Bab 52
Nindi perlahan melangkah maju,
membuat si Dua merasa takut hingga langkahnya terus-menerus mundur.
Nindi cuek saja saat kembali bicara,
"Kalau mengenali aku sebagai putri keluarga Lesmana, jaga saja sikapmu
supaya aku nggak menyerahkan semua bukti kecuranganmu pada Sania di sekolah.
Saat itu, mungkin Sania nggak kena masalah, tapi kamu belum tentu
selamat."
Sejak insiden kecurangan, si Satu
tidak masuk sekolah lagi setelah cuti.
Wajah Nindi tampak pucat, seakan-akan
begitu mudah tersulut emosi dan sulit didekati.
Si Dua benar-benar ketakutan hingga
lari terbirit -birit.
Setelah Nindi kembali dari toilet,
Ketua Kelas Luna mendekatinya seraya berujar, "Nindi, kalau Sania lapor ke
Guru, aku bisa menjadi saksi buatmu. Tadi, si Dua lebih dulu memfitnahmu dan
bicara hal-hal buruk tentangmu."
Mendapati kehadiran Ketua Kelas,
ekspresinya terlihat agak melega dan berucap, "Terima kasih."
Sebenarnya, Nindi tidak ingin
menghiraukan Sania dan kelompoknya.
Namun, ada saja orang yang perlu
diberi pelajaran!
Luna menaikkan bingkai kacamata warna
hitam yang dia pakai, wajahnya agak dihiasi perasaan bersalah. "Maaf, ya.
Dulu, kami sudah salah paham padamu karena penampilan Sania, bahkan
mengucilkanmu begitu lama."
Semua mengira Nindi bersifat buruk
dan suka menindas Sania.
Nada bicara Nindi begitu datar saat
menjawab, Sudahlah, semua sudah berlalu."
Ulah Sania menjadi penyebab Nindi
tidak punya banyak teman di kelas.
Namun, saat ini, Nindi punya banyak
hal yang harus dilakukan dan tidak punya banyak waktu untuk memikirkan masalah
itu.
Setibanya Nindi di kelas, dia sama
sekali tidak melirik ke arah Sania.
Kata-kata Nindi pada si Dua pun
ditujukan sebagai peringatan bagi Sania.
Hujan deras mengguyur tanpa henti
sepanjang hari.
Saat pulang sekolah, Cakra mengirim
pesan pada Nindi untuk menunggu dirinya sebentar.
Nindi langsung menuju ruang UKS
sambil membawa payung.
Namun, Nindi tidak mengira akan
melihat Sania yang terbaring di ranjang pasien ruang UKS dan infus terpasang di
tangannya.
Bukankah Sania sudah dijemput
keluarganya? Mengapa dia masih di sini?
Cakra berdiri di samping tempat tidur
sambil merapikan botol infus. Ketika mendapati kehadiran Nindi, Cakra berkata,
"Tunggu sebentar."
Nindi pun mengangguk.
Sania tampak lemas saat bicara,
"Kak Nindi, kamu ke sini, ya? Kak Nando bilang akan jemput aku, tapi belum
datang sampai sekarang. Bisa bantu aku meneleponnya, nggak?"
Nindi bersikap sinis saat menjawab,
"Kamu nggak punya tangan, ya?"
"Sania, kamu baik-baik saja,
'kan?"
Leo buru-buru memasuki ruang UKS saat
hujan deras masih mengguyur. Melihat Sania terbaring di ranjang, Leo
kebingungan seraya menghampiri Nindi dan berujar, "Sania sedang sakit,
lho. Begitu sulitnya buatmu untuk membantu dia menelepon, ya? Kalau kamu ada
masalah sama kami, nggak apa-apa. Tapi, Sania nggak berutang apa-apa
padamu."
Barusan, Leo mendengar suara
penolakan yang kejam dari Nindi.
Sangat jahat dan kejam.
Nindi terlihat tidak terpengaruh
dengan tuduhan itu, bahkan merasa sudah terbiasa.
Cakra spontan menegaskan,
"Bukankah ini salah kalian sebagai orang tua nggak bertanggung jawab? Apa
hubungannya dengan Nindi?"
"Lho? Ini gara-gara Nindi nggak
mau berbagi payung dengan Sania pagi tadi, makanya dia kehujanan dan sakit,
'kan?"
Leo tidak terima. "Nindi, aku
tahu nilaimu sekarang sudah meningkat cukup banyak, tapi kamu nggak bisa
menggunakan cara begini untuk membuat Sania sakit. Kamu tahu kondisi tubuhnya
sedang nggak baik, mengapa kamu bisa setega itu mengusirnya?"
Nindi tidak menunjukkan perubahan
ekspresi. " Karena aku membencinya."
"Nindi! Sikapmu kelewatan! Ayah
Sania pernah menyelamatkan nyawamu! Apa ini balasanmu pada putri penyelamat
nyawamu?" z
Leo tidak bisa menahan amarahnya.
Leo kecewa kala melihat sikap cuek
dan tidak peduli yang Nindi tunjukkan. "Nindi, sejak kamu bergaul dengan
dokter di sekolah ini, kamu nggak lagi terlihat seperti dirimu yang dulu."
Cakra mencemooh, "Bukan karena
Nindi berubah, tapi karena dia nggak mau lagi dipaksa bergabung dengan Tim
E-Sport. Dia bukanlah Nindi yang membiarkan kalian mengganggunya, bagai anjing
yang asal patuh pada tuannya saja. Jadi, kamu marah dan merasa hilang kendali
begini."
"Akhirnya, kamu nggak bisa dapat
apa-apa dari Nindi."
Leo sontak marah. "Nindi, apakah
pikiranmu juga begitu?" geramnya.
No comments: