Bab 1420
"Dasar keras kepala!"
Dengan ekspresi dingin, Marlon
mengangkat tangan dan menghantamkan telapak tangannya ke arah Agus,
menjatuhkannya dari udara!
Jika bukan karena perubahan mendadak
yang meningkatkan kekuatan Agus dan senjata langka yang dia gunakan untuk
menahan sebagian besar serangan itu, Agus pasti sudah tewas seketika.
Saat tubuh Agus meluncur ke bawah,
Ron telah menyusulnya dari belakang, dengan senyum dingin menatap wajah Agus
yang berlumuran darah.
"Bandal sekali. Nggak heran kamu
dan Dito berakhir memalukan!" ejek Ron.
Tanpa basa-basi, Ron menghantam Agus
dengan satu tendangan keras. Agus mengangkat pedangnya untuk menahan, tetapi karena
terluka parah, dia hanya bisa menahan sebisanya.
Tubuhnya kembali terlempar ke udara,
kali ini mendarat di dekat Marlon, yang segera memegang dan mematahkan salah
satu tulang Agus.
Namun, Agus tidak berteriak
kesakitan. Dia hanya mengeluarkan teriakan perlawanan. Lalu, dia mengayunkan
pedangnya dengan gagah, mengerahkan sisa kekuatannya untuk menjaga jarak dan
mencari celah melarikan diri demi memberi waktu untuk Daniel!
Darahnya terciprat di udara,
teriakannya yang penuh semangat menggema di angkasa, membawa suasana yang penuh
kepiluan. Beberapa penonton bahkan meneteskan air mata.
Marlon yang semakin tidak sabar
langsung melesat dan melancarkan serangan telapak tangan lagi. Agus mengangkat
pedangnya untuk melawan, tetapi kondisinya sudah sangat parah, tubuhnya penuh
luka.
Hanya angin dari serangan itu saja
sudah membuatnya hampir tidak bisa bernapas!
Agus menggigit giginya, bersiap untuk
menghancurkan papan giok di tangannya. Meskipun tahu nyawanya akan melayang,
dia lebih memilih mati daripada membiarkan peninggalan berharga ini jatuh ke
tangan para pengecut dari Enam Jalur Puncak Kematian!
"Agus, dunia ini gelap, penuh
para bangsawan yang tamak dan menindas rakyat jelata."
"Lihat saja, orang-orang seperti
aku dan Ron, duduk di puncak kekuasaan, siap menusuk kalian dari belakang. Kamu
tetap ingin melindungi mereka? Untuk apa?"
Marlon berhenti melangkah, lalu
berkata dengan suara dingin, "Tidakkah lebih baik kamu buka mata dan sadar
lebih awal?"
"Memang gelap," jawab Agus,
wajahnya pucat, tetapi dia tersenyum lemah.
"Aku dan orang-orang biasa
lainnya sudah sering melihat wajah pongah para bangsawan. Tapi majikanku selalu
berada di depan kami, bagaimana bisa aku mengecewakannya? Dia menerangi jalan
kami dengan keberaniannya, menjadi satu-satunya yang peduli pada kami..."
Belum selesai dia bicara, Ron sudah
menyelinap dari belakang dan menusukkan tangannya ke punggung Agus!
Marlon hanya ingin mengulur waktu dan
mengalihkan perhatian Agus agar Ron bisa menyerang tanpa disadari.
Tubuh Agus bergetar hebat, darah
mengucur dari punggungnya yang terluka.
Saat itu, Marlon muncul di depannya,
merebut papan giok dari tangannya.
Sambil bermain-main dengan papan giok
itu, Marlon mencibir, "Begitu menyentuh. Hampir saja aku ikut
menangis..."
Tulang-tulang yang mencuat dari tubuh
Agus lenyap satu per satu, tubuhnya yang terluka parah mulai gemetar. Dia
mencoba meraih papan itu kembali, tetapi Marlon segera mencengkeram lehernya.
Dengan tatapan dingin, tangan Marlon
mulai meremas leher Agus, hendak mencekiknya sampai mati.
Agus merasa kekuatannya perlahan
memudar, kelopak matanya terasa berat.
Dalam pandangannya yang mulai kabur,
dia seolah melihat sosok yang sangat dia kenal, bayangan seseorang yang dulu
dia temui. Sosok itu selalu penuh percaya diri, dengan senyum berapi-api.
Meski hanya seorang komandan kecil,
dia berdiri di hadapannya dengan penuh kebanggaan, seakan memimpin ribuan
prajurit, dan tanpa ragu menyatakan visinya.
"Kalau ada hantu yang
menghalangi, kita basmi! Kalau ada iblis, kita habisi! Aku nggak percaya kita
nggak bisa membersihkan dunia ini dari para musuh dan memberikan rakyat hidup
yang damai!"
Masa muda yang berapi-api, cita-cita
yang begitu polos. Saat dia berkata itu kepada seorang prajurit biasa, siapa
yang bisa menolak untuk mengikutinya?
Saat matanya hampir tertutup,
bayangan sosok itu tampak lagi, seakan menjemputnya. Matanya berkaca-kaca,
melihat wajah Adriel yang berdiri di hadapannya.
Wajah itu mengingatkannya pada Dito
yang penuh kemarahan, menatapnya tajam, seraya berteriak, " Paman Agus,
aku di sini! Buka matamu! Lihat bagaimana kita menghancurkan musuh kita!"
Adriel menekan titik-titik akupunktur
Agus, membuat Agus membuka matanya lagi. Pandangannya yang kabur mulai jelas.
Dia menatap Adriel dengan senyum lemah dan berkata, "Kamu benar-benar
seperti ayahmu..."
Lalu suara yang berat dan penuh
kemarahan terdengar di telinganya, "Marlon, Ron, bersiaplah untuk
mati!"
Marlon terdiam, menatap heran pada
sosok tua yang berdiri di depannya.
Baru saja hampir membunuh Agus, tiba-tiba
Daniel muncul, menyelamatkannya. Namun ... bagaimana bisa?
Bukankah dia sedang dalam proses
pemulihan dari racun?
"Kamu ... kamu..."
Ron juga terperangah. Tubuh Daniel
memancarkan aura dahsyat, seolah kembali ke puncak kekuatannya.
Kekuatan tingkat langit tahap
kesembilan puncak ...
Bum!
Daniel melancarkan serangan besar,
angin badai menyebar ke segala arah, begitu menakutkan!
"Lari!"
Ron merasakan ketakutan yang luar
biasa. Wajahnya penuh rasa takut. Tanpa pikir panjang, dia berbalik untuk
melarikan diri!
Namun, tangan besar Daniel sudah
mengincarnya. Dengan kekuatan yang seakan meliputi seluruh ruang, menciptakan
riak-riak udara yang membatasi ruang geraknya!
Ron terperangkap, tidak bisa bergerak
sama sekali.
Wajahnya berubah pucat, terperangah
dengan kekuatan mengerikan itu.
"Matilah!" teriak Daniel.
Dia mencengkeram leher Ron dan
mengangkatnya ke hadapannya.
"Tidak! Jangan!"
No comments: