Bab 1484
Adriel menatap Nyonya Freya dengan
wajah serius, lalu berkata sambil tersenyum, "Baiklah, setengah bulan,
ya."
Nyonya Freya juga tersenyum kecil
tanpa banyak bicara, lalu bangkit dan pergi meninggalkan tempat itu.
"Keluarga Janita memang
menarik," gumam Adriel.
Melihat punggungnya yang perlahan
menghilang, Adriel menggeleng sambil tersenyum tipis dan tampak santai.
Sebenarnya, dia hanya bercanda tadi.
Bagaimanapun juga, meski keluarga Janita adalah pemimpin di Srijaya, keluarga
Dumin yang memiliki warisan ribuan tahun tentu tak mungkin hancur begitu saja
dalam sekejap.
Namun, sosok guru satu ini memang
cukup menarik.
Setelah itu, Adriel pun bangkit dan
pergi.
Sekarang, Marlon dan Kenzo berada
dalam penguasaan keluarga Janita. Biarlah mereka yang menginterogasi. Dengan
cara mereka pasti akan ada sesuatu yang didapatkan...
Namun, saat Adriel melangkah keluar
dari rumah sakit, dia melihat Wiri sedang menunggunya di luar dengan wajah
cemas.
Begitu melihat Adriel, ekspresinya
berubah sedikit rumit dan dia berkata, "Ayahku datang. Dia ingin bertemu
denganmu."
Langkah Adriel terhenti sejenak.
Setelah berpikir sebentar, dia tersenyum dan mengangguk, "Baik, tunjukkan
jalannya."
Wiri tak banyak bicara lagi. Dengan
wajah serius, dia memimpin Adriel pergi tanpa membawa pengawal dan hanya
berkata dengan suara rendah, "Aku juga nggak tahu apa yang ingin dia
bicarakan denganmu. 11
"Tapi, karena kamu adalah
muridnya Pak Daniel, seharusnya nggak akan terjadi apa-apa," lanjutnya
lagi.
Raut wajah Wiri yang begitu waspada
seolah-olah mereka akan bertemu bukan dengan ayah kandungnya, melainkan
seseorang yang berbahaya.
Namun, Adriel bisa memahaminya.
Ayah Wiri bernama Harson adalah
kepala keluarga Dumin saat ini.
Dengan kekuatan tingkat langit tahap
delapan, Harson adalah salah satu tokoh penting di Srijaya, sebanding dengan
Legan sebelum dia mencapai puncaknya.
Selain itu, Harson sama seperti Wiri,
juga telah bertarung sengit dengan para pewaris keluarga lainnya di masa
mudanya. Temperamennya yang keras dan licik sudah terkenal.
Namun, ketika Adriel memikirkan hal
ini, mereka tiba di sebuah kedai teh tak jauh dari rumah sakit.
Memasuki kedai teh itu, tampak bahwa
seluruh tempat telah direservasi. Ruangan di lantai dua yang luas hanya
memiliki satu meja dan dua kursi.
Seorang pria paruh baya sedang
menuangkan teh. Usianya sekitar empat puluhan, auranya tenang dan berbobot.
Sama sekali tidak tampak ada tanda- tanda temperamen keras yang terkenal itu..
Wajahnya terlihat terawat dan tampak
seperti seorang pria kaya yang santai, tak menunjukkan sedikit pun jejak sebagai
seorang praktisi seni bela diri.
Namun, Adriel tahu bahwa ini adalah
hasil dari latihan tubuh yang mencapai puncaknya, sebuah pencapaian yang
kembali ke asal dan ke kesederhanaan sejati.
Dia mungkin hanya selangkah lagi dari
mencapai tingkat tinggi tahap sembilan.
"Adriel, silakan duduk,"
ujar Harson.
Dengan sikap santai, Harson menyapa
Adriel sambil tersenyum ringan, kemudian menuangkan secangkir teh untuknya.
Adriel tersenyum kecil dan duduk
tanpa ragu.
Melihat Adriel yang tidak menunjukkan
rasa gentar sedikit pun, Harson tersenyum lebih lebar.
Saat itu, Harson memandang Adriel
yang tampak tidak gentar sedikit pun, lalu tersenyum dan berkata, "Dengar
dari Wiri, dia bisa mendapatkan peringkat di Turnamen Bela Diri sebagian besar
berkat bantuanmu. Jadi, bisa dibilang keluarga Dumin berutang budi
padamu."
Adriel menggeleng kecil dan
tersenyum, "Pak Harson kamu salah. Sebenarnya, kamu berutang dua kali
lipat pada aku."
"Oh?" Harson menatap Adriel
dengan senyum yang makin ramah dan berkata, "Apa maksudmu?"
Namun, entah mengapa, melihat senyum
ramah ayahnya, tubuh Wiri malah menjadi tegang dan tangannya mengepal erat.
Adriel tersenyum tipis dan berkata,
"Kamu belum tahu, ya? Orang yang kamu kirim untuk mengobati Marlon yaitu
Kenzó adalah anggota Enam Jalur Puncak Kematian. Untung saja aku berhasil
mengungkapnya."
Begitu kata-kata itu terdengar,
ekspresi Harson berubah drastis.
Harson juga sedikit tertegun, lalu
mengerutkan alisnya dalam-dalam dan berkata, "Benarkah itu?"
Adriel menatap wajahnya, lalu
mengaktifkan kemampuan membaca pikirannya.
No comments: