggung.
Wajah Wennie tampak makin dingin. Dia
menatap Malio sambil berujar, "Berhenti bicara omong kosong. Ayo
bertarung!"
"Kamu ini..." Malio tertawa
seolah mendengar lelucon. Dia menggelengkan kepala sembari membalas,
"Baiklah, biar kamu melihat perbedaan antara aku dan pria manja itu!"
Namun, saat dia hendak melangkah
maju, tiba-tiba sosok seseorang datang menerjang seperti badai!
Orang itu mendarat di atas panggung
dengan suara keras.
Kekuatan besar ini menyebabkan lantai
arena sedikit bergetar, serta debu tipis berterbangan.
Semua orang terpana menatap sosok
yang baru saja muncul di atas panggung.
"Itu, Itu dia!"
Agus langsung bangkit dengan penuh
semangat.
"Tenang, tenang!"
Meski mengatakan untuk tetap tenang,
Daniel juga terlihat bersemangat. Dia berkata, "Nggak buruk, dia
benar-benar layak menjadi anak Dito! Sama sekali nggak mengecewakan!"
Wennie pun menatapnya dengan sedikit
kaget.
Adriel berdiri di atas panggung,
tersenyum dengan penuh penyesalan. Suara lembutnya entah bagaimana mampu
menenangkan hati Wennie. " Maaf, aku datang terlambat. Ada sedikit urusan
yang harus diselesaikan."
"Dia benar-benar datang?"
Malio mengerutkan keningnya sambil mendengus dingin. Matanya menunjukkan
ketidaksenangan.
"Leo, dia sangat kuat..."
kata Wennie yang tampak sedikit cemas.
"Sebenarnya aku juga cukup
kuat," kata Adriel sambil menggaruk kepalanya. Dia tampak sedikit bingung
harus bagaimana menjelaskannya.
Kemudian, dia menatap Malio sambil
mengepalkan tinjunya hingga terdengar suara retakan tulang, menyipitkan mata,
lalu berkata, "Tadi kamu yang mengejekku dan calon istriku, 'kan?"
"Kamu..."
Malio merasa sikap sombong Adriel ini
sangat lucu. Namun, dia segera mengerutkan keningnya, tertawa dingin dengan
nada menghina, lalu bertanya, " Calon istri? Apa kamu pikir kamu
pantas?"
Sambil mengatakan ini, Malio melirik
Wennie. Menurutnya, bagaimana mungkin Wennie lebih memilih Adriel, yang hanya
seorang putra kaya manja, yang hanya bisa menunjukkan sikap dominan seperti
ini?
Namun, wajah Wennie tiba-tiba merona.
Dia memalingkan wajah sambil berkata, "Adik junior Leo, kamu jangan asal
bicara!"
Rona merah di wajahnya sudah cukup
untuk menjelaskan segalanya.
Malio tertegun, matanya membelalak
dengan penuh amarah, kehilangan kendali sepenuhnya.
Adriel tersenyum simpul saat
menanggapi, "Aku nggak asal bicara. Aku benar-benar calon suamimu. Mulai sekarang,
siapa pun yang berani mengganggu tunanganku, akan berurusan denganku."
Dengan percaya diri, Adriel menunjuk
ke arah Malio, lalu melanjutkan, "Dimulai dari kamu dulu."
"Apa yang dia bicarakan?
Bukankah tunangan Wennie adalah Adriel? Dia merayu gadis tanpa tahu batasannya,
bahkan berusaha merebut tunangan orang lain. Aku nggak akan bersikap sebodoh
itu..." bisik Dilan dengan suara pelan di bawah panggung.
Malio tertawa penuh amarah. Dia
membalas, " Hanya dengan kekuatan seorang pengecut sepertimu? Kalahkan aku
dulu, baru bicara!"
Setelah mengatakan ini, dia tidak
lagi memedulikan Wennie. Energi sejatinya meledak, mengunci Adriel dengan
pandangan penuh niat membunuh.
Sosoknya melesat dengan cepat,
berubah menjadi bayangan yang mengoyak udara dengan suara tajam, lalu
mengayunkan tinjunya langsung ke arah Adriel!
Namun, di tengah serangan Malio,
Adriel tampak tidak terpengaruh. Dia hanya menatap ke arah tribun penonton.
Bagaimanapun juga, ini adalah
tempatnya sendiri.
Jika identitasnya terbongkar,
biarkanlah terbongkar. Tidak perlu merasa takut!
No comments: