Bab 1454
"Kalian keluar dulu."
Adriel melambaikan tangannya kepada
Dilan dan yang lainnya.
Dilan ingin berkata sesuatu. Dia
khawatir jika dirinya ditinggalkan oleh Adriel, tetapi juga tidak berani bicara
lebih banyak. Dia pun keluar dan menutup pintu dengan hati-hati.
Setelah keluar, pria paruh baya yang
memegangi Pak Bino menatap Dilan dengan tatapan penuh kebencian dan berkata
dengan marah, "Kamu memilih untuk berpihak pada Adriel? Kenapa nggak
bilang dari awal!"
Meskipun dirinya memiliki kekuatan
tinggi, pada dasarnya dia hanya merupakan tangan kanan dari Keluarga Dumin.
Menghadapi seseorang seperti Adriel sangat mudah bagi dirinya untuk dijadikan
kambing hitam.
Dilan tersenyum dingin, menatapnya
dengan tajam, lalu berkata, "Mengancamku? Sekarang aku adalah orangnya
Adriel! Coba saja ancam aku sekali lagi, ke depannya aku nggak perlu bergantung
pada Keluarga Dumin untuk hidup nyaman!"
Pria paruh baya itu tampak terkejut
dan menggigit bibirnya, tetapi tidak berkata apa-apa
Pada saat itu, ibu Dilan yaitu Selina
tampak cemas dan bertanya, "Dilan, kamu berencana meninggalkan Keluarga
Dumin? Apa yang sebenarnya terjadi?"
Dilan menenangkan ibunya, "Ibu,
nggak usah khawatir, sekarang semuanya sudah aman. Nggak ada yang akan berani
mengganggu kita lagi."
"Lalu, siapa sebenarnya
Adriel... " tanya Selina dengan cemas..
"Hah, dia ... kalau ada
kesempatan, aku akan memperkenalkannya ke kamu," kata Dilan sambil
tersenyum. Namun, mengingat sesuatu dia berkata, "Lupakan saja, lebih baik
kamu nggak mengenalnya.
Sementara itu, di dalam ruangan,
Adriel memandang Wiri dengan santai dan berkata, "Tadi pembahasan kita
berhenti di mana? Kamu bilang ingin membunuhku, 'kan?"
Wiri terkesiap dan wajahnya memucat
lalu dia berkata, "Lebih baik kita bahas caranya membunuh Yohan?"
"Bunuh siapa? Bisa nggak jangan
berpikir begitu kejam!" bentak Adriel.
Itu adalah kerabat Leony, dan jika
dia ingin menang, harus melakukannya dengan cara yang sah di arena!
Wiri mengerutkan keningnya dan
berkata, "Lalu, bagaimana dengan orang gila dari Keluarga Maswa itu? Dia
berkembang begitu cepat, apakah dia juga harus
"Oh, itu bisa dibunuh,"
jawab Adriel dengan santai.
Wiri terkejut dan menatapnya dengan
kebingungan.
"Kenapa kamu lihat aku seperti
itu? Pernah dengar tentang penegakan hukum selektif?"" tanya Adriel
sambil tersenyum sinis.
Tiba-tiba, ponsel Adriel berbunyi,
sebuah pesan masuk dari Wafa dengan sebuah alamat.
Adriel tertawa dingin dan kemudian
menaruh beberapa bungkus obat di atas meja lalu berkata, " Nanti kalau
ayahmu datang, beri dia obat ini dalam teh, tiga kali sehari, satu bungkus tiap
kali. Pastikan tepat waktu."
Setelah itu, dia berdiri dan berjalan
keluar.
Setelah keluar, pria paruh baya itu
dengan gemetar tersenyum lemah dan menyapa.
Dilan buru-buru mendekat dan berkata,
"Kak Adriel mau kemana? Aku antar dengan mobil ... "
Seketika, Dilan bahkan mengganti
panggilannya.
"Kembali ke villa, tunggu di
sana," ujar Adriel lalu melangkah pergi.
Sementara itu, di dalam ruangan, Wiri
menyimpan kembali kitab dan obat-obatan, duduk di antara puing-puing dan
menuangkan secangkir teh.
Dia menatap teh itu dengan ekspresi
merenung. Lalu bergumam, "Adriel ... Kenapa dia harus menyingkirkan
keluarga kami?"
Pada saat itu, pria paruh baya itu
masuk dengan hati -hati dan bertanya, "Tuan muda, apakah kita harus
menyelesaikan masalah dengan Dilan secara diam - diam? Dia berhasil bertahan
hidup di tangan Pak Adriel, itu bisa merusak kewibawaan Tuan Muda ..."
Dia tidak bisa mengalahkan Adriel,
tetapi apakah dia juga tidak bisa menangani Dilan?
Wiri dengan tenang berkata,
"Mulai sekarang, angkat posisi Dilan dalam keluarga ini."
Pria paruh baya itu terkejut dan
bertanya, "Apa? Hanya karena dia sekarang berada di pihak Adriel?"
"Adriel... jangan dipandang
enteng. Aku merasa, dia sama sekali nggak menganggap kita sebanding. Tujuannya
sangat besar. Siapa pun yang menjadi musuhnya, takkan berakhir dengan
baik..." balas Wiri sambil memainkan ujung cangkir teh dengan jarinya dan
tatapannya tajam.
No comments: