Bab 1988
Rambut Novea sedikit berantakan,
tampaknya dia sudah lama menyelesaikan tantangan dan tiba di tempat ini.
Namun saat ini, ada lapisan cahaya
emas yang sangat suci mengalir di kulit putihnya, yang kontras dengan ekspresi
menggoda di wajahnya.
Adair sedikit terkejut melihatnya,
dia lalu mengerutkan kening dan berkata, "Kamu tiba cepat sekali..."
Dia sudah masuk tempat ini lebih dulu
dari yang lainnya, namun Novea ternyata lebih cepat mendahuluinya.
"Aku nggak ada pilihan. Kalau
dibandingkan dengan bakatmu yang luar biasa, aku terpaksa menjadi burung bodoh
yang terbang duluan dan mengambil semuanya terlebih dahulu," ucap Novea
dengan senyum yang penuh arti.
"Burung bodoh yang terbang
duluan? Iu bukan kamu," ucap Adair. Dia kemudian menyipitkan mata dan
bertanya, "Kenapa nggak pergi ke perbatasan kelima?"
"Perubahan di Pegunungan Tunaga
kali ini nggak biasa, aku ingin mencari seseorang untuk pergi bersamaku, dan
... aku juga ingin melihat pertunjukan yang bagus," ucap Novea dengan
senyum.
Dia kemudian melanjutkan,
"Bawahanku bilang Saka masih sangat aktif, dia sudah sampai di sini dan
terus mengejarmu..."
Adair tidak terkejut Novea bisa
mendapatkan informasi yang sejelas itu. Novea tampak selalu sendirian, tetapi
sebenarnya dia memiliki jaringan informasi yang sangat luas.
"Aku hanya biarkan dia
melompat-lompat sebentar saja ... " ucap Adair sambil menatap buah liur
naga itu. Kemudian dia sedikit mengangkat alis dan tiba-tiba bertanya,
"Buah liur naga kali ini berbeda dengan yang diberi tahu oleh sepuh, ia sepertinya
lebih besar sedikit."
"Efeknya juga lebih kuat dari
yang dikatakan dalam legenda," ucap Novea. Dia tersenyum, lalu
melanjutkan, "Baru saja aku makan satu, efeknya bagus. Perubahan aneh dari
buah air liur naga ini juga seharusnya berhubungan dengan perubahan aneh di
Pegunungan Tunaga."
Adair mengangguk sedikit, kemudian
berjalan menuju pohon liur naga dan mengangkat tangan untuk menyalurkan energi
sejati ke arah buah liur naga.
Sebuah buah emas akhirnya jatuh ke
tangannya
Buah liur naga dengan mudah Adair
dapatkan. Dia langsung memakannya, kemudian duduk di bawah pohon dan
bermeditasi dengan tenang. Kulitnya memancarkan cahaya agung yang tampak sangat
misterius.
Melihat Adair yang sedang mencerna
buah, sudut bibir Novea melengkung, lalu dia bergumam, " Sepertinya akan
ada pertunjukan bagus untuk ditonton... "
Sementara itu, di sisi lain.
Saka dan yang lainnya sudah memulai
perjalanan mereka.
"Apa sebenarnya peluang
eksklusif kalian itu?" tanya Saka ke Julio.
Julio memutar matanya dan berkata,
"Aku akan memberi tahumu kalau kamu janji nggak akan berhubungan dengan
Dokter Dewi Sakti lagi."
Saka malas menghiraukannya, dia
langsung menggenggam leher Renan dan berkata kepada Marina, "Kamu saja
yang jawab."
"Aku ... " ujar Marina
ragu. Dia menggenggam tinjunya dengan erat, menggigit bibirnya dan tetap diam.
Renan tampaknya tidak takut sedikit
pun, dia malah tertawa dingin dan berkata, "Bahkan kalau kamu membunuhku,
dia juga pasti nggak akan mengatakannya. Kalau sampai rahasia ini bocor,
keluarga kami akan terlibat... "
Saka sedikit mengerutkan alisnya.
Dalam pikiran keluarga-keluarga ini,
terdapat larangan yang ditinggalkan oleh master, sehingga teknik membaca
pikirannya tidak berfungsi pada mereka.
Tujuh keluarga besar memang tidak
pernah bertindak tanpa batas, mereka lebih mengutamakan nyawa mereka daripada
apa pun.
Apa rahasia yang lebih penting
daripada nyawa mereka?
"Selama ini, nggak ada yang bisa
mencari tahu rahasia itu, apalagi kamu. Bahkan kalau Adriel datang, mungkin
juga..." ucap Julio dengan penuh arti. Dia mencoba meyakinkan Saka untuk
jangan terlalu keras kepala.
Saka melihat ke belakang, dan memang
tampaknya tidak ada orang yang berhasil melewati perbatasan ketiga.
"Pernah dengar satu
pepatah?" tanya Saka.
"Apa itu?" ucap Julio
dengan penasaran.
"Jangan sia-siakan kesempatan
kalau sudah datang, " jawab Saka sambil tersenyum, kemudian imelangkah
maju.
Julio langsung terdiam.
"Cari mati kamu," ucap
Renan dengan senyum dingin. Matanya berkilatan cahaya.
Semua berjalan sesuai rencananya,
Saka terus berjalan menuju kejebakannya, sementara dirinya, secara kebetulan,
sampai di sini dan dapat dengan mudah mendapatkan peluangnya sendiri.
Sekarang, dia harus segera bersiap.
Berpikir sampai di sini, tiba-tiba
dia menatap Marina dengan dingin dan berkata, "Beri aku barang itu."
Tanpa berpikir panjang, Marina segera
menyerahkan pil yang baru saja didapatkan, dan dengan hati-hati berkata,
"Renan, sebaiknya kamu makan pil ini pada waktu yang tepat. Kalau kamu
makan sekarang, nggak ada waktu untukmu mencernanya, itu akan terbuang
sia-sia..."
Bagaimanapun, pil ini didapatkan
dengan menukarkan kesucian diri Marina. Dia tidak akan menyesal memberikannya
kepada Renan, tetapi dia berharap Renan bisa memanfaatkannya dengan maksimal.
No comments: