Bab 2005
Saka tertegun sejenak dan membalas,
"Aku pikir perbatasan ini memang sengaja menargetkan aku."
"Memang benar begitu,"
jawab Wendy sambil tersenyum.
"Kekuatan ilusi itu ada
batasnya. Semakin kuat seseorang, semakin sulit perbatasan yang harus
dihadapinya."
"Bagi yang lebih lemah,
perbatasannya justru akan lebih mudah."
"Perbatasan ini mengenali
potensimu yang paling besar. Karena itu, tingkat kesulitannya ditingkatkan dan
sebagian besar kekuatannya difokuskan padamu untuk mengasah dirimu. Menurutku,
ini adalah niat baik."
"Niat baik?" Saka merenung
sejenak sebelum berkata, "Kalau begitu, apakah setelah aku melewati
perbatasan ini, aku akan mendapat keuntungan tambahan?"
Dia teringat saat pertama kali
melewati Jalan Darma. Dia mendapatkan energi hangat, meski sayangnya energi
dingin terbagi, sehingga tidak sepenuhnya dia peroleh. Kalau saja dia
mendapatkannya, efisiensi untuk naik ke master ilahi setengah langkah pasti
jauh lebih tinggi.
Wendy tersenyum dan membalas,
"Kamu akan mendapatkan jiwa petarung. Selain itu, kamu juga akan diakui
oleh seorang tokoh besar. Menurutku, yang pertama jauh lebih penting. Tapi bagi
orang lain, mungkin yang kedua lebih berharga. Karena, bagaimanapun juga, nggak
ada tokoh besar yang lebih besar dariku."
"Tokoh besar itu siapa?"
tanya Saka penasaran.
Namun, sebelum jawabannya datang,
ruang di sekitarnya mulai retak sedikit demi sedikit.
Wendy menyesap teh dari cangkir
porselennya, lalu mendesah ringan. "Orang ini terlalu lemah untuk menahan
kekuatanku lebih lama. Sebelum aku memulihkannya, cepatlah buat
keputusan," ujarnya.
Saka terdiam sejenak, lalu mengangkat
kepalanya dengan tekad yang bulat. "Aku akan menggunakan kekuatanku
sendiri untuk menghancurkan perbatasan ini!"
Waktu kembali bergerak. Hujan deras
di luar terus turun. Orang-orang di restoran yang sebelumnya terhenti kini
kembali ke aktivitas mereka, minum, makan, dan tertawa dengan riang seperti
sebelumnya.
"Perlu aku berikan sebuah
petunjuk?" tanya Wendy dengan tenang.
Saka tersenyum, bangkit, lalu
berjalan pergi. " Berbicara denganmu saja sudah sangat membantu. Aku hanya
perlu memastikan bahwa aturan di sini bisa dihancurkan dan aku nggak akan takut
lagi!"
Mendengar kata-katanya, senyum
perlahan muncul di sudut bibir Wendy.
Namun, tiba-tiba Saka berhenti,
berbalik, dan memandang Wendy dengan ragu. Akhirnya, dia bertanya, "Bu
Wendy, percakapan kita ini... kamu yang ada di Kota Silas nggak benar-benar
tahu, ' kan?"
Wendy menatapnya dengan ekspresi
setengah tersenyum. "Aku belum sehebat itu. Tentu saja aku nggak tahu.
Sosok ini hanyalah seberkas kesadaranku," jawabnya.
Saka menghela napas lega. Ekspresinya
berubah serius, dan dengan nada tulus dia berkata, "Bu Wendy, masakanmu
sungguh nggak enak. Tolong, lain kali jangan masak untukku lagi!"
Setelah itu, dia berubah menjadi
kilatan cahaya emas dan melesat keluar dengan cepat.
Kabur secepat mungkin!
Wendy tertegun sejenak, lalu
menggeleng sambil tersenyum kecil. Sosoknya yang duduk di tepi jendela perlahan
memudar hingga menghilang.
Kota Silas.
Di sebuah vila mewah.
Wendy duduk di tepi jendela, memegang
segelas anggur merah yang dia goyangkan perlahan. Matanya sedikit terbuka,
senyumnya terlihat samar. "Baru saja bilang nggak takut, sekarang malah
kabur secepat itu," ujarnya sendiri.
Dia menyesap anggurnya, lalu berpikir
sejenak sebelum berkata, "Bagaimana kalau ... coba kembangkan beberapa
menu baru saja."
https://novel-terjemahan.myr.id/
Sementara itu, di luar Gunung Reribu.
Tetua Garen berdiri terpaku, menatap
monitor yang menunjukkan perbatasan kelima. Keadaan yang tadinya penuh gejolak
kini tiba-tiba tenang kembali. Kabut yang sebelumnya bergolak liar kini hanya
mengalir perlahan, menyelimuti tempat itu sehingga tidak ada yang bisa melihat
apa yang terjadi di dalamnya.
"Leluhur, ini... apa yang
terjadi?" tanyanya dengan penuh kebingungan.
"Ini..."
Jayub juga menatap layar dengan raut
wajah penuh keraguan.
Baru saja, perbatasan kelima hampir
runtuh, membuatnya sangat terkejut.
Namun sekarang, semuanya tiba-tiba
stabil kembali, seolah-olah kekacauan barusan tidak pernah terjadi.
Dia benar-benar kebingungan.
Jayub termenung sesaat sebelum
berkata dengan wajah serius, "Aku nggak yakin. Tapi aku sudah melaporkan
situasinya. Guru Negara mengatakan, para ahli di tingkat kekuatan seperti itu
nggak akan tertarik dengan tempat kecil seperti Pegunungan Tunaga. Waktu mereka
terlalu berharga untuk dihabiskan di sini."
"Jika bukan karena ada ahli yang
masuk, kemungkinan besar ini karena nadi naga mengalami perubahan, menyebabkan
segel menjadi longgar," lanjutnya.
"Bagaimanapun, orang-orang Guru
Negara akan segera datang untuk memeriksanya."
"Guru Negara akan mengirim orang
ke sini?" tanya Tetua Garen.
Wajahnya langsung berubah.
Guru Negara terkenal dengan sifatnya
yang kaku dan tidak memberi kelonggaran. Jika orang-orangnya datang, maka tidak
akan ada ruang untuk mereka melakukan "gerakan kecil" di tempat ini.
"Apa itu perlu? Ini wilayah kita
sendiri," katanya dengan nada cemas.
"Guru Negara sudah berkontribusi
besar dalam pertempuran di Kota Sentana. Sekarang siapa yang berani mengeluh?
Kalau dia memutuskan untuk nggak peduli lagi, apa yang akan kita lakukan?"
jawab Jayub dengan alis yang sedikit berkerut.
Tetua Garen hanya bisa menghela napas
pelan. Pada akhirnya, kekuatan adalah segalanya. Guru Negara memiliki kekuatan
yang cukup besar, sehingga bahkan tujuh keluarga besar pun tidak berani banyak
bicara.
"Beri tahu orang-orang di dalam
untuk mempercepat proses Kompetisi Jalan Kejayaan. Selesaikan semuanya sebelum
orang-orang Guru Negara tiba!" ujar Jayub dengan nada tegas, matanya
melirik monitor dengan rasa tidak puas. Prosesnya saat ini terlalu lambat.
No comments: