Bab 1427
Setelah ucapan itu terlontar, para
murid Akademi Arjuna bersorak gembira. Mereka sudah lama tidak senang melihat
kelompok pemuda dari keluarga Janita yang sombong dan angkuh itu. Tentu saja
mereka berharap Wafa bisa membela mereka!
Adriel tidak peduli dengan
orang-orang dari keluarga Janita. Dia hanya melihat ke arah Wafa, yang
seharusnya menjadi objek pelatihan utama dari Enam Jalur Puncak Kematian.
Dibandingkan dengan organisasi yang
melintasi berbagai negara seperti Enam Jalur Puncak Kematian, keluarga Janita
tidak ada apa-apanya. Orang-orang keluarga Janita ini hanya mencari jalan mati
dengan menantangnya.
Namun, jika Wafa melangkah maju,
apakah dia akan membuat masalah lagi?
"Hanya dengan kemampuanmu?"
Pemuda itu tertawa marah dan hendak
mengatakan sesuatu.
Namun pada saat itu, Wafa tiba-tiba
melonjak ke depan dan melintas dengan cepat, kemudian menamparnya!
Plak!
Pihak lawan langsung terlempar
keluar, mulutnya dipenuhi dengan darah.
Wafa berdiri dengan tenang dan
berkata, "Hanya dengan kemampuanku?"
Seluruh arena menjadi sunyi.
Semua orang terkejut, tidak menyangka
Wafa bisa bertindak begitu cepat, begitu tiba-tiba, begitu.... berkuasa!
Pemuda dari keluarga Janita itu pasti
tidak biasa, tetapi begini saja sudah kalah?
"Kamu, kamu menyerangku!"
Pemuda itu berdiri dengan marah dan
bersemangat, ingin segera mendapatkan kembali kehormatannya. Dia adalah anggota
keluarga Janita. Bagaimana bisa dia dipermalukan di depan umum?
Namun pada saat ini, di antara
keluarga Janita, tiba- tiba ada seseorang yang berkata, "Pergilah."
Mendengar suara itu, ekspresi pemuda
itu langsung berubah dan dia langsung terdiam.
Pada saat itu, semua orang melihat
bahwa yang berbicara adalah seorang pria berusia 30 tahun.
Dia tampak biasa, tidak ada aura yang
istimewa, tetapi keluarga Janita menghormatinya sebagai pemimpin.
"Albert Janita!"
Ada yang terkejut dan mengenali
pemuda itu. Dia menduduki peringkat ke-16 di antara yang muda di keluarga
Janita. Dia dijuluki Si Enam Belas dan dianggap sebagai suatu kehormatan.
Karena ketika dewasa nanti, dia pasti
akan diperlukan sebagai seorang tetua keluarga Janita.
Kelak, dia adalah orang besar di masa
depan, jadi tidak ada yang bisa menyinggungnya. Semua orang memperhatikannya
dengan tegang.
"Pertama, kami ingin membawa
Marlon pergi. Kedua, kami ingin merasakan kekuatan murid- murid Akademi Arjuna,
tapi kamu terlalu nggak sopan. Kamu pikir kamu bisa menjadi musuh kami hanya
karena kamu berani bersikap kasar di Akademi Arjuna?" ujar Albert dengan
santai.
"Nggak puas?" Wafa
tersenyum sambil mengambil satu langkah ke depan dan berkata, "Ayo, aku
akan bertarung denganmu."
Adriel menatapnya sejenak, lalu
tersenyum lembut sambil menggelengkan kepalanya dan berkata, " Sebenarnya,
aku bisa bertarung denganmu, tapi tadi kamu bilang harus melewatimu dulu baru
bisa bertemu dengan Adriel, benar-benar membuatku marah."
Berbicara tentang ini, ekspresinya
menjadi dingin dan dia berteriak marah, "Memangnya Adriel itu siapa? Masa
masih perlu syarat untuk bertemu dengannya?"
"Sebagai keturunan keluarga
Janita, mau bertemu siapa pun, nggak peduli apa pun identitasnya, itu adalah
kehormatannya!"
"Adriel, yang kamu anggap
berkuasa, hanyalah seorang bawahan keluarga Janita!"
Setelah berkata demikian, tiba-tiba
tatapannya tertuju pada Adriel. Lalu, dia berteriak dengan keras, "Adriel,
cepat ke sini dan beri salam kepadaku!"
Duar!
Kerumunan orang seketika tampak
marah!
Ini namanya penghinaan!
Pihak lain dengan bangga mengklaim
identitasnya, bahkan ingin memanggil orang nomor satu di akademi ini!
Menghina Adriel sama dengan menghina
seluruh Akademi Arjuna!
"Anggota keluarga Janita sialan
ini terlalu dominan dan nggak menghormati Akademi Arjuna!"
Malio juga ada di tempat dan merasa
malu. Dia selalu membanggakan identitasnya sebagai murid Akademi Arjuna!
"Nggak ada jalan lain, siapa
suruh dia itu anggota keluarga Janita..." gumam Malio sambil menggelengkan
kepalanya. Sekuat apa pun kamu, dia bisa menghancurkanmu dengan kekuasaannya.
"Adriel, ayo kita cari Kepala
Akademi."
Wennie menahan Adriel sambil
mengernyit. Dia yakin Adriel bisa dikalahkan hanya dengan satu jari.
Namun, mengingat identitas lawan yang
istimewa, lebih baik meminta Kepala Akademi untuk menengahi.
Wafa juga mengernyit. Dia hendak
mengatakan sesuatu.
Adriel memutar matanya dan membatin,
"Beri salam kepalamu! Dasar bodoh! Lagi pula, aku menikahi Wennie, bukan
menikahi ibumu. Kalau aku menikahi ibumu, kamu yang harus memberi salam
padaku..."
Di matanya, mereka adalah sekelompok
anak muda bodoh yang tidak tahu diri. Dia menghargai Wennie, jadi malas untuk
menghadapi mereka. Dia hendak pergi.
Namun, di mata pihak lawan, dia
adalah keturunan cabang yang menentang keluarga!
Ini sama dengan pemberontakan!
Terutama di depan begitu banyak
orang, Adriel justru tidak menghormatinya dan langsung pergi. Ini membuatnya
makin marah dan berkata, " Berhenti! Beraninya kamu melawan kami. Apa kamu
nggak bisa membedakan mana yang tinggi dan mana yang rendah?"
"Soal kebangsawanan, kamu masih
belum bisa masuk kategori," ujar Adriel dengan acuh tak acuh sambil
meliriknya seklias.
Nyonya Freya adalah istri muda
gurunya entah yang keberapa. Apa pentingnya si Albert ini?
Semua orang terkejut. Adriel meminta
untuk menikahi Wennie, tetapi malah berani berbicara seperti itu kepada
keluarga inti?
Gila juga, ya?
"Kamu ... ingin
memberontak?" teriak Albert dengan marah dan tidak percaya. Sebelumnya,
dia belum pernah bertemu dengan orang seperti Adriel.
Adriel malas berbicara dengannya.
Bodoh itu bisa menular, jadi dia pergi bersama dengan Wennie.
No comments: