Membakar Langit ~ Bab 1471

 

Bab 1471

 

Tubuh Elemen Matahari!

 

Semua orang di lokasi itu terkejut, wajah mereka berubah seketika seolah darah mereka tertekan. Itu adalah penekanan bawaan yang dialami tubuh biasa ketika menghadapi kekuatan tubuh tingkat tertinggi!

 

Namun...

 

Belum selesai!

 

Sebuah suara dering pedang terdengar, disertai dengan ledakan petir yang menggelegar, ular petir besar muncul dan mengamuk di sekitar mereka.

 

Adriel memegang pedang setengah jadi, tubuhnya diselimuti oleh ular petir perak yang melilit, seolah seorang dewa muda turun ke dunia.

 

Naga Gajah Darah emas merah yang terbuat dari darah itu tampak menelan dan mengeluarkan petir!

 

Gelombang mengerikan melanda, bahkan arena pertandingan pun hancur menjadi debu!

 

Adriel berdiri tegak di atas puing-puing arena, pedangnya mengarah ke Renald, suaranya yang dingin seolah berasal dari langit kesembilan, " Sekarang, beranikah kamu melawan aku?"

 

Naga Gajah Darah, Tubuh Emelen Matahari, dan pedang petir setengah jadi semuanya bersinar bersama!

 

Kekuatan yang mengerikan membuat semua orang menunduk.

 

Renald hanya bisa terpaku pada pemandangan itu dan jantungnya hampir berhenti berdetak. Suara petir yang menggelegar di telinganya mengguncang, membuat hatinya yang keras pun gemetar dan diliputi ketakutan.

 

"Aku, aku..."

 

Dia gemetar saat membuka mulut, bahkan tidak berani menerima tantangan itu.

 

"Aku tanya sekali lagi, Renald, beranikah kamu melawan aku?"

 

Adriel berseru dengan keras, suara naga dan gajah bergemuruh, memancarkan kekuatan yang menekan langit dan bumi!

 

Tekanan besar datang begitu kuat, wajah Renald menjadi pucat, dan tanpa sadar dia mundur beberapa langkah.

 

Adriel menatap dengan tatapan dingin dan penuh penghinaan, tiba-tiba mengayunkan pedangnya. Petir besar meledak di udara, membuat banyak orang terkejut dan langsung duduk tersungkur di tanah.

 

"Kalau kamu ingin bertarung, bertarunglah ! Kalau ingin mundur, mundurlah! Kenapa ragu seperti ini?"

 

Di bawah tekanan yang luar biasa, Renald terhuyung dan tanpa sadar dia pun berlutut dan menunduk di bawah tekanan hebat itu.

 

Namun, Renald segera sadar. Rasa marah dan malu memenuhi hatinya. Akan tetapi, tekanan itu terlalu kuat hingga dia tak bisa bangkit, wajahnya penuh rasa hina.

 

Saat itu, melihat Renald berlutut, Adriel yang berdiri tegap dengan aura cemerlang bak dewa muda memandang ke sekeliling arena.

 

Tatapannya tajam menyapu para penonton di bawah panggung sembari berkata, "Siapa lagi?"

 

Tak seorang pun berani menjawab. Semua tunduk dan takluk di bawah tekanan dahsyat Adriel!

 

Yoana terpaku menatap Adriel yang memancarkan kekuatan tak tertandingi. Perasaan penyesalan tiba- tiba muncul di hatinya. Mungkin, dia seharusnya tidak bersikap begitu kasar terhadap Adriel.

 

Pada saat itu, di lantai dua.

 

Nyonya Freya menatap Adriel dengan sorot mata penuh kewaspadaan. Jemarinya menggenggam erat pegangan kursi, sementara hatinya jauh dari kata tenang.

 

Di arena, semua orang merasakan ketegangan yang mencekam. Tidak ada satu pun yang berani menyambut tantangan Adriel.

 

Namun, sebagian mulai bertanya-tanya: Bukankah Yohan seharusnya sudah muncul?

 

Mengapa dia belum datang

 

Adriel tidak memedulikan mereka. Dia mengarahkan pandangannya ke arah Wiri dan berkata, "Kamu naik ke sini."

 

"Hah? A-aku?!"

 

Wiri melongo. "Bukan, Adriel, aku kan sudah nggak punya poin lagi! Aku sudah masuk kelompok pecundang dan hanya bisa bertarung melawan yang kalah. Kalau aku kalah lagi, aku akan tereliminasi..."

 

Bahkan tetua keluarga Janita pun ragu dan berkata, " Ini melanggar aturan."

 

Bagaimanapun, jika Wiri kalah, dia bisa pulang ke rumah. Lalu, untuk apa lagi dia bertarung?

 

Namun, melihat tekanan luar biasa dari Adriel, tetua keluarga Janita hanya bisa menarik sudut bibirnya dengan kikuk dan memilih diam. Sudahlah, sepertinya hari ini tidak ada yang peduli dengan aturan turnamen lagi....

 

Dengan ragu-ragu, Wiri akhirnya naik ke atas arena. Sambil tersenyum kecut, dia berkata, "Adriel, aku tahu sebelumnya aku sempat menyinggung perasaanmu, tapi kamu nggak perlu sampai begini..."

 

Namun, Adriel langsung mengarahkan bilah pedangnya ke Wiri dan dengan nada tidak sabar berkata, "Hentikan omong kosongmu! Cepat serang saja!"

 

Tak punya pilihan lain, Wiri hanya bisa tersenyum pasrah. Dia mengayunkan satu pukulan yang bahkan lebih lembek daripada kapas, seolah tidak punya tenaga sama sekali ke arah Adriel.

 

Namun, tiba-tiba Adriel berteriak "Ah!" dan tubuhnya terlempar keluar arena!

 

Adriel kalah!

 

Semua orang terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

 

Wiri pun terpaku di tempat, menatap tinjunya sendiri dengan kebingungan. Aku... sekuat itu? Atau aku sedang bermimpi?

 

Namun, saat itu, Adriel yang sudah berada di bawah arena menatap datar ke arah tetua keluarga Janita dan berkata, "Aku kalah. Jadi, dua poinku sekarang milik Wiri, benar, 'kan?"

 

Tetua keluarga Janira tampak bingung sejenak sebelum ragu-ragu mengangguk dan berkata, " Secara aturan, memang begitu, tapi ini sepertinya... الى

 

Sepertinya ini... pertandingan yang direkayasa!

 

Pikiran yang sama serentak muncul di benak semua orang yang menyaksikan.

 

"Tidak ada sepertinya."

 

Adriel menyela dengan nada tegas, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Renald dan berkata, "Baiklah, sekarang kita sama-sama masuk kelompok pecundang."

 

Adriel mengangkat pedang setengah jadinya dan mengarahkannya ke Renald lalu berkata tanpa ekspresi, "Renald, sekarang hanya ada kita berdua di kelompok pecundang. Aku ingin menantangmu lagi!"

 

Renald merasakan pandangannya menggelap.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 1471 Membakar Langit ~ Bab 1471 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on January 09, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.