Bab 2002
Saka menatap truk besar yang melaju
kencang itu dengan tajam, tetapi tidak melakukan apa-apa. Dia hanya berdiri
diam, membiarkan truk itu menghantam kendaraan kedua orang tuanya dengan suara
gemuruh yang memekakkan telinga.
Seketika, sudut matanya berkedut
hebat, seolah olah sebuah palu raksasa menghantam dadanya dengan brutal.
Dia menahan napas, matanya tajam
memandang sekeliling, menunggu ilusi ini lenyap...
Namun, detik berikutnya, dia
tertegun.
Ilusi di hadapannya sama sekali tidak
berubah. Dia tetap berdiri di tempat semula, semuanya kembali seperti awal.
Kendaraan itu melaju cepat lagi, tawa riang kedua orang tuanya kembali melintas
di depannya.
Hujan deras terus mengguyur,
membasahi tubuhnya hingga dingin menggigit.
Di atas, langit malam tampak hitam
pekat, diselingi kilatan petir yang memekikkan, dan hujan seperti tak pernah
habisnya mengguyur dengan deras, membasahi setiap sudut kota.
Tiba-tiba, Saka mendongak. Matanya
penuh kemarahan, dia berteriak lantang, "Baik! Baik! Kalau kamu nggak mau
aku melewati perbatasan ini, aku akan meruntuhkan tempat ini dengan paksa!
Dia membuka mata ganda, menatap tajam
ke sekelilingnya dengan pandangan yang mampu menembus segalanya. Wajahnya
berubah dingin dan penuh keyakinan.
Ilmu ilusi ini tidak asing baginya.
Dalam warisan Tabib Agung, ada catatan tentang seni menciptakan dan mengalahkan
ilusi. Ilusi bintang milik Nyonya Freya adalah salah satu contoh seni ilusi
yang diajarkan oleh Tabib Agung. Dengan kekuatan mata ganda yang mampu melihat
inti segala sesuatu, Saka mulai memindai ilusi ini, mencari celahnya.
Dia mengingat pelajaran dari warisan
tersebut, setiap ilusi selalu memiliki titik lemahnya, dan kelemahan itu harus
ditemukan di dalam ilusi itu sendiri.
Beberapa belas menit kemudian, truk
besar kembali melintas di depannya dengan suara menderu. Namun kali ini, mata
Saka bersinar tajam. Tubuhnya bergerak cepat, melesat ke udara.
Namun, dia tidak menuju ke arah truk
besar itu. Sebaliknya, dia bergerak menuju pusat kota!
Hujan terus mengguyur, petir
menyambar tanpa henti, tetapi semangat Saka semakin membara.
Dalam catatan Tabib Agung, disebutkan
bahwa cara untuk menghancurkan ilusi adalah dengan menggunakan kekuatan dari
dalam ilusi itu sendiri.
Karena ilusi ini dibangun dari
ingatan tentang ketakutan terbesarnya, maka jawabannya terletak pada menghadapi
sesuatu yang paling kuat dalam ingatannya.
Kembang Setaman Resto. Wendy!
Senyuman dingin terlukis di wajah
Saka. "Baiklah, aku ingin tahu, bagaimana kamu menciptakan 'Bu Wendy'
ini!" ujarnya.
Dengan kepakan sayapnya, Saka berubah
menjadi kilatan cahaya emas, menembus badai hujan, melesat menuju Kembang
Setaman Resto di tengah malam Kota Silas.
Dengan kekuatan Saka, hanya dalam
sekejap dia telah melintasi belasan kilometer. Sebuah restoran mewah di puncak
gedung, yang memancarkan cahaya redup di tengah hujan deras, muncul di depan
matanya.
Tanpa ragu, Saka melangkah cepat
masuk ke dalam. Restoran itu tampak sederhana, tetapi elegan, dengan desain
yang tidak berlebihan. Malam yang basah oleh hujan deras membuat para pelanggan
terjebak di sana, tidak bisa pulang. Mereka duduk santai, menikmati makanan dan
berbincang dengan riang.
Pandangan Saka segera tertuju pada
sebuah meja di dekat jendela. Di sana, seorang wanita dengan siluet anggun
duduk tenang di kursinya, memandang ke luar jendela, menatap hujan yang terus
mengguyur tanpa henti.
Wanita itu duduk dengan begitu
tenang, memegang secangkir teh di tangannya. Asap tipis mengepul dari cangkir
itu, menciptakan suasana yang hangat dan penuh ketenangan.
Saat melihat sosok Wendy, kegelisahan
yang membuncah di hati Saka perlahan sirna. Seolah-olah keberadaan Wendy
memiliki kekuatan untuk menenangkan segala gejolak dalam dirinya.
"Bantu aku ambilkan handuk,"
ujar Saka sambil asal menarik lengan seorang pelayan yang sedang lewat.
Namun, yang terjadi selanjutnya
membuatnya terpaku. Ketika tangannya menyentuh pelayan itu, tangannya justru
menembus tubuh pelayan itu, seakan dia hanyalah bayangan.
Pelayan itu sama sekali tidak
menyadarinya, terus berjalan sambil membawa nampan, sibuk menyajikan makanan ke
meja-meja pelanggan.
Saka menyapu pandangannya ke
sekeliling.
Para pelanggan di restoran itu tetap
asyik bercengkerama, tertawa, dan saling bersulang. Tidak satu pun dari mereka
tampak menyadari keberadaan Saka, yang berdiri di sana dengan tubuh basah kuyup
karena hujan. Dia terasa seperti roh yang tersesat, tanpa tempat untuk berpijak
di dunia ini.
Perasaan dingin mulai menjalari hati
Saka.
Ilusi ini tidak hanya mampu
menghilangkan kekuatan fisiknya, tetapi juga menghapus keberadaannya,
membuatnya tak bisa berinteraksi dengan siapa pun di dalamnya.
Orang yang merancang perbatasan ini
benar-benar seorang genius dalam ilmu ilusi. Dia telah mengantisipasi segala
kemungkinan untuk menghancurkan ilusi ini dan memastikan bahwa jalan keluar
tidak bisa ditemukan begitu saja.
Desain perbatasan ini memang dibuat
agar dia dipaksa untuk menghadapi dan menghancurkan ilusi ini secara langsung.
Langkah Saka menjadi kaku, raut
wajahnya berubah sernakin suram. Dia hampir saja berbalik pergi ketika suara
lembut nan tenang tiba-tiba terdengar.
"Nggak perlu mencari handuk.
Kamu akan segera pergi."
Saka langsung memutar tubuhnya dengan
cepat. Dia melihat sepasang mata bening dan cerah menatap lurus padanya.
Wanita anggun yang duduk di dekat
jendela itu telah menyiapkan sebuah cangkir teh di meja di hadapannya, yang
sejak awal telah terisi penuh.
No comments: