Bab 1448
"Hmm, gratis, ya," kata
Wiri sambil menempatkan kontrak di depannya.
"Gratis? Kamu terlalu
keterlaluan... " kata Dilan dengan tidak percaya. Saking marahnya,
tangannya sampai gemetar.
"Kenapa marah? Bukannya kebencian
dan keuntungan adalah dorongan anak-anak keluarga Dumin untuk maju?" ujar
Wiri dengan acuh tak acuh sambil meraba cangkir tehnya.
"Sama seperti ibumu, sebagai
istri sah, Ayah hanya memanjakanmu dan ibumu. Tapi, dia memperlakukan kami
seperti bawahan. Sekarang aku sudah menjadi kuat, jadi aku bisa membalaskan
dendamku padanya sesuka hati tanpa harus dihukum."
"Ini adalah hadiah dari keluarga
untuk para orang kuat."
"Dilan, apa kamu masih nggak
ngerti? Keluarga nggak menginginkan orang seperti kamu yang peduli dengan
hubungan keluarga, tapi orang kuat sepertiku."
Berbicara tentang ini, dia menatap
Dilan dengan tenang dan berkata, "Kenapa kamu berbicara tentang harga
dengan orang gila?"
Suasana sangat tenang, tetapi terasa
ada kekuatan sangat kuat yang menekan, membuat jantung Dilan terasa seperti
tercekik.
Dia memandang Wiri dengan wajah
pucat, lalu tiba- tiba tertawa getir dan berkata, "Benar, aku nggak cocok
bertahan hidup di keluarga yang menyimpang seperti ini!"
Selesai berbicara, dia merigambil
pena dan menandatangani kontrak itu, lalu menekan cap jarinya.
"Itu benar," kata Wiri
sambil tersenyum dan berkata lagi, "Bunuh saja."
Pada saat itu, pria paruh baya itu
bangkit, lalu mengangkat pedangnya dan berjalan ke arah wanita itu.
"Apa?"
Wajah Dilan menjadi pucat. Dia
berdiri, lalu berkata, "Wiri, aku sudah menandatangani kontraknya!"
"Ya, jadi sekarang aku baru
membunuh ibumu. Memberikanmu kesempatan untuk bertemu dengan ibumu untuk
terakhir kalinya, itu adalah hadiah untukmu!" kata Wiri dengan tenang.
"Huhu."
Ibunya Dilan yang mendengarkan di
samping, melihat orang lain mendekat dengan pedang, mulai menangis dan menatap
Dilan sambil menangis, seolah-olah sedang mengucapkan perpisahan terakhir.
"Wiri, aku mohon padamu, aku
mohon padamu, lepaskan ibuku. Aku janji akan melakukan apa pun yang kamu
minta!"
Dilan berlutut. Ekspresinya dipenuhi
dengan keputusasaan dan ketakutan. Di depan Wiri, dia merasa tidak berdaya,
seolah-olah terjebak dalam lubang hitam yang dalam, bahkan tidak memiliki hak
untuk berjuang
"Kalau kamu marah, bunuh saja
aku, ampuni ibuku, tolong, tolong!"
Sambil berbicara, dia bersujud kepada
Wiri hingga kepalanya berdarah seperti orang gila.
Dan pada saat ini, Adriel merasa agak
tidak tahan melihat ini. Bagaimanapun juga, dia adalah orang yang bekerja
untuknya. Kalau dia mati, dia akan kehilangan satu orang di keluarga Dumin.
"Bangun, ibumu nggak akan mati
hari ini."
"Hmm?"
Pada saat itu, Wiri mengerutkan
keningnya sambil menatap Adriel dengan tatapan dingin dan berkata, "
Dilan, bawahanmu sudah berani bicara?"
Di matanya, Adriel hanyalah seorang
bawahan yang dibawa oleh Dilan. Bagaimana dia berani berbicara?
"Aku merasa Dilan dan ibunya
nggak pantas mati. Kebencianmu murni disengaja oleh ayahmu untuk memicu
pertengkaran di antara kalian..."
"Kalau mau balas dendam, bunuh
ayahmu. Jangan bunuh ibu orang lain seenaknya?" ujar Adriel sambil
menggeliatkan matanya.
Lagi pula, ibunya itu digunakan untuk
disetubuhi, bukan untuk dibunuh. Sama seperti caranya menghadapi Yasmin ...
Untungnya, Dilan tidak tahu apa yang
dipikirkan Adriel. Kalau tidak, dia hanya akan menangis dan bertemu dengan raja
neraka.
Sementara itu, Wiri mendengkus
dingin.
Pria paruh baya itu sudah
mengeluarkan pedangnya dan melayangkan serangan ke arah Adriel sambil berkata
dengan ekspresi penuh penghinaan, "Hanya dengan kemampuanmu, kamu berani
mencampuri urusan Tuan Muda keluargaku! Cari mati!"
"Cepat sembunyi!" kata
Dilan.
Adriel mengerucutkan bibirnya sambil
berkata, " Apakah tingkat langit setengah langkah begitu hebat? Kalau kamu
nggak berlutut dalam tiga serangan, berarti aku kalah!"
Siapa suruh dia meminum teh di depan
pewaris Tabib Agung? Ini namanya cari mati!
No comments: