Bab 1538
"Benar-benar kebetulan :.."
Seluruh tubuh Adriel terasa tegang.
Namun, Adriel tetap menyunggingkan senyuman di wajahnya dan berkata, "Apa
kamu juga datang untuk berkencan dengan Yoana?"
"Kamu bercanda, ya? Aku cuma
ingin tahu mengenai dirimu. Bagaimanapun, kamu hampir sepenuhnya mengetahui
siapa diriku. Tapi, aku nggak tahu apa-apa mengenai dirimu, sehingga membuatku
merasa nggak aman."
Wafa duduk di ambang jendela sambil
tersenyum lembut dan berkata dengan jujur.
Adriel tersenyum. Sepertinya, bekerja
sama dengan Enam Jalur Puncak Kematian masih ada risikonya.
Wafa ini belakangan tidak menonjolkan
diri.
Namun, seharusnya Wafa sudah
mengikuti Adriel secara diam-diam dan menyelidiki Adriel untuk waktu yang sudah
cukup lama.
"Apa kamu menemukan semua
informasi tentang diriku?"
"Kamu memang benar-benar sangat
sabar ... " Wafa menghela napas dengan sedih.
"Lalu?" Adriel tersenyum.
"Penyelidikanku pada dasarnya
sudah hampir selesai. Aku cukup puas dengan kemampuanmu dan rencana organisasi
juga akan segera dilaksanakan
Wafa tersenyum dan berkata,
"Nanti, mungkin aku akan membawamu ke suatu tempat di mana kamu akan
mengetahui semua rencana Enam Jalur Puncak Kematian di kota Srijaya."
"Sebagai bocoran, di sana kamu
akan bertemu dengan eksekutor yang dulu membunuh ayahmu."
"Kamu pasti sudah melihat video
itu, 'kan? Di malam itu, waktu hujan sedang turun, ayahmu mengalami kecelakaan
mobil dan seorang Guru Bumi membunuh ayahmu dengan pedang yang mematikan. Di
pergelangan tangannya terdapat tato ular."
"Sejujurnya, orang itu adalah
kenalan ayahmu. Kalau bukan karena dia mengkhianati ayahmu, Enam Jalur Puncak
Kematian nggak akan dengan mudah bisa bertemu dengan ayahmu."
Adriel perlahan-lahan mengepalkan
tinjunya dan wajahnya juga terlihat muram. "Kamu mau membawaku ke
mana?"
"Ini..."
Wafa tersenyum, tetapi melirik ke
arah pintu dan berkata sambil tersenyum. "Harson nggak tahu siapa diriku.
Aku harus pergi."
"Oh." Adriel mengangguk,
lalu berjalan mendekat.
Namun, pada titik ini, Wafa malah
benar-benar melompat langsung dari jendela dan tersenyum pada Adriel sambil
melayang di udara. "Adriel, jangan ambil parasutku. Masalah itu kamu
sendiri yang membuatnya, selesaikanlah sendiri. Aku cuma akan menunggumu selama
satu jam."
"Bajingan..."
Wajah Adriel menjadi merah padam. Dia
berdiri di dekat jendela dan melihat Wafa membuka parasutnya, lalu melayang...
Namun, setelah itu, Adriel menahan
suaranya dan langsung terdiam.
Itu karena, terdengar suara ketukan
pintu dari luar.
"Siapa, siapa itu?" Yoana
berusaha agar suaranya tetap terdengar tenang.
"Ini aku, mertuamu."
Suara Harson terdengar kuat, dengan
sedikit desakan di sana.
"Oh, ya, ya, aku datang..."
Yoana menginjak sandalnya dan
buru-buru membuka pintu.
Begitu membuka pintu, Harson berkata
dengan wajah tenang, "Kenapa kamu nggak tinggal di rumah? Apa yang kamu
lakukan di sini? Aku sudah lama mencarimu."
"Aku..."
Wajah Yoana terlihat gelisah. Dia
menelan ludah dan berkata, "Aku cuma mau menenangkan diri..."
"Menenangkan diri?" Harson
menatap Yoana, lalu tiba-tiba membanting pintu dan berkata sambil mencibir,
"Menurutku, kamu cuma mau menghindariku, 'kan?"
Harson sudah lama menduduki posisi
yang tinggi. Itu sebabnya, tubuhnya memancarkan aura yang kuat.
Lantaran terlalu gugup, wajah Yoana
langsung memerah dan dia pun berkata dengan gugup, "
Nggak, bukan, aku nggak..."
"Nggak?"
Melihat pipi Yoana yang merona merah,
hasrat Harson pun menjadi membara.
Yoana memang seorang wanita cantik
yang langka.
Sekalipun bukan karena fisik Yoana
yang istimewa, Harson tetap saja merasa tertarik untuk menikmatinya.
Kali ini, Harson sengaja minum obat
karena kegagalannya yang sebelumnya membuatnya sangat menyesal dan marah.
Melihat ekspresi ketakutan di wajah
Yoana saat ini, gairah Harson pun makin membara. Namun, Harson menunjukkan
senyum yang lembut dan berkata, " Yoana, anak perempuan yang sudah menikah
seperti air yang tumpah. Sekarang, keluarga Janita nggak akan lagi peduli
padamu."
"Sekarang, kita ini keluarga,
'kan?"
Sambil berkata seperti itu, Harson
mengangkat tangannya dan ingin menyentuh bahu Yoana.
Tubuh Yoana yang halus itu bergetar.
Yoana menggigit bibir merahnya dan mundur selangkah untuk menghindari Harson.
Yoana tidak bisa menerima kelakuan
mesum semacam itu. Itu sebabnya, Yoana memilih untuk menyerahkan tubuhnya pada
Adriel. Setidaknya, dia dan Adriel masih seumuran
Tiba-tiba saja, tatapan mata Harson
menjadi dingin, tetapi senyumnya menjadi makin lembut. Harson pun berkata,
"Apa yang kamu takutkan? Aku ini ayah mertuamu. Kita harus rukun satu sama
lain selama sisa hidup kita nanti."
"Kamu, apa kamu pikir bisa
menghindar dariku?"
Sambil berkata seperti itu, Harson
mencoba menyentuh pipi Yoana dengan tangannya.
Yoana tiba-tiba mundur dan berkata
dengan putus asa, "Pergi! Dasar bandot tua! Pergi!"
Sambil berkata demikian, Yoana
mengambil cangkir teh dan barang-barang lain di atas meja, lalu melemparkannya
ke arah Harson.
Namun, cangkir-cangkir ini langsung
hancur berkeping-keping begitu sampai di depan Harson.
"Dasar nggak tahu malu!"
Harson mendengus dingin dan hendak
menggunakan kekerasan. Namun, pada titik ini, tiba -tiba saja Harson menjadi
tercengang. "Apa ini?"
Harson menatap lantai dan melihat
jika di antara benda-benda yang dilemparkan oleh Yoana, terdapat sebuah ...
sabuk kulit pria berwarna hitam.
Adriel menundukkan kepala dan melihat
celananya. Dia sendiri juga tidak mampu berkata-kata.
Di dalam kamar.
Suasana begitu mencekam.
No comments: