Bab 1464
Perintah untuk mempercepat Kompetisi
Bela Diri menyebar dengan cepat di seluruh Kota Yuria. Dalam sekejap, kota yang
biasanya tenang mendadak menjadi hiruk-pikuk.
Kompetisi dimulai lebih awal!
Banyak orang tidak siap menghadapi
perubahan mendadak ini. Para peserta yang sebelumnya masih bersantai kini harus
buru-buru mempersiapkan diri.
Bahkan para tamu dari berbagai
kekuatan besar terpaksa mengubah rencana mereka dan segera menuju Srijaya.
Namun, tidak ada yang berani
mengeluh. Jika itu keputusan keluarga Janita, mereka hanya bisa mematuhinya.
Sementara itu, Adriel sama sekali
tidak tahu bahwa dirinya adalah penyebab kekacauan ini. Saat itu, dia sedang
menikmati waktu dengan Wennie di kamarnya. Ketika ponsel berdering, dia
langsung melihat layar dan mendapati nama Dilan tertera. Dengan kesal, dia
mengangkat telepon.
"keluarga Janita ini gila, ya?
Hal yang sudah dijadwalkan kenapa tiba-tiba berubah! Aku bahkan belum sempat
pakai celana!" gerutunya.
Wennie, yang tengah bersandar di
lengannya, menarik leher Adriel sambil terengah-engah. Dia bertanya dengan
suara serak, "Mungkin kamu harus berhenti dan mulai bersiap untuk
kompetisi?"
"Bersiap apanya? Aku itu makin
semangat kalau sedang marah. Ini justru persiapan terbaik!" balas Adriel,
penuh percaya diri.
Dengan kalimat itu, dia kembali
menyerang, membuat suara lembut Wennie memenuhi ruangan. Tangan gadis itu
mencengkeram punggung Adriel dengan erat, kukunya meninggalkan jejak dalam.
Keesokan paginya, saat fajar baru
saja menyingsing, Adriel sudah bersiap-siap dengan bantuan Wennie.
Sambil bergumam kesal, dia mengenakan
pakaian, sementara Wennie menatapnya dengan mata berbinar, wajahnya masih
memerah dari malam sebelumnya. Dengan mobil, mereka berdua menuju lokasi
kompetisi keluarga Janita.
Saat tiba, gerbang utama keluarga
Janita sudah ramai oleh para peserta dan tamu yang mengantri masuk. Adriel,
dengan sikap santai, berjalan menuju pintu masuk.
Banyak pasang mata tertuju padanya.
Insiden kemarin, di mana dia menghadapi Delvin, sudah menyebar luas. Meski ada
desas-desus bahwa Delvin "dikirim ke luar kota karena tugas," fakta
bahwa Adriel masih hidup membuat banyak orang penasaran dan bingung.
Namun, Adriel mengabaikan tatapan -
tatapan itu dan melangkah ke dalam.
Tiba-tiba, suara nyaring dan penuh
sindiran terdengar dari kerumunan.
"Sombong apa dia? Kalau dia
nggak bisa menang di kompetisi ini, keluarga Janita dan Delvin pasti akan
menghukumnya. Kuharap dia sudah siap mati!"
Adriel menghentikan langkahnya, menoleh
ke arah suara itu.
Ternyata, yang bicara adalah seorang
gadis muda dengan sikap angkuh, seperti seekor angsa hitam yang dikelilingi
oleh pengagum.
Gadis itu tidak lain adalah Yoana,
yang menatap Adriel dengan penuh tantangan.
Di sisi lain, Wafa, Dilan, dan Wiri
juga sudah hadir, memperhatikan pertengkaran ini dengan seru.
Wiri tertawa kecil, memandang Yoana
dengan pandangan menghina. Dalam pikirannya, dia berpikir bahwa gadis seperti
itu hanyalah "hiasan daging" tanpa nilai berarti.
Namun mungkin, sifat sombongnya
justru menjadi daya tariknya.
"Barangkali Adriel sabar
terhadap dia karena dia menarik," gumamnya.
Sementara itu, Wennie melangkah maju,
wajahnya penuh amarah. Dia menatap Yoana dengan tajam dan berkata dingin,
"Minta maaf!"
Namun, Yoana tetap berdiri dengan
angkuh, tatapannya dingin dan penuh cemoohan. Dia berkata, "Di antara
sepuluh petarung terbaik, dia cuma di level menengah. Di depannya ada orang -
orang seperti Wiri, Eden, dan Yohan! Apa dia bisa menang? Kalau dia nggak bisa
menang, dia itu cuma mayat berjalan. Kenapa aku harus minta maaf pada orang
mati? Apalagi pada mayat yang cuma bisa omong besar!"
Seorang pria dari kerumunan, yang
tampaknya ingin "meluruskan," berkata dengan suara keras, " Dia
cuma cari perhatianmu. Seperti pengemis yang mau meminang putri raja. Orang
seperti dia tidak perlu kamu tanggapi. Nggak penting."
Kata-kata itu terdengar seperti
nasihat, tetapi jelas ditujukan untuk mempermalukan Adriel di depan semua
orang.
Awalnya, Adriel merasa tidak perlu
mempermasalahkan ini.
Namun, setelah mendengar mereka
menyamakan partisipasinya dalam kompetisi hanya sebagai usaha mendapatkan
perhatian dari seorang gadis, dia merasa itu sudah melampaui batas.
Dia harus menjelaskan diri.
Dia melangkah maju, menatap Yoana,
lalu melirik pria tadi dengan tenang. Dengan senyum yang tampak ramah, dia
berkata, "Aku agak tersinggung sekarang. Bisa nggak kalian berdua berlutut
dan minta maaf padaku?"
No comments: